Sunday, June 1, 2014

LAPORAN PENDAHULUAN RESIKO BUNUH DIRI

A.  MASALAH UTAMA
Resiko bunuh diri
B.  PROSES TERJADINYA MASALAH
1.    Pengertian
Risiko bunuh diri adalah resiko untuk mencederai diri sendiri yang dapat mengancam kehidupan. Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri karena merupakan perilaku untuk mengakhiri kehidupannya. Perilaku bunuh diri disebabkan karena stress yang tinggi dan berkepanjangan dimana individu gagal dalam melakukan mekanisme koping yang digunakan dalam mengatasi masalah. Beberapa alasan individu mengakhiri kehidupan adalah kegagalan untuk beradaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stress, perasaan terisolasi, dapat terjadi karena kehilangan hubungan interpersonal/ gagal melakukan hubungan yang berarti, perasaan marah/ bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman pada diri sendiri, cara untuk mengakhiri keputusasaan (Stuart, 2006).
2.    Tanda Dan Gejala
a.       Mempunyai ide unutk bunuh diri
b.      Mengungkapkan keinginan unutk mati
c.       Mengungkapkan rasa bersaah dan keputusasaan
d.      Impulsif
e.       Menunjukkan perilaku yang mencurigakan ( menjasi sangat patuh)
f.       Memiliki riwayat percobaan bunuh diri
g.      Verbal terselubung ( berbicara tentang kematian)
h.      Menanyakan tentang obat dosis mematikan
i.        Status emosional ( harapan, penolakan, cemas meningkat, panik, marah, mengasibngkan diri)
j.        Kesehatan mental ( secara klinis klien terlihat sangat depresi, psikosis, dam menyalahginakan alkohol)
k.      Kesehatan fisik ( biasanya pada kliemn dengan penyakit kronis atau terminal)
l.        Pengangguran
m.    Kehilangan pekerjaan atau kegagagalan dalam karir
n.      Umur 15- 19 tahun atau di atas 45 tahun
o.      Status perkawinan ( mengalami kegagalan dalam perkawinan)
p.      Pekerjaan
q.      Konflik interpersonal
r.        Latar belakang keluarga
s.       Orientasi seksual
t.        Sumber-sumber personal
u.      Sumber-sumber sosial
v.      Menjadi korban perilaku kekerasan saat kecil
w.    Mandi / hygiene

3.      Rentang Respon Respon adaptif respon maladaptif
peningkatan diri pengambilan resiko yang meningkatkan pertumbuhan perilaku destruktif-diri tidak langsung pencederaan diri bunuh diri



Gambar 1.1.
rentang respon protektfi diri

a.    Peningkatan diri
Seseorang dapat meningkatkan proteksi atau pertahanan diri secara wajar terhadap situasional yang membutuhkan pertahanan diri. Sebagai contoh seseorang mempertahankan diri dari pendapatnya yang berbeda mengenai  loyalitas terhadap pimpinan ditