Tuesday, December 22, 2009

LAPORAN PENDHULUAN PADA KLIEN DENGAN HIV AIDS

1. Definisi
HIV
Human immunodeficiency virus adalah virus penyebab Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS). HIV yang dulu disebut sebagai HTLV-III (Human T cell lympothropic virus Tipe III) atau LAV (Lymphadenopathy Virus), adalah virus sitopatik dari famili retrovirus. Hal ini menunjukkan bahwa virus ini membawa materi genetiknya dalam asam ribonukleat (RNA) dan bukan dalam asam deoksiribonukleat (DNA) (Price & Wilson, 1995).
Virus ini memiliki kemampuan unik untuk mentransfer informasi genetik mereka dari RNA ke DNA dengan menggunakan enzim yang disebut reverse transcriptase, yang merupakan kebalikan dari proses transkripsi (dari DNA ke RNA) dan translasi (dari RNA ke protein) pada umumnya (Muma et al, 1997).
AIDS
Acquired Immunodeficiency Syndrome adalah sekumpulan gejala penyakit karena menurunnya sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh infeksi HIV (Samsuridjal Djauzi, 2004).
Centers for Disease Control (CDC) merekomendasikan bahwa diagnosa AIDS ditujukan pada orang yang mengalami infeksi opportunistik, dimana orang tersebut mengalami penurunan sistem imun yang mendasar (sel T berjumlah 200 atau kurang) dan memiliki antibodi positif terhadap HIV. Kondisi lain yang sering digambarkan meliputi kondisi demensia progresif, “wasting syndrome”, atau sarkoma kaposi (pada pasien berusia lebih dari 60 tahun), kanker-kanker khusus lainnya (yaitu kanker serviks invasif) atau diseminasi dari penyakit yang umumnya mengalami lokalisasi (misalnya, TB) (Doengoes, 2000).

2. Patofisiologi
Virus memasuki tubuh dan terutama menginfeksi sel yang mempunyai molekul CD4. Kelompok terbesar yang mempunyai molekul CD4 adalah limfosit T4 yang mengatur reaksi sistem kekebalan manusia. Sel-sel target lain adalah monosit, makrofag, sel dendrit, sel langerhans dan sel mikroglia. Setelah mengikat molekul CD4 melalui transkripsi terbalik. Beberapa DNA yang baru terbentuk saling bergabung dan masuk ke dalam sel target dan membentuk provirus. Provirus dapat menghasilkan protein virus baru, yang bekerja menyerupai pabrik untuk virus-virus baru. Sel target normal akan membelah dan memperbanyak diri seperti biasanya dan dalam proses ini provirus juga ikut menyebarkan anak-anaknya. Secara klinis, ini berarti orang tersebut terinfeksi untuk seumur hidupnya (Price & Wilson, 1995).
Siklus replikasi HIV dibatasi dalam stadium ini sampai sel yang terinfeksi diaktifkan. Aktifasi sel yang terinfeksi dapat dilaksanakan oleh antigen, mitogen, sitokin (TNF alfa atau interleukin 1) atau produk gen virus seperti sitomegalovirus (CMV), virus Epstein-Barr, herpes simpleks dan hepatitis. Sebagai akibatnya, pada saat sel T4 yang terinfeksi diaktifkan, replikasi serta pembentukan tunas HIV akan terjadi dan sel T4 akan dihancurkan. HIV yang baru dibentuk ini kemudian dilepas ke dalam plasma darah dan menginfeksi sel-sel CD4+ lainnya. Karena proses infeksi dan pengambil alihan sel T4 mengakibatkan kelainan dari kekebalan, maka ini memungkinkan berkembangnya neoplasma dan infeksi opportunistik (Brunner & Suddarth, 2001).
Sesudah infeksi inisial, kurang lebih 25% dari sel-sel kelenjar limfe akan terinfeksi oleh HIV pula. Replikasi virus akan berlangsung terus sepanjang perjalanan infeksi HIV; tempat primernya adalah jaringan limfoid. Kecepatan produksi HIV diperkirakan berkaitan dengan status kesehatan orang yang terjangkit infeksi tersebut. jika orang tersebut tidak sedang menghadapi infeksi lain, reproduksi HIV berjalan dengan lambat. Namun, reproduksi HIV tampaknya akan dipercepat kalau penderitanya sedang menghadapi infeksi lain atau kalau sistem imunnya terstimulasi. Keadaan ini dapat menjelaskan periode laten yang diperlihatkan oleh sebagian penderita sesudah terinfeksi HIV. Sebagian besar orang yang terinfeksi HIV (65%) tetap menderita HIV/AIDS yang simptomatik dalam waktu 10 tahun sesudah orang tersebut terinfeksi (Brunner & Suddarth, 2001).
3. Manifestasi klinik
Gejala dini yang sering dijumpai berupa eksantem, malaise, demam yang menyerupai flu biasa sebelum tes serologi positif. Gejala dini lainnya berupa penurunan berat badan lebih dari 10% dari berat badan semula, berkeringat malam, diare kronik, kelelahan, limfadenopati. Beberapa ahli klinik telah membagi beberapa fase infeksi HIV yaitu : (Majalah Kedokteran Indonesia, 1995)

1.Infeksi HIV Stadium Pertama
Pada fase pertama terjadi pembentukan antibodi dan memungkinkan juga terjadi gejala-gejala yang mirip influenza atau terjadi pembengkakan kelenjar getah bening.
2.Persisten Generalized Limfadenopati
Terjadi pembengkakan kelenjar limfe di leher, ketiak, inguinal, keringat pada waktu malam atau kehilangan berat badan tanpa penyebab yang jelas dan sariawan oleh jamur kandida di mulut.
3.AIDS Relative Complex (ARC)
Virus sudah menimbulkan kemunduran pada sistem kekebalan sehingga mulai terjadi berbagai jenis infeksi yang seharusnya dapat dicegah oleh kekebalan tubuh. Disini penderita menunjukkan gejala lemah, lesu, demam, diare, yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya dan berlangsung lama, kadang-kadang lebih dari satu tahun, ditambah dengan gejala yang sudah timbul pada fase kedua.
4.Full Blown AIDS
Pada fase ini sistem kekebalan tubuh sudah rusak, penderita sangat rentan terhadap infeksi sehingga dapat meninggal sewaktu-waktu. Sering terjadi radang paru pneumocytik, sarcoma kaposi, herpes yang meluas, tuberculosis oleh kuman opportunistik, gangguan pada sistem saraf pusat, sehingga penderita pikun sebelum saatnya. Jarang penderita bertahan lebih dari 3-4 tahun, biasanya meninggal sebelum waktunya.

4. Kriteria Diagnostik
Diagnostik AIDS ditegakkan bila ditemukan dua tanda mayor dan satu tanda minor tanpa penyebab lain, yaitu : (Majalah Kedokteran Indonesia, 1995)
1.Tanda Mayor
a.Penurunan berat badan lebih dari 10% berat badan semula.
b.Diare kronik lebih dari 1 bulan.
c.Demam menetap lebih dari 1 bulan intermitten dan konstan.
2.Tanda minor
a.Batuk menetap lebih dari 1 bulan.
b.Dermatitis generalisata.
c.Herpes zoster rekuren.
d.Infeksi herpes simpleks virus kronik progresif disseminata.
5. Penularan
HIV ditularkan melalui kontak seksual, injeksi perkutan terhadap darah yang terkontaminasi atau perinatal dari infeksi ibu ke bayinya.
Jalur penularan infeksi HIV serupa dengan infeksi Hepatitis B.
Anal intercourse/anal manipulation (homoseksual) akan meningkatkan kemungkinan trauma pada mukosa rektum dan selanjutnya memperbesar peluang untuk terkena virus HIV lewat sekret tubuh.
Hubungan seksual dengan pasangan yang berganti-ganti.
Hubungan heteroseksual dengan orang yang menderita infeksi HIV.
Melalui pemakai obat bius intravena terjadi lewat kontak langsung darah dengan jarum dan semprit yang terkontaminasi. Meskipun jumlah darah dalam semprit relatif kecil, efek kumulatif pemakaian bersama peralatan suntik yang sudah terkontaminasi tersebut akan meningkatkan risiko penularan.
Darah dan produk darah, yang mencakup transfusi yang diberikan pada penderita hemofilia, dapat menularkan HIV kepada resipien.
Berhubungan seksual dengan orang yang melakukan salah satu tindakan diatas.
(Dikutip dari Brunner & suddarth, 2001).
6. Evaluasi Diagnostik
Pemeriksaan
Tes antibodi HIV
ELISA

Western blot
Indirect Immunofluorescence assay (IFA)
Radio Immunopresipitation assay (RIPA)
Pelacakan HIV
Antigen p24
Reaksi rantai polimerase (PCR)
Kultur sel mononukleat darah perifer untuk HIV-1

Kultur sel kuantitatif
Kultur plasma kuantitatif

Mikroglobulin B2

Neoprotein serum

Status imun
#sel-sel CD4+
%sel-sel CD4+
Rasio CD4:CD8
Hitung sel darah putih
Kadar immunoglobulin
Tes fungsi sel CD4+

Reaksi sensitivitas pada tes kulit
Hasil pada infeksi HIV

Hasil tes yang positif dipastikan dengan Western Blot
Positif
Hasil tes yang positif dipastikan dengan Western Blot
Positif, lebih spesifik dan sensitif daripada Western Blot

Positif untuk protein virus yang bebas
Deteksi RNA/DNA virus HIV
Positif jika dua kali uji berturut-turut mendeteksi enzim reverse transcriptase atau antigen p24 dengan kadar yang meningkat
Mengukur muatan virus dalam sel
Mengukur muatan virus lewat virus bebas yang infeksius dalam plasma
Protein meningkat bersamaan dengan berlanjutnya penyakit
Kadar meningkat dengan berlanjutnya penyakit

Menurun
Menurun
Menurun
Normal hingga menurun
Meningkat
Sel-sel T4 mengalami penurunan kemampuan untuk bereaksi terhadap antigen
Menurun hingga tak terdapat
(Dikutip dari Brunner & Suddarth, 2001)
7.Pengobatan
Dikutip dari Zubairi Djurban (2003), Obat Antiretrovirus (ARV) bekerja langsung menghambat replikasi (penggandaan diri) HIV.
Tujuan utama terapi :
Menekan jumlah virus secara maksimal dan terus menerus mencegah dan/atau mengembangkan fungsi imun.
Memperbaiki kualitas hidup.
Mengurangi morbiditas dan mortalitas akibat infeksi HIV.
Indikasi :
Pasien yang telah memperlihatkan gejala AIDS.
Pasien tanpa gejala dengan CD4 55.000 kopi/ml.
Pencegahan penularan dari ibu ke bayi.
Pengobatan profilaksis pada orang yang terpapar dengan cairan tubuh yang mengandung virus HIV.
Tiga golongan obat ARV yang tersedia di Indonesia :
Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor (NRTI)
Menghambat proses perubahan RNA virus menjadi DNA (replikasi virus).
Zidovudine (ZDV/AZT).
Iamivudine (3TC)
Didanosine (ddI)

Zalcitabine (ddC)
Stavudine (d4T)
Abacavir (ABC)

Non-Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor (NNRTI)
Nevirapine (NVP)
Evafirenz (EFZ)
Delavirdine (DLV)
Protease Inhibitor (PI)
Menghambat enzim protease yang memotong rantai panjang asam amino menjadi protein yang lebih kecil.
Indinavir (IDV)
Nelfinavir (NFV)
Saquinavir (SQV)
Ritonavir (RTV)
Amprenavir (APV)
Iopinavir/ritonavir (LPV/r)
(Zubairi Djurban, 2003).
8. Prognosis
Sulit sekali menduga apalagi menentukan perjalanan penyakit pada waktu diagnosis AIDS ditegakkan. Mortalitas pasien AIDS mendekati 100% (Majalah Kesehatan Indonesia, 1995).
9. Pencegahan
Pencegahan dengan menghilangkan atau mengurangi perilaku berisiko merupakan tindakan yang sangat penting.
Penurunan risiko pada individu :
Pendidikan kesehatan dan peningkatan pengetahuan yang benar mengenai patofisiologi HIV dan transmisinya terutama mengenai fakta penyakit dan perilaku yang dapat membantu mencegah penyebarannya.
Kontak seksual antara homoseksual sebaiknya dengan kondom.
Kurangi jumlah pasangan atau pakai kondom.
Tidak menggunakan alat suntik bersama-sama.
Membersihkan alat suntik dengan cairan pembersih atau mengganti jarum suntik.
Orang normal dengan pasangan yang berisiko, menggunakan teknik seks yang aman :
Menghindari aktivitas seksual yang berisiko (anal/vaginal).
Pakai kondom dari lateks.
Pakai spermisida nonoksinol-9.
Pemijatan serta sentuhan.
Untuk pasien hemofili atau kemungkinan untuk transfusi dan penggunaan produk darah :
Menyimpan darah sendiri sebelum operasi.
Hemodilusi.
Penggunaan rekombinan faktor pembeku darah.
Penggunaan rekombinan faktor pertumbuhan hematopoietik.
Pengganti sel darah merah.
Wanita dengan HIV : kontrasepsi untuk mencegah kehamilan dan tidak memberi ASI pada bayi.
Penurunan risiko pada tenaga kesehatan :
Penggunaan alat pelindung pribadi untuk menurunkan risiko terkena darah atau bahan-bahan lain yang mungkin infeksius.
Setelah penggunaan alat pelindung, tangan harus dicuci dengan sabun dan air.
Batasi resusitasi mouth to mouth, gunakan alat bantu mulut, kantung resusitasi, dan lain-lain yang tersedia.
Cuci bagian tubuh yang terpapar cairan tubuh/mukosa membran yang potensial menimbulkan infeksi dengan sabun dan air.
Pemeriksaan HIV dan hepatitis bagi yang tertusuk jarum, tergores pisau.
Dekontaminasi area kerja.
Pembuangan alat-alat medis pada tempat yang tepat.
Hindari penutupan kembali dengan kedua tangan, membengkokkan, memindahkan jarum suntik bekas. Lakukan dengan satu tangan atau dengan forceps (Muma et al, 1997).
10. Prioritas Keperawatan
a. Mencegah, memperkecil infeksi
b. Mempertahankan homeostatis.
c. Mengusahakan kenyamanan
d. Memberikan penyesuaian psikososial
e. Memberikan informasi mengenai proses penyakit/ prognosis dan kebutuhan perawatan.

KEBUTUHAN MENURUT MSLOW

Menurut Abraham Maslow manusia mempunyai lima kebutuhan yang membentuk tingkatan-tingkatan atau disebut juga hirarki dari yang paling penting hingga yang tidak penting dan dari yang mudah hingga yang sulit untuk dicapai atau didapat. Motivasi manusia sangat dipengaruhi oleh kebutuhan mendasar yang perlu dipenuhi.

Kebutuhan maslow harus memenuhi kebutuhan yang paling penting dahulu kemudian meningkat ke yang tidak terlalu penting. Untuk dapat merasakan nikmat suatu tingkat kebutuhan perlu dipuaskan dahulu kebutuhan yang berada pada tingkat di bawahnya.

Lima (5) kebutuhan dasar Maslow – disusun berdasarkan kebutuhan yang paling penting hingga yang tidak terlalu krusial :

1. Kebutuhan Fisiologis
Contohnya adalah : Sandang / pakaian, pangan / makanan, papan / rumah, dan kebutuhan biologis seperti buang air besar, buang air kecil, bernafas, dan lain sebagainya.

2. Kebutuhan Keamanan dan Keselamatan
Contoh seperti : Bebas dari penjajahan, bebas dari ancaman, bebas dari rasa sakit, bebas dari teror, dan lain sebagainya.

3. Kebutuhan Sosial
Misalnya adalah : memiliki teman, memiliki keluarga, kebutuhan cinta dari lawan jenis, dan lain-lain.

4. Kebutuhan Penghargaan
Contoh : pujian, piagam, tanda jasa, hadiah, dan banyak lagi lainnya.

5. Kebutuhan Aktualisasi Diri
Adalah kebutuhan dan keinginan untuk bertindak sesuka hati sesuai dengan bakat dan minatnya.

TBC

Tuberculosis (sering dikenal sebagai “TB”) adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Umumnya menginfeksi paru-paru, walaupun dapat pula menginfeksi organ tubuh lainnya.

Ketika seseorang yang mengidap TB batuk atau bersin, udara yang disemburkan mengandung titik air yang tercemar bakteri tersebut. Biasanya orang tertular TB karena menghirup udara yang mengandung titik air terinfeksi ini.

Sebagai salah satu penyakit yang ditakuti pada abad ke-19, TB adalah penyebab nomor 8 kematian anak usia 1 hingga 4 tahun pada tahun ’20-an. Dengan meningkatnya standar kehidupan dan pelayanan kesehatan di Amerika Serikat, tingkat kejadian TB menurun. Pada tahun ’60-an penyakit ini bahkan tidak termasuk di antara 10 penyebab kematian utama pada anak dalam usia berapa pun.

Namun TB menyerang kembali di Amerika Serikat akhir-akhir ini – terutama di antara para gelandangan, narapidana, dan mereka yang rentan akibat terinfeksi HIV. Selain itu, muculnya kasus TBC yang resisten terhadap kombinasi obat juga semakin meningkat.

Tanda dan Gejala

Uji rutin untuk TB menggunakan tes tuberkulin pada kulit (digunakan untuk menentukan apakah seseorang sudah terinfeksi bakteri TBC) kini hanya dianjurkan untuk anak yang berisiko tinggi terpapar penyakit ini. Faktor risiko termasuk tertular orang dewasa, melakukan kontak dengan mantan narapidana, gelandangan, dan melakukan perjalanan ke negara yang memiliki tingkat penularan TBC yang tinggi, seperti Meksiko, India, Vietnam, Cina, Filipina, dan kebanyakan negara di Amerika Latin, Asia, Timur Tengah, dan Afrika. Anak adopsi dari daerah berisiko tinggi juga perlu diuji, termasuk Rumania dan Rusia.

Pada kebanyakan kasus, hanya jika hasil tes tuberkulin pada kulit positif, maka anak tersebut telah terinfeksi. Anak yang hasil tes tuberkulinnya positif, walaupun tidak menunjukkan gejala penyakit, umumnya perlu memperoleh pengobatan. Namun untuk anak yang berisiko tinggi, hasil tes yang negatif perlu dilanjutkan dengan foto rontgen dan pengobatan. Hasil uji yang demikian perlu diulang tiga bulan kemudian.

Uji TBC, yang biasa disebut sebagai tes Mantoux, merupakan tes tuberkulin pada kulit dengan menggunakan 5 unit derifatif protein termurnikan (purified protein derivative, PPD). Uji TBC dalam bentuk lain tidak dianjurkan. Setelah dilakukan pada lengan si anak, tes tuberkulin pada kulit dibaca 48 – 72 jam kemudian oleh orang yang berpengalaman. Interpretasi tergantung tidak saja dari tipe reaksi setelah tes, namun juga pada tingkat risiko anak terkena TBC. Anak yang berusia di atas 4 tahun dan tanpa faktor risiko mungkin mengalami sedikit reaksi (pembengkakan sebesar 5 – 14 mm) dan tidak terinfeksi TBC. Sedangkan anak yang memiliki kontak yang dekat dengan penderita TBC akan dianggap terinfeksi walaupun mengalami reaksi yang sangat kecil (lebih besar atau sama dengan pembengkakan 5 mm). Anak yang telah menerima imunisasi BCG juga dapat diuji Mantoux. Bahkan pada anak yang memiliki masalah pada sistem kekebalan tubuhnya akan memperoleh hasil negatif uji tuberkulin pada kulitnya, padahal kemungkinan terinfeksi TBC.

Pada anak yang usianya lebih dewasa, TBC paru primer (infeksi pertama dengan bakteri TBC) biasanya tidak menimbulkan tanda atau gejala, dan hasil foto rontgen dada tidak terlihat adanya tanda infeksi. Sangat jarang terjadi pembengkakan kelenjar limfe dan kemungkinan sedikit batuk.

Infeksi primer ini biasanya sembuh dengan sendirinya karena anak telah membentuk kekebalan tubuh selama periode waktu 6 hingga 10 minggu. Namun pada beberapa kasus, jika tidak ditangani dengan benar (biasanya antara 6 bulan hingga 2 tahun), infeksi ini dapat berkembang menjadi penyakit dan menyebar ke seluruh paru-paru (disebut TBC progresif) atau ke organ tubuh lainnya. Hal ini ditandai dengan demam, kehilangan berat badan, kelelahan, kehilangan selera makan, kesulitan bernafas, dan batuk.

Tipe infeksi lainnya disebut TBC reaktivasi. Dalam hal ini infeksi primer sudah teratasi, namun bakteri TBC masih dalam keadaan tidur atau hibernasi. Ketika kondisi memungkinkan (misalnya kekebalan tubuh menurun), bakteri menjadi aktif. TBC pada anak yang lebih tua dan orang dewasa mungkin saja termasuk tipe ini. Gejala yang paling jelas adalah demam terus-menerus, diiringi dengan keringat pada malam hari. Kelelahan dan kehilangan berat badan juga mungkin terjadi. Jika penyakit bertambah parah dan terbentuk lubang-lubang pada paru-paru, penderita TBC akan mengalami batuk dan mungkin terdapat darah pada produksi air liur, dahak, atau phlegm.

Kebanyakan anak yang menderita TBC tidak menunjukkan gejala apapun. Mereka dikatakan mengalami infeksi TBC jika memiliki hasil PPD yang positif, walaupun hasil foto rontgen-nya normal dan tidak memiliki tanda atau gejala TBC.

Sebagai tambahan dari tes tuberkulin pada kulit, anak yang mengidap TBC juga harus menjalani tes tambahan dengan mengkultur bakteri TBC. Dengan demikian kita bisa menentukan bakteri yang dikultur sensitif terhadap jenis obat apa. Karena TBC adalah bakteri yang lambat pertumbuhannya, kultur ini bisa mencapai 10 minggu untuk memperoleh hasilnya. Untuk melakukan kultur, kita perlu memperoleh hasil dari pernapasan gastric di pagi hari jika anak tidak dapat menghasilkan batuk untuk sampel sputum. Anak yang mengidap TBC juga perlu dites HIV.

TBC pada paru-paru menyebabkan pembentukan luka, pembengkakan pleural dan pembesaran kelenjar limfe. Hal-hal ini biasanya dapat terlihat pada hasil foto rontgen. Selain gejala pada paru yang disebutkan di atas, penyakit TBC juga dapat menyebabkan meningitis dan infeksi pada telinga, ginjal, tulang, dan persendian.
Pencegahan

Pencegahan TB tergantung pada:

1. Menghindari kontak dengan penderita aktif TBC
2. Menggunakan obat-obatan sebagai langkah pencegahan pada kasus berisiko tinggi
3. Menjaga standar hidup yang baik

Kasus baru dan pasien yang berpotensi tertular diidentifikasi melalui penggunaan dan interpretasi tes kulit tuberkulin yang tepat.

Imunisasi BCG (Bacille Calmette – GuĂ©rin) dipandang kontroversial karena tidak terlalu efektif diberikan di negara yang tingkat kejadian TBC rendah. Untuk alasan inilah BCG umumnya tidak diberikan di Amerika Serikat. Namun sebaiknya diberikan ke anak yang berpindah ke negara dimana TBC banyak terjadi.
Penularan

TBC memang menular ketika bakterinya berada di udara dan dihirup oleh orang lain.
Secara umum, penyakit ini tidak dianggap menular pada anak-anak, yang biasanya terinfeksi dari pasien orang dewasa. Masa inkubasi (waktu yang diperlukan untuk seseorang menjadi terinfeksi setelah tertular) bervariasi antara mingguan hingga tahunan, tergantung dari orang itu sendiri dan jenis infeksinya, apakah primer, progresif, atau reaktivasi.

Pengobatan

Dokter biasanya menganjurkan rawat inap untuk evaluasi awal dan pengobatan TBC, terutama jika:

1. Penderita adalah anak kecil
2. Adanya reaksi obat yang parah
3. Adanya penyakit lain selain TB

Walaupun demikian, kebanyakan anak kecil yang menderita TBC dapat melakukan rawat jalan dan pengobatan di rumah. Pengobatan TBC biasanya berupa pengobatan oral. Pada beberapa kasus, ada tiga atau empat jenis obat yang diresepkan.

Sangat penting diingat bahwa rangkaian pengobatan harus dijalani dengan lengkap agar TBC dapat disembuhkan, meskipun membutuhkan waktu beberapa bulan. Obat yang digunakan merupakan kombinasi antibiotik, tergantung dari resistensi bakteri terhadap obat uang umum digunakan. Pengobatan ini harus dikoordinasikan dengan departemen kesehatan setempat dan/atau ahli penyakit menular pada anak.

Orang yang memiliki hasil PPD positif sebaiknya membutuhkan pengobatan, biasanya berupa isoniazid (INH) selama 9 bulan. Jika infeksi TBC yang diderita ternyata resisten terhadap isoniazid, maka dibutuhkan rifampin selama 6 bulan. Obat lain yang biasa digunakan adalah pyrazinamide. Etambutol atau streptomycin dapat digunakan untuk bakteri TBC yang resisten pada beberapa obat. Pengobatan untuk penyakit TBC kompleks (baik meningitis maupun infeksi pada tulang atau persendian) biasanya berlangsung selama 9 – 12 bulan dengan menggunakan 3 hingga 4 jenis obat.

Kebanyakan penderita TBC harus mengitu Terapi Observasi Langsung (directly observed therapy, DOT), dimana pengobatan diawasi oleh pekerja kesehatan, baik secara langsung maupun menggunakan video.

Orang dewasa penderita TBC sangatlah menular setidaknya selama beberapa minggu setelah memulai pengobatan yang benar. Anak-anak penderita TBC tidak terlalu menular karena mereka umumnya memiliki lesi yang keciil pada paru-paru dan jarang batuk.

Semua kasus infeksi dan penyakit TBC harus dilaporkan ke departemen kesehatan lokal di sekeliling Anda.
Durasi

TBC adalah penyakit kronis yang dapat berlangsung bertahun-tahun jika tidak diobati.
Kapan Menghubungi DSA Anda

Hubungi dokter jika anak Anda:

1. Berhubungan langsung dengan orang yang sedang (atau dicurigai) mengidap TBC
2. Mengalami demam terus-menerus
3. Berkeringat di malam hari
4. Mengalami batuk terus-menerus yang tidak dapat disembuhkan dengan pengobatan batuk yang standar

KONSEP DIRI

A.Defenisi Konsep Diri
Umum
Konsep diri adalah semua ide, pikiran, perasaan, kepercayaann dan pendirian yang di ketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi, dalam lembaga dengan orang lain.
Menurut Stuart and Sundeen (1991)
Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang di ketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain. Termasuk persepsi individu akan sifat dan kemampuannya, interaksi dengan orang lain dan lingkungan, nilai-nilai yang berkaitan dengan pengalaman dan objek, tujuan serta keinginannya.
Menurut Deek William and Raulin (1986)
Lebih menjelaskan bahwa konsep diri adalah cara individu memandang dirinya secara utuh fisikal, emosional, intelektual, sosial dan spiritual.
Konsep diri dipelajri melalui kontak sosial dan pengalaman berhubungan dengan orang lain. Pandangan orang lain tentang dirinya.
B.Rentang Respon Konsep Diri
Respon individu terhadap konsep dirinya berfluktuasi sepanjang rentang respons konsep diri yaitu dari adaptif sampai maladaptif

RENTANG, RESPON KONSEP – DIRI

Respon adaptif Respon maladatif

Aktualisasi Konsep Diri Harga Diri Kerancuan Deporsonalisasi
Diri Rendah Identitas

Pada klien yang mengalami gangguan fisik, dirawat di rumah sakit, mengalami perubahan peran dan lingkungan, mempunyai resiko terjadinya gangguang konsep diri,. Untuk itu akan di jelaskan tiap komponen tentang perubahan yang dapat terjadi.
C.Pembagian Konsep Diri
Citra tubuh (Body image)
Ideal diri (self ideal)
Harga diri (self esteem)
Peran (role performance)
Identitas diri (personal identity)
CITRA TUBUH
(Body image)
Citra tubuh adalah sikap, persepsi, keyakinan dan pengetahuan individu secara sadar atau tidak sadar terhadap tubuhnya yaitu ukuran, bentuk, struktur, fungsi, keterbatasan, makna dan objek yang kontak secara terus menerus (anting, make-up, kontak lensa, pakaian, kursi roda). baik masa lalu maupun sekarang.
IDEAL DIRI
Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana dia harus berprilaku berdasarkan standar, tujuan, keinginan atau nilai pribadi tertentu. Sering disebut bahwa idela diri sama dengan cita-cita, keinginan, harapan tentang diri sendiri.
HARGA DIRI
Harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Pencapaian ideal diri/cita-cita/harapan langsung menghasilkan perasaan berharga.
PERAN
Peran adalah seperangkat prilaku yang diharapkan secara sosial yang berhubugnan dengan fungsi individu pada berbagai kelompok sosial. Tiap dindividu mempunyai berbagai peran yang terintegrasi dalam pola fungsi individu
IDENTITAS
Identitas adalah kesadaran akan keunikan diri sendiri yang bersumber dari penilaian dan observasi diri sendiri. Identitas di tandai dengan kemampuan memandang diri sendiri beda dengan orang lain, mempunyai percayai diri, dapat mengonttrol diri, mempunyai persepsi tentang peran serta citra diri
D. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONSEP DIRI
I.Teori Perkembangan
Konsep diri belum ada waktu lahir
Konsep diri berkembang secara bertahap
Sejak lahir : mengenal dan membedakan orang lain
Batasan diri – terpisah dari lingkungan berkembang mell.
Kegiatan eksplorasi lingkungan
Pengalaman/pengenalan tubuh
Nama panggilan
Pengalaman Budaya dan hubungan interperhensif
Perasaan positif
Perasaan berharga
Perasaan bernilai
Kemampuan pada area tentang yang dinilai untuk diri sendiri dan masyarakat
Aktualisasi diri : Realisasi diri yang nyata
II.Significant others (Orang penting/dekat)
Konsep diri dipelajari melalui kontak dan pengalaman dengan orang lain
“Belajar diri sendiri melaluicermin orang lain”
Pandangan diri merupakan akan interpresasi dari pandangan orang lain terhadap diri sendiri
III.Self Perception
Persepsi individu terhadap diri sendiri
Persepsi individu terhada pengalaman akan situasi.
Pandangan diri dan pengalaman akan menghasilkan konsep diri sendiri.
E. Gangguan Konsep Diri
a.Pengertian
Gangguan konsep diri adalah suatu kondisi dimana individu mengalami kondisi pembahasan perasaan, pikiran atau pandangan dirinya sendiri yang negatif
1.Gangguan citra tubuh
Gangguan citra tubuh adalah perubahan persepsi tentang tubuh yang diakibatkan oleh perubahan ukuran bentuk, struktur, fungsi, keterbatasan, makna dan objek yang sering kontak dengan tubuh.
Pada klien yang dirawat di rumah sakit umum, perubahan citra tubuh sangat mungkin terjadi. Sitesor pada tiap perubahan adalah
Perubahan ukuran tubuh berat badan yang turun akibat penyakit
Perubahan bentuk tubuh, tindakan invasif, seperti operasi, suntikan daerah pemasangan infus.
Perubahan struktur, sama dengan perubahan bentuk tubuh di sertai degnan pemasangan alat di dalam tubuh.
perubahan fungsi berbagaipenyakit yang dapat merubah sistem tubuh
Keterbatasan gerak, makan, kegiatan.
Makna dan objek yang sering kotak, penampilan dan dandan berubah, pemasangan alat pada tubuh klien (infus, fraksi, respirator, suntik, pemeriksaan tanda vital, dan lain-lain)
Tanda dan gejala gangguan citra tubuh :
1. Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah
2.Tidak menerima perubahan tubuh yang telah terjadi/akan terjadi
3.Menolak penjelasan perubahan tubuh
4.Persepsi negatif pada tubuh
5.Preokupasi dengan bagian tubuh yang hilang
6.Mengungkapkan keputusasaan
7.Mengungkapkan ketakutan
2. Gangguan Ideal Diri
Gangguan ideal diri adalah ideal diri yang terlalu tinggi, sukar dicapai dan tidak realistis ideal diri yang samar dan tidak jelas dan cenderung menuntut.
Pada klien yang dirawat di rumah sakit karena sakit maka ideal dirinya dapat terganggu. Atau ideal diri klien terhadap hasil pengobatan yang terlalu tinggi dan sukar dicapai.

Tanda dan gejala yang dapat dikaji
1. Mengungkapkan keputusan akibat penyakitnya, misalnya : saya tidak bisa ikut ujian karena sakit, saya tidak bisaa lagi jadi peragawati karena bekas operasi di muka saya, kaki saya yang dioperasi membuat saya tidak main bola.
2. Mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi, misalnya saya pasti bisa sembuh pada hal prognosa penyakitnya buruk; setelahsehat saya akan sekolah lagi padahal penyakitnya mengakibatkan tidak mungkin lagi sekolah.
3.Gangguan Harga Diri
Gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan.
Gangguan harga diri yang disebut sebagai harga diri rendah dan dapat terjadi secara :
1.Situasional, yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misalnya harus operasi, kecelakaan, dicerai suami, putus sekolah, putus hubungan kerja, perasaan malu karena sesuatu terjadi (korban perkosaan, dituduh KKN, dipenjara tiba-tiba ).
a.Privacy yang kurang diperhatikan, misalnya pemeriksaan fisik yang sembarangan pemasangan alat yang tidak sopan (pengukuran pubis, pemasangan kateler pemeriksaan perincal)
b.Harapan akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang tidak tercapai karena dirawat/sakit/penyakit.
c.Perlakuan petugas kesehatan yang tidak menghargai, misalnya berbagai pemeriksaan dilakukan tanpa penjelasan, berbagai tindakan tanpa persetujuan.
2.Kronik yaitu perasaan negatif terhadap diri telah berlangsung lama, yaitu sebelum sakit/dirawat klien ini mempunyai cara berpikir yang negatif. Kejadian sakit dan dirawat akan menambah persepsi negatif terhadap dirinya.
Tanda dan gejala yang dapat dikaji
1.Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakti dan akibat tindakan terhadap penyakit. Misalnya malu dan sedih karena rambut jadi botak setelah mendapat terapi sinar pada kanker.
2.Rasa bersalah terhadap diri sendiri. Misalnya ini tidak akan terjadi jika saya segera kerumah sakit, menyalahgunakan/mengejek dan mengkritik diri sendiri.
3.Merendahkan martabat. Misalnya saya tidak bisa, saya tidak mampu saya orang bodoh dan tidak tahu apa-apa.
4.Gangguan hubungan sosial, seperti menarik diri. Klien tidak ingin bertemu dengan orang lain, lebih suka sendiri.
5.Percaya diri kurang. klien sukar mengambil keputusan, misalnya tentang memilih alternatif tindakan.
6.Mencederai diri. Akibat harga diri yang rendah disertai harapan yang suram mungkin klien ingin mengakhiri kehidupan.
4. Gangguan Peran
Gangguan penampilan peran adalah berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan oleh penyakit, proses menua, putus sekolah, putus hubungan kerja.
Pada klien yang sedang dirawat di rumah sakit otomatis peran sosialo klien berubah menjadi peran sakit. Peran klien yang berubah adalah :
Peran dalam keluarga
Peran dalam pekerjaan/sekolah
Peran dalam berbagai kelompok
Klien tidak dapat melakukan peran yang biasa dilakukan selama dirawat di rumah sakit atau setelah kembali dari rumah sakit, klien tidak mungkin melakukan perannya yang biasa.
Tanda dan gejala yang dapat di kaji
1.Mengingkari ketidakmampuan menjalankan peran
2.Ketidakpuasan peran
3.Kegagalan menjalankan peran yang baru
4.Ketegangan menjalankan peran yang baru
5.Kurang tanggung jawab
6.Apatis/bosan/jenuh dan putus asa
5. Gangguan Identitas
Gangguan identitas adalah kekaburan/ketidakpastian memandang diri sendiri. Penuh dengan keragu-raguan, sukar menetapkan keinginan dan tidak mampu mengambil keputusan pada klien yang dirawat di rumah sakit karena penyakit fisik maka identitas dapat terganggu, karena.
Tubuh klien di kontrol oleh orang lain. Misalnya : Pelaksanaan pemeriksaan dan pelaksanaan tindakan tanpa penjelasan dan persetujuan klien.
Ketergantungan pada orang lain. Misalnya : untuk “self-care” perlu dibantu orang lain sehingga otonomi/kemandirian terganggu.
Perubahan peran dan fungsi. klien menjalankan peran sakit, peran sebelumnya tidak dapat di jalankan.
Tanda dan gejala yang dapat di kaji
1.Tidak ada percaya diri
2.Sukar mengambil keputusan
3.Ketergantungan
4.Masalah dalam hubungan interpersonal
5.Ragu/ tidak yakin terhadap keinginan
6.Projeksi (menyalahkan orang lain).
b). Faktor resiko penyimpangan konsep diri
1.Personal Identity Disturbance
Perubahan perkembangan
Trauma
Ketidaksesuaian Gender
Ketidaksesuaian kebudayaan
2.Body Image Disturbance
Kehilangan salah satu fungsi tubuh
Kecacatan
Perubahan perkembangan
3.Self Esteem Dusturbance
Hubungan interpersonal yang tidak sehat
Gagal mencapai perkembangan yang penting
Gagal mencpaai tujuan hidup
Gagal dalam kehidupan dengan moral tertentu
Perasaan tidak berdaya
Gagal dalam kehidupan dengan moral tertentu
Perasaan tidak berdaya
4.Altered Role Peformance
Kehilangan nilai peran
Dua harapan peran
Konflik peran
Ketidakmampuan menemukan peran yang diinginkan
F. Pengkajian Konsep Diri
a.Faktor predisposisi
1. Faktor yang mempengaruhi harga diri meliputi perilaku yang objektif dan teramati serta bersifatsubjektif dan dunia dalam pasien sendiri. Perilaku berhubungan dengan harga diri yang rendah, keracuan identitas, dan deporsonalisasi.
2. Faktor yang mempengaruhi peran adalah streotipik peran seks, tuntutan peran kerja, dan harapan peran kultural.
3. Faktor yang mempengaruhi identitas personal meliputi ketidakpercayaan orang tua, tekanan dari kelompok sebaya, dan perubahan dalam struktur sosial.
b. Stresor Pencetus
a). Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan kejadian mengancam kehidupan
b). Ketegangan peran hubugnan dengan peran atau posisi yang diharapkan dimana individu mengalaminya sebagai frustasi. ada tiga jenis transisi peran :
1). Transisi peran perkembangan
2). Transisi peran situasi
3) Transisi peran sehat /sakit
c. Sumber-sumber koping
Setiap orang mempunyai kelebihan personal sebagai sumber koping, meliputi :
Aktifitas olahraga dan aktifitas lain diluar rumah
Hobby dan kerajinan tangan
Seni yang ekspresif
Kesehatan dan perawan diri
Pekerjaan atau posisi
Bakat Tertentu
Kecerdasan
Imajinasi dan kreativitas
Hubungan interpersonal
d. Mekanisme Koping
Pertahanan koping dalam jangka pendek
Pertahanan koping jangka panjang
Mekanisme pertahanan ego
Untuk mengetahui persepsi seseorang tentang dirinya, maka orang tersebut harus bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut :

1.Persepsi psikologis :
Bagaimana watak saya sebenarnya ?
Apa yang membuat saya bahagia atau sedih ?
Apakah yang sangat mencemaskan saya ?
2.Persepsi Sosial
Bagaimana orang lain memandang saya ?
Apakah mereka menghargai saya bahagia atau sedih?
Apakah mereka membenci atau menyukai saya ?
3.Persepsi Fisis
Bagaimana pandangan saya tentang penampilan saya ?
Apakah saya orang yang cantik atau jelek ?
Apakah Tubuh saya kuat atau lemah ?
Pendekatan dan pertanyaan dalam pengkajian sesuai dengan faktor yang dikaji :
1). Identitas
Dapatkah anda menjelaskan siapa diri anda pada orang lain : Karakteristik dan kekuatan
2). Body Image
Dapatkah anda mejnelaskan keadaan tubuh anda kepada saya
Apa yang paling anda sukai dari tubuh anda
Apakah ada bagian dari tubuh anda, yang ingin anda rubah

3). Self esteem
Dapatkah anda katakan apa yang membuat anda puas
Ingin jadi siapakh anda
Siapa dan apa yang menjadi harapan anda
Apakah harapan itu realistis ?
Siginifikan : Apa respon anda, saat anda tidak merasa dicintai dan tidak dihargai ? Siapakah yang paling penting bagi anda
Competence : Apa perasaan anda mengenai kemampuan dalam mengerjakan sesuatu untuk kepentingan hidup anda ?
Virtue : Pada tingkatan mana anda merasa nyaman terhadap jalan hidup bila dihubungkan dengan standar moral yang dianut.
Power : Pada tingkatan mana anda perlu harus mengontrol apa yang terjadi dalam hidup anda. Apa yang kamu rasakan
4). Role Performance
Apa yang anda rasakan mengenai kemampuan anda untuk melakukan segala sesutu sesuai peran anda ? Apakah peran saat ini membuat anda puas ?

SKIZOFRENIA

A.Pengertian
Skizofrenia adalah gangguan yang umumnya ditandai oleh distorsi pikran dan persepsi yang mendasar dan khas, dan oleh afek yang tidak wajar atau tumpul. ( 3 : 105 )
Menurut Emi Kraeplin skizofrenia terjadi karena kemunduran intelegensi sebelum waktunya sehingga disebut dimensia prekoks/muda. ( 1 : 685 )
Skizofrenia adalah suatu sindrom klinis yang dinyatakan dengan kelainan dalam isi dan organisasai pikiran, persepsi masukan sensori, ketegangan afek/emosional, identitas, kemauan, perilaku psikomotor dan kemampuan untuk menetapkan hubungan interpersonal yang memuaskan. ( 4 : 143 )

Faktor predisposisi
Faktor genetik
Individu–individu yang berada pada resiko tinggi terhadap kelainan ini adalah mereka yang memiliki anggota keluarga dengan keturunan yang sama, terutama pada kembar monozigot yang mempunyai angka kesesuaian yang lebih tinggi. ( 4 : 146 ). Penelitian pada kembar monosigot yang diadopsi menunjukkan bahwa yang diasuh oleh orang tua angkat mempunyai skizofrenia dengan kemungkinan yang sama besarnya seperti saudara kembarnya yang dibesarkan oleh orang tua kandungnya. Temuan ini menyatakan bahwa pengaruh genetika melebihi pengaruh lingkungan. (1 : 703)
Faktor biokimia
Menyatakan adanya peningkatan dari dopamin neurotransmitter, yang diperkirakan menghasilkan gejala–gejala peningkatan aktivitas yang berlebihan dan pemecahan asosiasi–asosiasi yang umumnya diobservasi. ( 4 : 146-147 )
Teori psikoanalitik
Sigmund Freud mendalilkan bahwa skizofrenia disebabkan oleh fiksasi perkembangan yang terjadi lebih awal dari yang menyebabkan perkembangan neurosis. Pandangan psikoanalisis umum tentang skizofrenia menhipotesiskan bahwa defek ego mempengaruhi interpretasi kenyataan dan pengendalian dorongan-dorongan dari dalam (inner drives), seperti seks dan agresi. Gangguan terjadi sebagai akibat dari penyimpangan dalam hubungan timbal balik antara bayi dan ibunya. Seperti yang dijelaskan oleh Margaret Mahler, anak-anak adalah tidak mampu untuk berpisah dan berkembang melebihi kedekatan dan ketergantungan lengkap yang menandai hubungan ibu anak didalam fase oral perkembangan. Orang skizofrenia tidak pernah mencapai ketetapan objek, yang ditandai oleh suatu perasaan identitas yang pasti dan yang disebabkan oleh perlekatan erat dengan ibunya selama masih bayi. ( 1 : 704 ).
Teori psikodinamik
Pandangan psikodinamika tentang skizofrenia , mereka cenderung menganggap hipersensitivitas terhadap stimuli persepsi yang didasarkan secara konstitusional sebagai suatu defisit. Malahan suatu penelitian yang baik menyatakan bahwa pasien dengan skizofrenia adalah sulit untuk menyaring berbagai stimuli dan untuk memusatkan pada suatu data pada suatu waktu. Defek pada barier stimulus tersebut menciptakan kesulitan pada keseluruhan tiap fase perkembangan selama masa anak-anak dan menempatkan stress tertentu pada hubungan interpersonal (1 : 705)
Teori belajar
Menurut ahli teori belajar, anak-anak yang kemudian menderita skizofrenia mempelajari reaksi dan cara berpikir yang irrasional dengan meniru orangtuanya yang memiliki masalah emosionalnya sendiri yang bermakna. Hubungan interpersonal yang dari orang skizofrenia, menurut teori belajar, juga berkembang karena dipelajarinya model yang buruk selama masa anak-anak.. ( 1 : 705 )
Teori sistem keluarga
Menggambarkan perkembangan skizofrenia sebagai suatu perkembangan disfungsi keluarga. ( 4 : 147 )
Gregory Bateson (Konsep ikatan ganda) untuk menggambarkan suatu keluarga dimana anak-anak mendapatkan pesan yang bertentangan dari orangtuanya tentang prilaku, sikap, dan perasaan anak. Di dalam hipotesis tersebut anak menarik diri kedalam psikostik mereka sendiri untuk meloloskan dari kebingungan ikatan ganda yang tidak dapat dipecahkan
B. Kriteria diagnostik ( 5 : 46-47)

harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):
(a). – “throught echo” = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan , walaupun isinya sama, namuin kualitasnya berbeda; atau
“throught insertion or withdrawal “ = isi pikiran yang asing dari luar mnasuk kedalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan
“throught broadcasting” = isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau umum mengetahuinya ;
(b). – “ delusion of control” = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan tertentu dari luar ; atau
– “delusion of influence” = waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu kekuatan tertentu dari luar; atau
– “delusion of passivity” = waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadfap sesuatu kekuatan dari luar; (tentang “dirinya” = secara jelas merujuk kepergerakan tubuh /anggota gerak atau kepikiran, tindakan, atau penginderaan khusus);
– “delusional perception” = pengalaman inderawi yang tidak wajar, yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat;
(c). halusinasi auditorik :
suara halusinasi yang berkomentar secara terus-menerus terhadap perilaku pasien; atau
mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri (diantara berbagai suara yang berbicara), atau
jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.
(d). waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan diatas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan makhluk asing darri dunia lain).
atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas :
(e) halusinasi yang menetap darri pancaindera apa saja, apabila disertai baik oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (over valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau berbuilan-bulan terus-menerus;
(f). arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan (interpolation), yang berakibat incoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme;
(g) perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh gelisah (excitement), posisi tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor;
(h) gejala-gejala “negatif” , seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika;
adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurung waktu satu bulan atau lebih ( tidak berlalu untuk setiap fase nonpsikotik prodromal).
harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi (personal behaviour), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tidak bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self absorbed attitude), dan penarikan diri secara sosial.

Tipe skizofrenia ( 3 : 110-117 )
Skizofrenia paranoid
Skizofrenia paranoid dikarakteristikkan dengan adanya :
Waham-waham kejaran atau kebesaran, merasa dirinya tinggi / istimewa, dan adanya kecurigaan yang ekstrem terhadap orang lain
Suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa whistling, humming atau laughing

Skizofrenia hebefrenia
Suatu bentuk skizofrenia dengan perubahan afektif yang tampak jelas, dan secara umum juga dijumpai waham dan halusinasi yang bersifat mengambang dan terputus-putus.
Afek datar atau tidak sesuai, mood pasien dangkal dan tidak wajar, sering cekikan, senyum sendiri, tertawa menyeringai dan ungkapan kata yang diulang-ulang.
Proses pikir mengalami disorganisasi dan pembicaraan tidak menentu serta inkoheren. Ada kecenderungan untuk menyendiri serta perilaku hampa tujuan dan hampa perasaan.
Skizofrenia katatonik
Gangguan psikomotor yang menonjol merupakan gambaran yang essensial dan dominan yang dimanifestasikan seperti :
Stupor ( amat berkurangnya reaktivitas terhadap lingkungan dan dalam gerakan serta aktivitas spontan ) atau mutisme
Aktivitas motorik yang berlebihan
Negativitisme yang ekstrim
Gerakan volunter yang aneh seperti yang ditunjukkan oleh posturing
Rigiditas
Ekolalia atau ekopraksia
Skizofrenia residual
Suatu stadium kronis dalam perkembangan suatu gangguan skizofrenia dimana telah terjadi progresi yang jelas dari stadium awal ( terdiri dari satu atau lebih episode skizofrenia dengan gejala-gejala yang menonjol ).
Perilaku pada skizofrenia residual eksentrik tetapi gejala psikosis pada saat dirawat tidak menonjol.
Gejala negatif skizofrenia yang menonjol, seperti perlambatan psikomotor, aktivitas yang menurun, afek yang menumpul, sikap pasif dan ketiadaan inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau isi pembicaraan dan komunikasi non verbal yang buruk.
Skizofrenia simpleks
Suatu kelainan yang tidal lazim dimana ada perkembangan yang bersifat perlahan tetapi progresif mengenai keanehan tingkah laku, ketidakmampuan memenuhi tuntutan masyarakat dan penurunan kinerja secara menyeluruh.
Tidak terdapat waham dan halusinasi, tetapi disertai dengan perubahan yang bermakna pada perilaku perorangan, yang bermanifestasi sebagai kehilangan minat yang mencolok, kemalasan dan penarikan diri secara sosial.

Terapi ( 1 : 724-729 )
Terapi somatik
Antipsikotik
Antipsikotik termasuk tiga kelas obat yang utama :
Antagonis resptor dopamin
Risperidone ( risperdal )
Clozapine ( clozaril )
Obat lain
Lithium
Antikonvulsan
Benzodiazepin
Terapi elektro konvulsif ( ECT )
Seperti juga dengan terapi konvulsi yang lain, cara bekerjanya elektro konvulsi belum diketahui dengan jelas. Dapat dikatakan bahwa terapi konvulsi dapat memperpendek lamanya serangan skizofrenik dan dapat mempermudah kontak dengan pasien.Akan tetapi terapi ini tidak dapat mencegah serangan yang akan datang. ECT lebih mudah diberikan, dapat dilakukan secara ambulans, bahaya lebih kecil, lebih murah dan tidak memerlukan tenaga yang khusus
ECT baik hasilnya pada jenis katatonik terutama katatonikstupor. Terhadap skizofrenik simplex efeknya mengecewakan, bila gejala hanya ringan lantas diberi ETC, kadang-kadang gejala menjadi lebih berat.

Terapi psikososial
Terapi perilaku
Rencana pengobatan untuk skizofrenia harus ditujukan pada kemampuan dan kekurangan pasien. Teknik perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan keterampilan sosial untuk meningkatkan kemampuan sosial, kemampuan memenuhi diri sendiri, latihan praktis dan komunikasi interpersonal. Perilaku adaptif adalah didorong dengan pujian atau hadiah yanga dapat ditebus untuk hal-hal yang diharapakan. Dengan demikian, frekuensi perilaku maladaptif atau mernyimpang seperti berbicara lantang, berbicara sendirian di masyarakat dan postur tubuh yang aneh dapat diturunkan.
Latihan keterampilan perilaku melibatkan penggunaan kaset video orang lain dan pasien, permainan simulasi dalam terapi dan pekerjaan rumah tentang keterampilan.
Terapi berorientasi keluarga
Perilaku setelah periode pemulangan, topik penting yang dibahas adalah proses pemulihan. Pusat terapi harus pada situasi untuk mengidentifikasi dan menghindari situasi yang memungkinkan menimbulkan kesulitan. Terapi selanjutnya dapat diarahkan kepada berbagai macam penerapan strategi menurunkan stress dan mengatasi masalah dan pelibatan kembali pasien ke dalam aktivitas.
Terapi kelompok
Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana, masalah, dan hubungan dalam kehidupan nyata. Terapi ini juga efektif dalam menurunkan isolasi sosial, meningkatkan rasa persatuan dan meningkatkan tes realitas bagi pasien dengan skizofrenia.

Terapi psikomotor
Terapi psikomotorik ialah suatu bentuk terapi yang mempergunakan gerakan tubuh sebagai salah satu cara untuk melakukan analisa berbagai gejala yang mendasari suatu bentuk gangguan jiwa dan sekaligus sebagai terapi. Analisa yang diperoleh dapat dipakai sebagai bahan diskusi dinamika dari perilaku serta responnya dalam perubahan perilaku dengan tujuan mendapatkan perilaku yang paling sesuai dengan dirinya.
Terapi rekreasi
Terapi reakreasi ialah suatu bentuk terapi yang mempergunakan media reakresi (bermain, berolahraga, berdarmawisata, menonton TV, dan sebagainnya) dengan tujuan mengurangi keterganguan emosional dan memperbaiki prilaku melalui diskusi tentang kegiatan reakresi yang telah dilakukan, sehingg perilaku yang baik diulang dan yang buruk dihilangkan.
Art terapi
Art terapi ialah suatu bentuk yang menggunakan media seni ( tari, lukisan, musik,pahat, dan lain-lain) untuk mengekspresikan ketegangan-ketegangan pskis, keinginan yang terhalang sehingga mendapatkan berbagai bentuk hasil seni dan menyalurkan dorongan-dorongan yang terpendam dalam jiwa seseorang. Hasil seni yang dibuat selain dapat dinikmati orang lain dan dirinya juga akan meningkatkan harga diri seseorang.
Perawat jiwa yang selalu dekat dengan pasien diharapkan dapat memberikan berbagai kegiatan yang terarah dan berguna bagi pasien dalam berbagai terapi tersebut.

Rehabilitasi
Pengertian rehabilitasi adalah :
a.Suatu proses yang kompleks, meliputi berbagai disiplin dan merupakan gabungan dari usaha medik, sosial, educational dan vaksional yang terpadu untuk mempersiapkan , meningkatkan/mempertahankan dan membina seseorang agar dapat mencapai kembali taraf kemampuan fungsional setinggi mungkin.
b.Suatu proses refungsionalisasi dan pengembangan bagi penderita cacat agar mampu melaksankan fungsi sosilanya secara wajar dalam kehidupan masyarakat.

Dalam proses kegiatan pelayanan rehabilitasi pasien mental ada 2 usaha pokok yaitu persiapan , penyaluran/penempatan dan pengawasan.
Kegiatan persiapan
Kegiatan persiapan meliputi : seleksi/work assessment, okupasiterapi prevocational training (latihan kerja) seleksi/work asessment yang bertyjuan untuk memilih dan memberikan pengarahan dalam berbagai kegiatan yang cocok dengan kondisi pasien baik fisiknya, kecerdasannya, bakatnya, sifat-sifat keperibadiannya serta minatnya sehingga kegiatan tersebut dapat mengurangi gejala dan memperbaiki perilakunya. Okupasiterapi bertujuahn untuk memberikan berbagai kergiatan yang cocok sesuai dengan hasil seleksi. Latihan kerja (prevocational training) berusaha memberikan keterampilan kerja yang dapat dipakai sebagai bekal untuk hidup mandiri dan berguna.
Kegiatan penempatan/penyaluran
Kegiatan penempatan/penyaluran adalah usaha untuk mengembalikan pasien ke keluarga/masyarakat dengan memperbaiki hubungan yang retak antara pasien dan keluarga sehingga keluarga bersedia menerima kembali ataupun mencari pengganti dan menyalurkan ke instansi lain.
Kegiatan pengawasan
Kegiatan pengawasan adalah usaha tindak lanjut terhadap pasien yang telah dipulangkan dengan melakukan kunjungan rumah (home visit) atau menyelenggarakan bengkel kerja terlindung (sheltered workshop) di rumah sakit jiwa.

Peran perawat dalam pelayanan rehabilitasi pasien mental khususnya pasien skizofrenik, sangat penting, karena dalam kenyataan, pasien skizofrenik merupakan sebagian pasien kronis di dalam rumah sakit jiwa. Pasien kronis inilah yang merupakan sasaran pertama dalam upaya rehabilitasi agar mereka dapat dikembalikan ke masyarakat dan tidak mengisi sebagaian besar rumah sakit jiwa.
Perawat merupakan petugas yang kerab melakukan pelayanan di rumah sakit jiwa, oleh karena itu informasi-informasi, pengalaman-pengalaman serta usaha-usaha yang dilakukan seseorang perawat terhadap pasien mental akan sangat berperan baik dalam persiapan, penyaluran/penempatan dan pengawasan rehabilitasi. Di samping itu peran perawat dalam kegiatan rehabilitasi masih dibutuhkan terutama dalam melibatkan keluarga atau masyarakat dalam pelaksanaan dan memperlancar upaya rehabilitasi. Pada saat seperti itulah perawat dapat memberikan pengarahan mengenai bagaimana keluarga dapat membantu agar pasien tidak menjadi kambuh kembali yaitu dengan tetap memberikan kegiatan yang berguna kepada pasien dan jangan malah disembunyikan. Bila di rumah sakit tersebut telah ada pelayanan pelayanan day care maka perawat perlu menyarankan agar pasien tersebut mengikuti kegiatan day care.

LANSIA (Lanjut Usia)

A.Batasan Usia Lanjut
Ada dua terminologi mengenai usia lanjut yaitu yang berdasarakan usia kronologi dan usia biologik. Terminologi biologik sebenarnya yang lebih bernakna dalam penanganan masalah usia lanjut. Secara kronologik perjalanan hidup manusia terdiri dari beberapa masa yaitu :
Masa bayi (0 – 1 tahun)
Pra sekolah (6 – 10 tahun)
Masa puberitas (10 – 20 tahun)
Dewasa muda (20 – 30tahun)
Masa setengah renta (50 – 60 tahun)
Masa usia lanjut (>65 – 74 tahun)
Medium old (74 – 84 tahun)
Tua renta (>84 tahun)

Secara biologik proses penuaan dibagi menjadi 3 fase : yaitu fase pertumbuhan dan pengembangan, fase pematangan (maturasi) dan fase penurunan (karena penuaan).
Berbeda dengan makhluk ciptaan, manusia adalah sejenis makhluk ciptaan-Nya yang paling sempurna serta unik karena dikaruniai daya nalar/akal dan kemampuan otaknya untuk memilih ilmu pengetahuan dan upaya merencanakan atau merekayasa secara sadar perjalanan dan prkembangan hidup dirinya sendiri sebelum Tuhan mengakhiri hayatnya.
Rahmat berupa nikmat, yaitu otak manusia yang terdiri dari tidak kurang 100 miliar sel neuron (saraf) ibarat sebuah mesin komputer berenergi yang tidak pernah berhenti bekerja siang dan malam sejak kita kecil sampai kita tua renta.
Didalam seonggok organ jaringan otak yang beratnya ± 1,5 kg tercatat dan tersimpan berjuta-juta ingatan, kebiasaan bersikap/perilaku, kemampuan berpikir atau nalar, berkeinginan dan kehidupan emosi seperti : marah, malu, ketakutan, rasa senang bahagia, rasa menikmati sesuatu dan lain-lain. Namun demikian kemampuan dan kesempurnaan apapun yang diberikan kepada manusia untuk berupaya mempertahankan hidup selama mungkin, dia tetap dibayangi oleh proses alamiah dari bagian-bagian tubuhnya yang disebut proses menua baik yang telah terprogram secara genetik (teori Genetik Clock) ataupun pengaruh interaksi lingkungan yang berakibat pada mutasi somatik (teori Error Catastrophe). Proses mekanisme biologik berdasarkan kedua konsep teori tersebut, diduga sangat berperan, karena adanya perbedaan lamanya harapan hidup masing-masing spesies makhluk hidup.

B.Masalah Medik Lanjut Usia
Proses biologik yang sifatnya menua normal maupun karena Penyakit, akan mempunyai dampak berakibat kemunduran dan disfungsi pada sistem dan subsistem organ tubuh manusia.
Proses penuaan fisik berlangsung sejak lahir dengan kecepatan berbbeda antara masing-masing individu dan tiap-tiap organ tubuh. Kuantitas dan kualitas disfungsi tiap organ akan saling berpengaruh pada sistem faali dan struktur lainnya.
Didalam klinik, problema medik usia lanjut telah ditekuni oleh cabang keilmuan geriatric-gerontology. Hal ini memberikan peluang semakin pesatnya penelitian dan pengelolaan masalah medik usia lanjut seperti : geriatric neurology, psycho geriatric, geriatric Penyakit dalam, tatalaksana pengobatan dan lain-lain. Namun demikian dalam mengelola kasus geriatric, prinsip dasarnya adalah komprehensif interdisiplin ilmu.

BAB.III
PEMBAHASAN

A.Aspek medik dalam masalah usia lanjut dapat berupa sebagai berikut :
1.masalah pernafasan
akibat penuaan usia, membuat perubahan struktur muskuloskeletal dada yang ada hubungan dengan oaru-paru. Secara faali pada orang usia lanjut terjadi peningkatan volume udara residual di dalam saluran udara paling perifer akibat dari disfungsi serabut elastik alveolus dan broncheolus terminal.
Karena kapasitas total paru andalan sifatnya konstan, maka meningkatnya volume udara residual akan berakibat menurunnya udara melalui respirasi maksimal, sehingga mengakibatkan kapasitas vital tidak optimal.
2.Masalah peredaran darah
disini organ jantung dan pembuluh darah memegang peranan penting selain kulitas darahnya sendiri. Pada usia lanjut terjadi penebalan dinding pembuluh (atherosklerotis) dan iregularitas lumen.
Fibrosis otot jantung dan penebalan katup, sehingga akan berpengaruh pada kerja jantung sebagai pemompa darah. Sirkulasi darah sebagai sarana transportasi oksigen keseluruhan organ tubuh akan mengalami gangguan dan sirkulasi darah tersebut akan semakin memburuk bila terdapat hipertensi, dislipidemia, diabetes mellitus dan meningkatnya agregasi darah. Didalam klinik menifestasinya seperti stroke, Penyakit jantung koroner dan hipertensi-artostatik.
3.Masalah Fungsi Kemih
Berkurangnya jumlah sel-sel berbagai organ tubuh akan mengakibatkan kemunduruan kemampuan kapasitas faali ginjal dan berbagai struktur yang terkait dengan kinerja saluran kemih. Dalam kepustakaan, para peneliti menyebutkan bahwa 600.000 sampai 1,2 juta satuan unit fungsional ginjal (nefron) yang terbentuk saat lahir akan bertahan sampai usia 30-40 tahun. Proses menua yang mengakibatkan jumlah nefron menurun, sehingga pada usia 80 tahun tinggal 30-50%. Masalah kemih lainnya adalah pembesaran prostat (beningn prostathypertophy), gangguan berkemih berupa retensio urine dan inkontinensia. Inkontinensia (ngompol) neirogenik terjadi pada usia lanjut karena adanya gangguan fungsional kontrol saraf terhadap kandung kemih
4. Masalah Buang Air Besar / Defeksi
Gangguan defekasi dapat berupa inkontinsia dan retensio alvi. Gangguan berkemih dapat disebabkan adanya subsistem alat pencernaan yang sifatnya perifer dan pada sistem kontrol saraf akibat proses menua atau bersamaan dengan adanya proses Penyakit lainnya.
5.Masalah Kepikunan/Demensia
Pikun / demensia ditandai dengan adanya kemunduruan daya ingat (memory) yang berangsur-angsur semakin berat dan disertai penurunan fungsi seperti psikis, perilaku dan menganggu fungsi sosialnya.
Pikun faali (wajar) yang terjadi pada usia lanjut disebabkan oleh proses degenerasi primer sel-sel neuron dan otak terutama di lobus frontal, temporal dan parietal. Pikun jenis ini disebut sebagai demensia primer. Demensia yang timbul akibat keadaan / Penyakit lain seperti terkena stroke, hepertensi kronik, gangguan metabolik, toksik, terutama otak, infeksi, tumor dan lain-lain disebut sebagai demensia sekunder yang biasanya lebih mudah diobati.
6.Masalah Gangguan Gerak
Gerakan motorik pada usia lanjut umumnya menjadi lebih lebih lamban (hipokinetik). Gangguan ini biasanya di sebabkan timbulnya proses degenerasi pada tingkat muskuloskeletal seperti : atropi otot, HNP, osteoporosis dan munculnya rasa nyeri pada persendian.
Gangguan gerak yang disebabkan oleh gangguan saraf, sering ditemui pada kelumpuhan karena stroke, syndroma dan Penyakit perkinson, attaksia serebeller dan ataxi spinal.

7.Masalah Gangguan Tidur
Patofisiologi tidur diduga mempunyai kaitan erat dengan peran neurotransmitter serotonergik dan adrenergik. Feinberg dkk, dari penelitiannya pendapatkan bahwa gangguan pola tidur pada usia lanjut adalah waktu total tidurnya berkurang, latensi tidur memanjang tetapi lebih sering terbangun.selain itu pada usia lanjut bisa terjadi sleep apnea yaitu terjadi henti napas minimal 10 detik dengan frekwensi 30 kali sepanjang malam atau sedikitnya 5 kali per jam.
Ada tiga jenis sleep apnea yaitu sleep apnea obstruktif, sleep apnea sentral dan kombinasi dari keduanya. Sleep apnea sentral disebabkan karena genagguan fungsi saraf-saraf pernapasan sehingga gagal mengaktifkan saraf diafragma. Sedangkan sleep apnea obstruktif timbul karena adanya kelemahan dari otot-otot lidah dan tenggorokan sehingga menghambat jalan nafas atau adanya adenoid (amandel) yang membesar dan sumbatan lendir.
8.Masalah impotensi
Impotensi adalah ketidakmampuan melakukan hubungan seksual secara adekuat. Adpun faktor-faktor yang menyebabkannya termasuk dalam kelompok faktor organo biologik dan psikososial.
Faktor organobiologik antara lain : gangguan fungsi hormonal (Menopouse, andropouse), gangguan fungsi saraf, aliran darah, metabolik serta adanya Penyakit penyerta yang timbul pada usia lanjut dan penggunaan obat-obatan (obat hipertensi, pnurunan kolesterol, antipsikotik, antikejang, alkohol, tembakau, opiat dan cimetidin).
9.Masalah perubahan seksual
Orang yang semakin menua (menjadi tua) seksual intercourse masih juga membutuhkannya, tidak ada batasan umur tertentu fungsi seksual sesorang terhenti, frekwensi seksual intercourse cenderung menurun secara bertahap tiap tahun tapi kapasitas untuk melakukan dan menikmati berjalan terus sampai tua.

B.Penatalaksanaan Dan Pengobatan
Adapun prinsip pengelolaan masalah medik usia lanjut harus dilaksanakan secara komprehensif interdisiplin ilmu. Selaian itu faktor penyebab masalah harus diteliti secara akurat dan ditentukan adanya hubungan antar fungsi organ / sistem yang terkait. Adalah sangat penting untuk memilih tindakan terapi yang efektif, rendah resiko / efek samping dan terjangkau atau murah. Sedangkan peran dikembangkan pada berbagai tindakan yaitu di keluarga, masyarakat, rumah sakit dan nursing home. Kiat preventif dan promotif perlu dikembangkan bukan dilakukan untuk mencegah tambahnya usia, tetapi guna meminimalkan kemunduran fungsi organ dan mencegah komplikasi morbiditas dan handicap (hambatan subjektif yahg dirasakan lansia untuk melakukan aktivitas sosial sehari-hari). Pengembangan program aktivitas psikososial sangat penting dalam menjaga kualitas hidup sebagai individu dan anggota masyarakat.

GLAUKOMA

A.Glaukoma.
Glaukoma adalah suatu gejala dari kumpulan penyakit yang menyebabkan suatu resultan yakni meningginya tekanan intra okuler yang cukup untuk menyebabkan degenerasi optic disk atau kelainan dalam lapangan pandang.

B.Etiologi.
a.Keturunan dalam keluarga.
b.Diabetes mellitus.
c.Arteriosklerosis
d.Pemakaian kortikosteroid dalam waktu yang lama.
e.Myopia tinggi dan progresif.

C.Klasifikasi Glaukoma.
Vaughan (1919) membuat klasifikasi glaukoma sebagai berikut :
1.Glaukoma primer
Glaukoma primer sudut terbuka (simple glaucoma) adalah yang paling sering ditemukan.
Glaukoma primer sudut tertutup (narrow angle glaucoma) ditemukan dlam bentuk akut, sub akut dan kronik.
2.Glaukoma sekunder
Disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam lensa, traktus uvealis, trauma.
Komplikasi dari salah satu operatif mata.
Berhubungan dengan rubeosis (DM)
Penggunaan kortikosteroid topikal.
Sebab yang lain jarang.
3.Glaukoma congenital.
Glaukoma kongeniotal primer (infantile) bleftalmus atau hidroftalmus.
Glaaukoma yang menyertai kelainan-kelainan congenital.
4.Glaucoma absolute.
Hasil akhir dari suatu glaucoma yang tidak terkontrol yaitu mengerasnya bola mata, berkurangnya penglihatan sampai dengan nol, dan rasanyeri. Glaucoma absolute merupakan keadan terakhir dari semua macam glaucoma dimana ketajaman penglihatan sudah menjadi nol, rata-rata terjadi setelah satu atau dua tahun serangan pertama glaucoma apabila tidak mendapat pengobata, tidak dioperasi, salah diagnosis, salah penanganan atau tekanan intra okuler dibiarkan meninggi.

D.Manifestasi Klinik
Umumnya dari riwayat keluarga ditemukan anggota keluarga dalam garis vertical atau horizontal memiliki penyakit serupa, penyakit ini berkembang secara perlahan namun pasti, penampilan bola mata seperti normal dan sebagian besar tidak menampakan kelainan selama stadium dini. Pada stadium lanjut keluhan klien yang mincul adalah sering menabrak akibat pandangan yang menjadi jelek atau lebih kabur, lapangan pandang menjdi lebih sempit hingga kebutaan secara permanen. Gejala yang lain adalah :
Mata mera dan sakit tanpa kotoran.
Kornea suram.
Diserttai sakit kepala hebat terkadang sampai muntah.
Kemunduran penglihatan yang berkurang cepat.
Nyeri di mata dan sekitarnya.
Udema kornea.
Pupil lebar dan refleks berkurang sampai hilang.
Lensa keruh.

E.Pemeriksaan Diagnostic.
1.Oftalmoskopi : Untuk melihat fundus bagian mata dalam yaitu retina, discus optikus macula dan pembuluh darah retina.
2.Tonometri : Adalah alat untuk mengukurtekanan intra okuler, nilai mencurigakan apabila berkisar antara 21-25 mmhg dan dianggap patologi bila melebihi 25 mmhg.
3.Pemeriksaan lampu-slit.
Lampu-slit digunakan unutk mengevaluasi oftalmik yaitu memperbesar kornea, sclera dan kornea inferior sehingga memberikan pandangan oblik kedalam tuberkulum dengan lensa khusus.
4.Pemeriksaan Ultrasonografi..
Ultrasonografi dalai gelombang suara yang dapat digunakan unutk mengukur dimensi dan struktur okuler. Ada dua tipe ultrasonografi yaitu :
A-Scan-Ultrasan.
Berguna untuk membedakan tumor maligna dan benigna, mengukur mata untuk pemsangan implant lensa okuler dan memantau adanya glaucoma congenital.
B-Scan-Ultrasan.
Berguana unutk mendeteksi dan mencari bagian struktur dalam mata yang kurang jelas akibat adanya katarak dan abnormalitas lain.

F. Penatalaksanaan.
Tujuan penatalaksanaan adalah menurunkan TIO ke tingkat yang konsisten dengan mempertahankan penglihatan, penatalaksanaan berbeda-beda tergantung klasifikasi penyakit dan respons terhadap terapi.
a.Terapi obat.
Aseta Zolamit (diamox, glaupakx) 500 mg oral.
Pilokarpin Hcl 2-6 % 1 tts / jam.
b.Bedah lazer.
Penembakan lazer untuk memperbaiki aliran humor aqueus dan menurunkan tio.
c.Bedah konfensional.
Iredektomi perifer atau lateral dilakukan untuk mengangkat sebagian iris unutk memungkinkan aliran humor aqueus Dari kornea posterior ke anterior.
Trabekulektomi (prosedur filtrasi) dilakukan untuk menciptakan saluran balu melalui sclera.

Daftar Pustaka.
1. Brunner and suddart, Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8, vol. 3, Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran , EGC, 2002.
2. Marylin E. Doengus, Rencana Asuhan Keperawatan, edisi 8, Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran , EGC, 2002.
3. Agus Purwadianto, Pedoman Pelksanaan Praktis Kedaduratan Medik, edisi 2, Jakarta : Penerbit Panitia Luluisan Reguler Universitas Indonesia, 2002.
4. Ditjen Binkesnas Depkes RI, Buku Pedoman Kesehatan Mata dan Pencegahan Kebutaan Untuk Puskesmas, Jakarta, 2002.

KESIMPULAN :

Klien Ny. S, umur 60 tahun, masuk RS sejak tanggal 12 – 4 – 2005, dilakukan pengkajian tanggal 25 April 2005 dengan keluhan utama mata kanan klien kabur, dan kemerahan, sakit kepala dan sakit pada rongga mata serta keluar air mata yang berlebih. Dengan diagnosa medik : Glaukoma.

Pada saat pengkajian ditemukan data – data sebagai berikut :
Tidak ada perubahan dalam pola nutrisi, eliminasi. Setelah mata kiri klien kabur klien sudah tidak dapat melakukan aktivitas seperti biasa, TD : 120/80 mmHg; N : 72 x / menit; S : 36,5 o C; P : 24 x / menit. Klien merasa kuatir dan mengeluhkan sakit kepala dan daerah rongga mata, klien tampak meringis, Mata : Ukuran pupil : OD : unround, OS: 2-3 mm, anisokor. Refleks terhadap cahaya: OD: (-) OS : (+), Visus OD: 0; OS : 5/60. bentuk simetris, conjungtiva OS : tidak anemis, OD : Hyperemis. TOD : 1/5,5 atau 3/10 = 50,6 mmhg, TOS : 4/5,5 = 20,6 mmhg. Tidak ada masalah dengan mulut dan tenggorokan. Dada, paru, jantung, sirkulasi, abdomen dan ekstremitas.

Hasil Lab : 25 April 2005
TTGO : 82 mg/dL
GD 2 Jam : 99 mg/dL
Ureum darah : 41,9 mg/dL
Kreatinin darah : 0,55 mg/dL
SGOT : 15 mg/dL
SGPT : 13 mg/dL
Colesterol total : 128 mg/dL
HDL : 33 mg/dL
LDL : 75 mg/dL
Trigliserida : 221 mg/dL

Terapi :
C Timolol 0,5 2 x 1 tts OD
Glapen 1 x 1 tts OD.
Glaucon 3 x 1 500 mg
As. Mefanamat 3 x 500 mg

Berdasarkan pengkajian diagnosa keperawatan didapat:
1.Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan intra okuler.
2.Anxietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
2.Gangguan persepsi sensorik: penglihatan berhubungan dengan penurunan fungsi organ visual.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN KATARAK

A. PENGERTIAN
Katarak merupakan keadaan dimana terjadi kekeruhan pada serabut atau bahan lensa di dalam kapsul mata. Katarak adalah suatu keadaan patologik lensa dimana lensa menjadi keruh akibat hidrasi cairan lensa, atau denaturasi protein lensa. Kekeruhan ini terjadi akibat gangguan metabolisme normal lensa yang dapat timbul pada berbagai usia tertentu. Katarak dapat terjadi pada saat perkembangan serat lensa masih berlangsung atau sesudah serat lensa berhenti dalam perkembangannya dan telah memulai proses degenerasi.
Katarak dapat diklasifikasikan dalam golongan berikut :
1.Katarak perkembangan (developmental) dan degeneratif,
2.Katarak congenital, juvenil, dan senile
3.Katarak komplikata
4.Katarak traumatic
Penyebab terjadinya kekeruhan lensa ini dapat :
1.Primer, berdasarkan gangguan perkembangan dan metabolisme dasar
2.Sekunder, akibat tindakan Pembedahan lensa
3.Komplikasi penyakit lokal ataupun umum
Berdasarkan usia pasien, katarak dapat dibagi dalam :
Katarak congenital, katarak yang terlihat pada usia dibawah 1 tahun
Katarak juvenil, katarak yang terlihat pada usia di atas 1 tahun dan di bawah 40 tahun.
Katarak presenil, yaitu katarak sesudah usia 30-40 tahun
Katarak senile, yaitu katarak yang mulai terjadi pada usia lebih dari 40 tahun.

B. ETIOLOGI
Penyebab utama katarak adalah proses penuaan . Anak dapat menderita katarak yang biasanya merupakan penyakit yng diturunkan, peradangan di dalam kehamilan, keadaan ini disebut sebagai katarak congenital.
Berbagai faktor dapat mengakibatkan tumbuhnya katarak lebih cepat. Faktor lain dapat mempengaruhi kecepatan berkembangnya kekeruhan lensa seperti DM, dan obat tertentu, sinar ultraviolet B dari cahaya matahari, efek racun dari rokok, dan alkoho, gizi kurang vitamin E, dan radang menahan di dalam bola mata. Obat yang dipergunakan untuk penyakit tertentu dapat mempercepat timbulnya katarak seperti betametason, klorokuin, klorpromazin, kortizon, ergotamin, indometasin, medrison, pilokarpin dan beberapa obat lainnya.
Penyakit infeksi tertentu dan penyakit seperti DM, dapat mengakibatkan timbulnya kekeruhan lensa yang akan menimbulkan katarak komplikata.
Cedera mata dapat mengenai semua umur seperti pukulan keras, tusukan benda, terpotong, panas yang tinggi, bahan Kimia, dapat merusak lensa mata dan keadaan ini di sebut sebagai katarak traumatic.

C. PATOFISIOLOGI
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan, berbentuk kancing baju, mempunyai kekuatan refraksi yang besar. Lensa mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat nukleuas, di perifer ada korteks, dan yang mengelilingi keduanya adalah kapsul anterior dan posterior. Dengan bertambah usia, nucleus mengalami perubahan warna menjadi coklat kekuningan. Di sekitar opasitas terdapat densitas seperti duri di anterior dan posterior nucleus. Opasitas pada kapsul posterior merupakan bentuk katarak yang paling bermakna namapak seperti kristal salju pada jendela.
Perubahan fisik dan Kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi, perubahan pada serabut halus multiple (zunula) yang memanjang daari badan silier ke sekitar daerah di luar lensa Misalnya dapat menyebabkan penglihatan mengalami distorsi. Perubahan Kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi. Sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal terjadi disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya usia darn tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita katarak.
Katarak biasanya terjadi bilateral, namun mempunyai kecepatan yang berbeda. Dapat disebabkan oleh kejadian trauma maupun sistematis, seperti DM, namun sebenarnya merupakan konsekuensi dari proses penuaan yang normal. Kebanyakan katarak berkembang secara kronik dan matang ketika orang memasuki decade ke tujuh. Katarak dapat bersifat congenital dan harus diidentifikasi awal, karena bila tidak didiagnosa dapat menyebabkan ambliopia dan kehilangan penglihatan permanen. Faktor yang paling sering yang berperan dalam terjadinya katarak meliputi radiasi sinar ultraviolet B, obat-obatan, alcohol, merokok, DM, dan asupan vitamin antioksidan yang kurang dalam jangka waktu lama.

D. MANIFESTASI KLINIS DAN DIAGNOSIS
Katarak didiagnosisterutama dengan gejala subjektif. Biasanyaaa, pasien melaporkan penurunan ketajaman penglihatan dan silau dan gangguan fungsional sampai derajat tertentu yang diakibatkan karena kehilangan penglihatan tadi. Temuan objektif biasanya meliputi pengembunan seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tak akan tampak pada oftalmoskop.
Ketika lensa sudah menjadi opak, cahaya akan dipendarkan dan bukannya ditransmisikan dengan tajam menjadi bayangan terfokus pada retina. Hasilnya adalah pandangan kabur atau redup, menyilaukan yang menjengkelkan dengan distorsi bayangan dan susah melihat di mlam hari. Pupil yang normalnya hitam akan tampak kekuningan abu-abu atau putih. Katarak biasanya terjadi bertahap selama bertahun-tahun dan ketika katarak sudah sangat memburuk lensa koreksi yang lebih kuat pun tak akan mampu memperbaiki penglihatan. Bisa melihat dekat pada pasien rabun dekat (hipermetropia), dan juga penglihatan perlahan-lahan berkurang dan tanpa rasa sakit.
Orang dengan katarak secara khas selalu mengembangkan strategi untuk menghindari silau yang menjengkelkan yang disebabkan oleh cahaya yang salah arah. Misalnya ada yang mengatur ulang perabot rumahnya sehingga sinar tidak akan langsung menyinari mata mereka. Ada yang mengenakan topi berkelapak lebar atau kacamata hitam dan menurunkan pelindung cahaya saat mengendarai mobil pada siang hari.
Seorang dokter mata akan memeriksa mata dengan berbagai alat untuk menentukan tipe, besar dan letaknya kekeruhan pada bagian lensa. Bagian dalam dari mata diperiksa dengan alat oftalmoskop, untuk menentukan apakah ada kelainan lain di mata yang mungkin juga merupakan penyebab berkurangnya pengliahatan.
Bila diketahui adanya gejala di atas sebaiknya segera diminta pendapat seorang dokter mata. Secara umum seseorang yang telah berusia 40 tahun sebaiknya mendapatkan pemeriksaan mata setiap 1 tahun.

E. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.Ketakutan atau ansietas berhubungan kurangnya pengetahuan.
Tujuan :
1.Menurunkan stres emosional, ketakutan dan depresi.
2.Penerimaan pembedahan dan pemahaman instruksi.
Intervensi :
1.Kaji derajat dan durasi gangguan visual. Dorong percakapan untuk mengetahui keprihatinan pasien, perasaan, dan tingkat pemahaman.
Rasional : Informasi dapat menghilangkan ketakutan yang tidak diketahui. Mekanisme koping dapat membantu pasien berkompromi dengan kegusara, ketakutan, depresi, tegang, keputusasaan, kemarahan, dan penolakan.
2.Orientasikan pasien pada lingkungan yang baru.
Rasional : Pengenalan terhadap lingkungan membantu mengurangi ansietas dan meningkatkan keamanan.

3.Menjelaskan rutinitas perioperatif.
Rasional : Pasien yang telah banyak mendapat informasi lebih mudah menerima penanganan dan mematuhi instruksi.
4.Menjelaskan intervensi sedetil-detilnya.
Rasional : Pasien yang mengalami gangguan visual bergantung pada masukan indera yang lain untik mendapatkan informasi.
5.Dorong untuk menjalankan kebiasaan hidup sehari-hari bila mampu.
Rasional : Perawatan diri dan kemandirian akan meningkatkan rasa sehat.
6.Dorong partisipasi keluarga atau orang yang berarti dalam perawatan pasien.
Rasional : Pasien mungkin tak mampu melakukan semua tugas sehubungan dengan penanganan dari perawatan diri.
7.Dorong partisipasi dalam aktivitas sosial dan pengalihan bila memungkinkan (pengunjung, radio, rekaman audio, TV, kerajinan tangan, permainan).
Rasional : Isolasi sosial dan waktu luang yang terlalu lama dapat menimbulkan perasaan negatif.
2. Resiko terhadap cedera berhubungan dengan pandangan kabur
Tujuan : Pencegahan cedera.
Intervensi :
1.Bantu pasien ketika mampu melakukan ambulasi pascaoperasi sampai stabil dan mencapai penglihatan dan keterampilan koping yang memadai, menggunakan teknik bimbingan penglihatan.
Rasional : Menurunkan resiko jatuh atau cedera ketika langkah sempoyongan atau tidak mempunyai keterampilan koping untuk kerusakan penglihatan.
2.Bantu pasien menata lingkungan.
Rasional : Memanfasilitasi kemandirian dan menurunkan resiko cedera.
3.Orientasikan pasien pada ruangan.
Rasional : Meningkatkan keamanan mobilitas dalam lingkungan.
4.Bahas perlunya penggunaan perisai metal atau kaca mata bila diperintahkan
Rasional : Tameng l;ogam atau kaca mata melindungi mata terhadap cedera.
5.Jangan memberikan tekanan pada mata yang terkena trauma.
Rasional : Tekanan pada mata dapat menyebabkan kerusakan serius lebih lanjut.
6.Gunakan prosedur yang memadai ketika memberikan obat mata.
Rasional : Cedera dapat terjadi bila wadah obat menyentuh mata.
3.Nyeri berhubungan dengan trauma insisi dan peningkatan TIO
Tujuan : Pengurangan nyeri dan TIO.
Intervensi :
1.Berikan obat untuk mengontrol nyeri dan TIO sesuai resep.
Rasional : Pemakaian sesuai resep akan Mengurangi nyeri dan TIO dan meningkatkan rasa nyaman.
2.Berikan kompres dingin sesuai permintaan untuk trauma tumpul.
Rasional : mengurangi edema akan mengurangi nyeri.
3.Kurangi tingkat pencayahaan
Rasional : Tingkat Pencahayaan yang lebih rendah lebih nyakan setelah Pembedahan.
4.Dorong penggunaan kaca mata hitam pada cahaya kuat.
Rasioanal : Cahaya yang kuat menyebabkan rasa tak nyaman setelah penggunaan tetes mata dilator.
4. Potensial terhadap kurang perawatan diri yang berhubungan dengan kerusakan penglihatan.
Tujuan : mampu memenuhi kebutuhan perawatan diri.
Inventensi :
1.Beri instruksi kepada pasien atau orang terdekat mengenal tanda atau gejala komplikasi yang harus dilaporkan segera kepada dokter.
Rasional : Penemuan dan penanganan awal komplikasi dapat mengurangi resiko kerusakan lebih lanjut.
2.Berikan instruksi lisan dan tertulis untuk pasien dan orang yang berati mengenal teknik yang benar memberikan obat.
Rasional : Pemakaian teknik yang benar akan mengurangi resiko infeksi dan cedera mata.

3.Evaluasi Perlunya bantuan setelah pemulangan.
Rasional : Sumber daya harus tersedia untuk layanan kesehatan, pendampingan dan teman di rumah.
4.Ajari pasien dan keluarga teknik panduan penglihatan.
Rasional : Memungkinkan tindakan yang aman dalam lingkungan.
5. Resiko tinggi terhadap Infeksi b.d trauma insisi
Tujuan : Komplikasi dapat dihindari atau segera dilaporkan kepada dokter.
Inventasi :
1.Jaga teknik aseptic ketat, lakukan cuci tangan sesering mungkin.
Rasional : Akan meminimalkan infeksi.
2.Awasi dan laporkan segera adanya tanda dan gejala komplikasi, misalnya : perdarahan, peningkatan TIO atau infeksi.
Rasional : Penemuan awal komplikasi dapat mengurangi resiko kehilangan penglihatan permanen.
3.Jelaskan posisi yang dianjurkan.
Rasional : Peninggian kepala dan menghindari berbaring pada sisi yang di operasi dapat mengurangi edema.
4.Instruksikan pasien mengenal pembatasan aktivitas tirah baring, dengan keleluasaan ke kamar mandi, peningkatan aktivitas bertahap sesuai toleransi.
Rasional : Pembatasan aktivitas diresepkan untuk mempercepat penyembuhan dan menghindari kerusakan lebih lanjut pada mata yang cedera.
5.Jelaskan tindakan yang harus dihindari, seperti yang diresepkan batuk, bersin, muntah (minta obat untuk itu).
Rasional : Dapat mengakibatkan komplikasi seperti prolaps vitreus atau dehisensi luka akibat peningkatan tegangan luka pada jahitan yang sangat halus.
6.Berikan obat sesuai resep, sesuai teknik yang diresepkan.
Rasional : Obat yang diberikan dengan cara yang tidak sesuai dengan resep dapat mengganggu penyembuhan atau menyebabkan komplikasi.

ULKUS PEPTIKUM

A.PENGERTIAN
Ulkus peptikum merupakan keadaan di mana kontinuitas mukosa lambung terputus dan meluas sampai di bawah epitel. Kerusakan mukosa yang tidak meluas sampai ke bawah epitel disebut erosi, walaupun seringkali dianggap juga sebagai tukak.(misalnya tukak karena stress). Tukak kronik berbeda denga tukak akut, karena memiliki jaringan parut pada dasar tukak. Menurut definisi, tukak peptik dapat ditemukan pada setiap bagian saluran cerna yang terkena getah asam lambung, yaitu esofagus, lambung, duodenum, dan setelah gastroduodenal, juga jejunum. Walaupun aktivitas pencernaan peptic oleh getah lambung merupakan factor etiologi yang penting, terdapat bukti bahwa ini hanya merupakan salah satu factor dari banyak factor yang berperan dalam patogenesis tukak peptic.

B.ETIOLOGI DAN INSIDEN
Etiologi ulkus peptikum kurang dipahami, meskipun bakteri gram negatif H. Pylori telah sangat diyakini sebagai factor penyebab. Diketahui bahwa ulkus peptik terjadi hanya pada area saluran GI yang terpajan pada asam hidrochlorida dan pepsin. Penyakit ini terjadi dengan frekuensi paling besar pada individu antara usia 40 dan 60 tahun. Tetapi, relatif jarang pada wanita menyusui, meskipun ini telah diobservasi pada anak-anak dan bahkan pada bayi. Pria terkenal lebih sering daripada wanita, tapi terdapat beberapa bukti bahwa insiden pada wanita hampir sama dengan pria. Setelah menopause, insiden ulkus peptikum pada wanita hampir sama dengan pria. Ulkus peptikum pada korpus lambung dapat terjadi tanpa sekresi asam berlebihan
Predisposisi :
Upaya masih dilakukan untuk menghilangkan kepribadian ulkus. Beberapa pendapat mengatakan stress atau marah yang tidak diekspresikan adalah factor predisposisi. Ulkus nampak terjadi pada orang yang cenderung emosional, tetapi apakah ini factor pemberat kondisi, masih tidak pasti. Kecenderungan keluarga yang juga tampak sebagai factor predisposisi signifikan. Hubungan herediter selanjutnya ditemukan pada individu dengan golongan darah lebih rentan daripada individu dengan golongan darah A, B, atau AB. Factor predisposisi lain yang juga dihubungkan dengan ulkus peptikum mencakup penggunaan kronis obat antiinflamasi non steroid(NSAID). Minum alkohol dan merokok berlebihan. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa ulkus lambung dapat dihubungkan dengan infeksi bakteri dengan agens seperti H. Pylori. Adanya bakteri ini meningkat sesuai dengan usia. Ulkus karena jumlah hormon gastrin yang berlebihan, yang diproduksi oleh tumor(gastrinomas-sindrom zolinger-ellison)jarang terjadi. Ulkus stress dapat terjadi pada pasien yang terpajan kondisi penuh stress.

C.PATOFISIOLOGI
Ulkus peptikum terjadi pada mukosa gastroduodenal karena jaringan ini tidak dapat menahan kerja asam lambung pencernaan(asam hidrochlorida dan pepsin). Erosi yang terjadi berkaitan dengan peningkatan konsentrasi dan kerja asam peptin, atau berkenaan dengan penurunan pertahanan normal dari mukosa. Mukosa yang rusak tidak dapat mensekresi mukus yang cukup bertindak sebagai barier terhadap asam klorida.
Sekresi lambung terjadi pada 3 fase yang serupa :
1.Sefalik
Fase pertama ini dimulai dengan rangsangan seperti pandangan, bau atau rasa makanan yang bekerja pada reseptor kortikal serebral yang pada gilirannya merangsang saraf vagal. Intinya, makanan yang tidak menimbulkan nafsu makan menimbulkan sedikit efek pada sekresi lambung. Inilah yang menyebabkan makanan sering secara konvensional diberikan pada pasien dengan ulkus peptikum. Saat ini banyak ahli gastroenterology menyetujui bahwa diet saring mempunyai efek signifikan pada keasaman lambung atau penyembuhan ulkus. Namun, aktivitas vagal berlebihan selama malam hari saat lambung kosong adalah iritan yang signifikan.

2.Fase lambung
Pada fase ini asam lambung dilepaskan sebagai akibat dari rangsangan kimiawi dan mekanis terhadap reseptor dibanding lambung. Refleks vagal menyebabkan sekresi asam sebagai respon terhadap distensi lambung oleh makanan.
3.Fase usus
Makanan dalam usus halus menyebabkan pelepasan hormon(dianggap menjadi gastrin) yang pada waktunya akan merangsang sekresi asam lambung.
Pada manusia, sekresi lambung adalah campuran mukokolisakarida dan mukoprotein yang disekresikan secara kontinyu melalui kelenjar mukosa. Mucus ini mengabsorpsi pepsin dan melindungi mukosa terhadap asam. Asam hidroklorida disekresikan secara kontinyu, tetapi sekresi meningkat karena mekanisme neurogenik dan hormonal yang dimulai dari rangsangan lambung dan usus. Bila asam hidroklorida tidak dibuffer dan tidak dinetralisasi dan bila lapisan luar mukosa tidak memberikan perlindungan asam hidroklorida bersama dengan pepsin akan merusak lambung. Asam hidroklorida kontak hanya dengan sebagian kecil permukaan lambung. Kemudian menyebar ke dalamnya dengan lambat. Mukosa yang tidak dapat dimasuki disebut barier mukosa lambung. Barier ini adalah pertahanan untama lambung terhadap pencernaan yang dilakukan oleh sekresi lambung itu sendiri. Factor lain yang mempengaruhi pertahanan adalah suplai darah, keseimbangan asam basa, integritas sel mukosa, dan regenerasi epitel. Oleh karena itu, seseorang mungkin mengalami ulkus peptikum karena satu dari dua factor ini : 1. hipersekresi asam pepsin
2. kelemahan barier mukosa lambung
Apapun yang menurunkan yang mukosa lambung atau yang merusak mukosa lambung adalah ulserogenik, salisilat dan obat antiinflamasi non steroid lain, alcohol, dan obat antiinflamasi masuk dalam kategori ini.
Sindrom Zollinger-Ellison (gastrinoma) dicurigai bila pasien datang dengan ulkus peptikum berat atau ulkus yang tidak sembuh dengan terapi medis standar. Sindrom ini diidentifikasi melalui temuan berikut : hipersekresi getah lambung, ulkus duodenal, dan gastrinoma(tumor sel istel) dalam pancreas. 90% tumor ditemukan dalam gastric triangle yang mengenai kista dan duktus koledokus, bagian kedua dan tiga dari duodenum, dan leher korpus pancreas. Kira-kira ⅓ dari gastrinoma adalah ganas(maligna).
Diare dan stiatore(lemak yang tidak diserap dalam feces)dapat ditemui. Pasien ini dapat mengalami adenoma paratiroid koeksisten atau hyperplasia, dan karenanya dapat menunjukkan tanda hiperkalsemia. Keluhan pasien paling utama adalah nyeri epigastrik. Ulkus stress adalah istilah yang diberikan pada ulserasi mukosa akut dari duodenal atau area lambung yang terjadi setelah kejadian penuh stress secara fisiologis. Kondisi stress seperti luka bakar, syok, sepsis berat, dan trauma dengan organ multiple dapat menimbulkan ulkus stress. Endoskopi fiberoptik dalam 24 jam setelah cedera menunjukkan erosi dangkal pada lambung, setelah 72 jam, erosi lambung multiple terlihat. Bila kondisi stress berlanjut ulkus meluas. Bila pasien sembuh, lesi sebaliknya. Pola ini khas pada ulserasi stress.
Pendapat lain yang berbeda adalah penyebab lain dari ulserasi mukosa. Biasanya ulserasi mukosa dengan syok ini menimbulkan penurunan aliran darah mukosa lambung. Selain itu jumlah besar pepsin dilepaskan. Kombinasi iskemia, asam dan pepsin menciptakan suasana ideal untuk menghasilkan ulserasi. Ulkus stress harus dibedakan dari ulkus cushing dan ulkus curling, yaitu dua tipe lain dari ulkus lambung. Ulkus cushing umum terjadi pada pasien dengan trauma otak. Ulkus ini dapat terjadi pada esophagus, lambung, atau duodenum, dan biasanya lebih dalam dan lebih penetrasi daripada ulkus stress. Ulkus curling sering terlihat kira-kira 72 jam setelah luka bakar luas.

D.MANIFESTASI KLINIS
Gejala-gejala ulkus dapat hilang selama beberapa hari, minggu, atau beberapa bulan dan bahkan dapat hilang hanya sampai terlihat kembali, sering tanpa penyebab yang dapat diidentifikasi. Banyak individu mengalami gejala ulkus, dan 20-30% mengalami perforasi atau hemoragi yang tanpa adanya manifestasi yang mendahului.
Nyeri : biasanya pasien dengan ulkus mengeluh nyeri tumpul, seperti tertusuk atau sensasi terbakar di epigastrium tengah atau di punggung. Hal ini diyakini bahwa nyeri terjadi bila kandungan asam lambung dan duodenum meningkat menimbulkan erosi dan merangsang ujung saraf yang terpajan. Teori lain menunjukkan bahwa kontak lesi dengan asam merangsang mekanisme refleks local yang mamulai kontraksi otot halus sekitarnya. Nyeri biasanya hilang dengan makan, karena makan menetralisasi asam atau dengan menggunakan alkali, namun bila lambung telah kosong atau alkali tidak digunakan nyeri kembali timbul. Nyeri tekan lokal yang tajam dapat dihilangkan dengan memberikan tekanan lembut pada epigastrium atau sedikit di sebelah kanan garis tengah. Beberapa gejala menurun dengan memberikan tekanan local pada epigastrium.
Pirosis(nyeri uluhati) : beberapa pasien mengalami sensasi luka bakar pada esophagus dan lambung, yang naik ke mulut, kadang-kadang disertai eruktasi asam. Eruktasi atau sendawa umum terjadi bila lambung pasien kosong.
Muntah : meskipun jarang pada ulkus duodenal tak terkomplikasi, muntah dapat menjadi gejala ulkus peptikum. Hal ini dihubungkan dengan pembentukan jaringan parut atau pembengkakan akut dari membran mukosa yang mengalami inflamasi di sekitarnya pada ulkus akut. Muntah dapat terjadi atau tanpa didahului oleh mual, biasanya setelah nyeri berat yang dihilangkan dengan ejeksi kandungan asam lambung.
Konstipasi dan perdarahan : konstipasi dapat terjadi pada pasien ulkus, kemungkinan sebagai akibat dari diet dan obat-obatan. Pasien dapat juga datang dengan perdarahan gastrointestinal sebagian kecil pasien yang mengalami akibat ulkus akut sebelumnya tidak mengalami keluhan, tetapi mereka menunjukkan gejala setelahnya.

E.EVALUASI DIAGNOSTIK
Pemeriksaan fisik dapat menunjukkan adanya nyeri, nyeri tekan epigastrik atau distensi abdominal. Bising usus mungkin tidak ada. Pemeriksaan dengan barium terhadap saluran GI atas dapat menunjukkan adanya ulkus, namun endoskopi adalah prosedur diagnostic pilihan. Endoskopi GI atas digunakan untuk mengidentifikasi perubahan inflamasi, ulkus dan lesi. Melalui endoskopi mukosa dapat secara langsung dilihat dan biopsy didapatkan. Endoskopi telah diketahui dapat mendeteksi beberapa lesi yang tidak terlihat melalui pemeriksaan sinar X karena ukuran atau lokasinya. Feces dapat diambil setiap hari sampai laporan laboratorium adalah negatif terhadap darah samar. Pemeriksaan sekretori lambung merupakan nilai yang menentukan dalam mendiagnosis aklorhidria(tidak terdapat asam hdroklorida dalam getah lambung) dan sindrom zollinger-ellison. Nyeri yang hilang dengan makanan atau antasida, dan tidak adanya nyeri yang timbul juga mengidentifikasikan adanya ulkus. Adanya H. Pylory dapat ditentukan dengan biopsy dan histology melalui kultur, meskipun hal ini merupakan tes laboratorium khusus. Ada juga tes pernafasan yang mendeteksi H. Pylori, serta tes serologis terhadap antibody pada antigen H. Pylori.

F.PENATALAKSANAAN
Beberapa metode dapat digunakan untuk mengontrol keasaman lambung termasuk perubahan gaya hidup, obat-obatan, dan tindakan pembedahan.
Penurunan stress dan istirahat.
Penghentian merokok
Modifikasi diet
Obat-obatan
Intervensi bedah

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN OBSTRUKSI USUS

A.KONSEP DASAR
Obstruksi usus dapat didefinisikan sebagai gangguan (apapun penyebabnya) aliran normal isi usus sepanjang saluran usus. Obstruksi usus dapat akut dengan kronik, partial atau total. Obstruksi usus biasanya mengenai kolon sebagai akibat karsino ma dan perkembangannya lambat. Sebahagaian dasar dari obstruksi justru mengenai usus halus.Obstruksi total usus halus merupakan keadaan gawat yang memerlukan diagnosis dini dan tindakan pembedahan darurat bila penderita ingin tetap hidup.
Ada dua tipe obstruksi yaitu :
1.Mekanis (Ileus Obstruktif)
Suatu penyebab fisik menyumbat usus dan tidak dapat diatasi oleh peristaltik. Ileus obstruktif ini dapat akut seperti pada hernia stragulata atau kronis akibat karsinoma yang melingkari. Misalnya intusepsi, tumor polipoid dan neoplasma stenosis, obstruksi batu empedu, striktura, perlengketan, hernia dan abses
2.Neurogenik/fungsional (Ileus Paralitik)
Obstruksi yang terjadi karena suplai saraf ototnom mengalami paralisis dan peristaltik usus terhenti sehingga tidak mampu mendorong isi sepanjang usus. Contohnya amiloidosis, distropi otot, gangguan endokrin seperti diabetes mellitus, atau gangguan neurologis seperti penyakit parkinson

B.PENYEBAB
1.Perlengketan : Lengkung usus menjadi melekat pada area yang sembuh secara lambat atau pasda jaringan parut setelah pembedahan abdomen
2.Intusepsi : Salah satu bagian dari usus menyusup kedalam bagian lain yang ada dibawahnya akibat penyempitan lumen usus. Segmen usus tertarik kedalam segmen berikutnya oleh gerakan peristaltik yang memperlakukan segmen itu seperti usus. Paling sering terjadi pada anaka-anak dimana kelenjar limfe mendorong dinding ileum kedalam dan terpijat disepanjang bagian usus tersebut (ileocaecal) lewat coecum kedalam usus besar (colon) dan bahkan sampai sejauh rectum dan anus.
3.Volvulus : Usus besar yang mempunyai mesocolon dapat terpuntir sendiri dengan demikian menimbulkan penyumbatan dengan menutupnya gelungan usus yang terjadi amat distensi. Keadaan ini dapat juga terjadi pada usus halus yang terputar pada mesentriumnya
4.Hernia : Protrusi usus melalui area yang lemah dalam usus atau dinding dan otot abdomen
5.Tumor : Tumor yang ada dalam dinding usus meluas kelumen usus atau tumor diluar usus menyebabkan tekanan pada dinding usus

C.PATOFISIOLOGI
Peristiwa patofisiologik yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama, tanpa memandang apakah obtruksi tersebut diakibatkan oleh penyebab mekanik atau fungsional. Perbedaan utamanya pada obstruksi paralitik dimana peristaltik dihambat dari permulaan, sedangkan pada obstruksi mekanis peristaltik mula-mula diperkuat, kemudian intermitten, dan akhirnya hilang.
Lumen usus yang tersumbat secara progresif akan teregang oleh cairan dana gas (70 % dari gas yang ditelan) akibat peningkatan tekanan intra lumen, yang menurunkan pengaliran air dan natrium dari lumen usus ke darah. Oleh karena sekitar 8 liter cairan disekresi kedalam saluran cerna setiap hari, tidak adanya absorbsi dapat mengakibatkan penimbunan intra lumen yang cepat. Muntah dan penyedotan usus setelah pengobatan dimulai merupakan sumber kehilangan utama cairan dan elektrolit. Pengaruh atas kehilangan cairan dan elektrolit adalah penciutan ruang cairan ekstra sel yang mengakibatkan hemokonsentrasi, hipovolemia, insufisiensi ginjal, syok-hipotensi, pengurangan curah jantung, penurunan perfusi jaringan, asidosis metabolik dan kematian bila tidak dikoreksi.
Peregangan usus yang terus menerus menyebabkan lingkaran setan penurunan absorbsi cairan dan peningkatan sekresi cairan kedalam usus. Efek lokal peregangan usus adalah iskemia akibat distensi dan peningkatan permeabilitas akibat nekrosis, disertai absorbsi toksin-toksin/bakteri kedalam rongga peritonium dan sirkulasi sistemik. Pengaruh sistemik dari distensi yang mencolok adalah elevasi diafragma dengan akibat terbatasnya ventilasi dan berikutnya timbul atelektasis. Aliran balik vena melalui vena kava inferior juga dapat terganggu. Segera setelah terjadinya gangguan aliran balik vena yang nyata, usus menjadi sangat terbendung, dan darah mulai menyusup kedalam lumen usus. Darah yang hilang dapat mencapai kadar yang cukup berarti bila segmen usus yang terlibat cukup panjang.

D.TANDA DAN GEJALA
1.Obstruksi Usus Halus
Gejala awal biasanya berupa nyeri abdomen bagian tengah seperti kram yang cenderung bertambah berat sejalan dengan beratnya obstruksi dan bersifat hilang timbul. Pasien dapat mengeluarkan darah dan mukus, tetapi bukan materi fekal dan tidak terdapat flatus.
Pada obstruksi komplet, gelombang peristaltik pada awalnya menjadi sangat keras dan akhirnya berbalik arah dan isi usus terdorong kedepan mulut. Apabila obstruksi terjadi pada ileum maka muntah fekal dapat terjadi. Semakin kebawah obstruksi di area gastriuntestinalyang terjadi, semakin jelas adaanya distensi abdomen. Jika berlaanjut terus dan tidak diatasi maka akan terjadi syok hipovolemia akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma.
2.Obstruksi Usus Besar
Nyeri perut yang bersifat kolik dalam kualitas yang sama dengan obstruksi pada usus halus tetapi intensitasnya jauh lebih rendah. Muntah muncul terakhir terutama bila katup ileosekal kompeten. Pada pasien dengan obstruksi disigmoid dan rectum, konstipasi dapat menjadi gejala satu-satunya selama beberapa hari. Akhirnya abdomen menjadi sangat distensi, loop dari usus besar menjadi dapat dilihat dari luar melalui dinding abdomen, dan pasien menderita kram akibat nyeri abdomen bawah.

E.EVALUASI DIAGNOSTIK
1.Obstruksi Usus Halus : Diagnosa didasarkan pada gejala yang digambarkan diatas serta pemeriksaan sinar-X. Sinar-X terhadap abdomen akan menunjukkan kuantitas dari gas atau cairan dalam usus. Pemeriksaan laboratorium (misalnya pemeriksaan elektrolit dan jumlah darah lengkap) akan menunjukkan gambaran dehidrasi dan kehilangan volume plasma dan kemungkinan infeksi
2.Obstruksi Usus Besar : Diagnosa didasarkan pada pemeriksaan simtoma-tologi dan sinar-X. Sinar-X abdomen (datar dan tinggi) akan menunjukkan distensi abdomen. Pemeriksaan barium dikontraindikasikan

F.PROGNOSIS
Angka kematian keseluruhan untuk obstruksi usus halus kira-kira 10 %
Angka kematian untuk obstruksi non strangulata adalah 5-8 %, sedangkan pada obstruksi strangulata telah dilaporkan 20-75 %
Angka mortalitas untuk obstruksi kolon kira-kira 20 %

G.KOMPLIKASI
Peritonitis septikemia
Syok hipovolemia
Perforasi usus

H.PENATALAKSAAN BEDAH DAN MEDIS
Dasar pengobatan obstruksi usus adalah koreksi keseimbangan cairan dan elektrolit, menghilangkan peregangan dan muntah dengan intubasi dan kompresi, memperbaiki peritonitis dan syok bila ada, serta menghilangkan obstruksi untuk memperbaiki kelangsungan dan fungsi usus kembali normal.
1.Obstruksi Usus Halus
Dekompresi pada usus melalui selang usus halus atau nasogastrik bermamfaat dalam mayoritas kasus obstruksi usus halus.Apabila usus tersumbat secara lengkap, maka strangulasi yang terjadi memerlukan tindakan pembedahan, sebelum pembedahan, terapi intra vena diperlukan untuk mengganti kehilangan cairan dan elektrolit (natrium, klorida dan kalium).
Tindakan pembedahan terhadap obstruksi usus halus tergantung penyebab obstruksi. Penyebab paling umum dari obstruksi seperti hernia dan perlengketan. Tindakan pembedahannya adalah herniotomi.
2.Obstruksi Usus Besar
Apabila obstruksi relatif tinggi dalam kolon, kolonoskopi dapat dilakukan untuk membuka lilitan dan dekompresi usus. Sekostomi, pembukaan secara bedah yang dibuat pasa sekum, dapat dilakukan pada pasien yang berisiko buruk terhadap pembedahan dan sangat memerlukan pengangkatan obstruksi. Tindakan lain yang biasa dilakukan adalah reseksi bedah utntuk mengangkat lesi penyebab obstruksi. Kolostomi sementara dan permanen mungkin diperlukan.
KONSEP KEPERAWATAN OBSTRUKSI USUS

1.PENGKAJIAN
Riwayat kesehatan diambil untuk mengidentifikasi awitan, durasi, dan karakteristik nyeri abdomen (nyeri bersifat hilang timbul)
a.Obstruksi usus halus
Adanya muntah yang mulanya mengandung empedu dan mukus dan tetap demikian bila obstruksinya tinggi. Pada obstruksi ileum, muntahan menjadi fekulen yaitu muntahan berwarna jingga dan berbau busuk. Konstipasi dan kegagalan mengeluarkan gas dalam rectum merupakan gejala yang sering ditemukan bila obstruksinya komplit. Diare kadang terdapat pada obstruksi parsial. Pengkajian pola eliminasi usus mencakup karakter dan frekuensinya. Pasien dapat melaporkan gangguan pola tidur bila nyeri dan diare terjadi pada malam hari.
b.Obstruksi usus besar
Nyeri perut yang bersifat kolik dalam kualitas yang sama dengan obstruksi pada usus halus tetapi intensitasnya jauh lebih rendah. Muntah muncul terakhir terutama bila katup ileosekal kompeten. Pada pasien dengan obstruksi disigmoid dan rectum, konstipasi dapat menjadi gejala satu-satunya selama beberapa hari. Akhirnya abdomen menjadi sangat distensi, loop dari usus besar menjadi dapat dilihat dari luar melalui dinding abdomen, dan pasien menderita kram akibat nyeri abdomen bawah.
Pengkajian objektif mencakup auskultasi abdomen terhadap bising usus dan karakteristiknya ; palpasi abdomen terhadap distensi, nyeri tekan. Adanya temuan peningkatan suhu tubuh mengindikasikan telah ada kontaminasi peritonium dengan isi usus yang telah terinfeksi.

2.DIAGNOSA KEPERAWATAN
a.Nyeri
b.Kurang volume cairan dan elektrolit
c.Konstipasi
d.Nutrisi kurang dari kebutuhan
e.Gangguan pola tidur
f.Hipertermi
g.Cemas
h.Kurang pengetahuan

3.INTERVENSI KEPERAWATAN
Peran perawat adalah memantau pasien terhadap gejala yang mengindikasikan bahwa obstruksi usus semakin buruk, serta memberikan dukungan emosional dan kenyamanan. Cairan IV dan penggantian elektrolit diberikan sesuai instruksi. Apabila kondisi pasien tidak berespon terhadap tindakan medis, perawat harus menyiapkan pasien untuk pembedahan. Persiapan ini mencakup penyuluhan pra operatif, yang disesuaikan dengan kondisi pasien. Pada pasca operatif diberikan perawatan luka abdomen umum

4.EVALUASI
Hasil yang diharapkan :
a.Sedikit mengalami nyeri
b.Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
c.Memperoleh pemahaman dan pengetahuan tentang proses penyakitnya
d.Mendapatkan nutrisi yang optimal
e.Tidak mengalami komplikasi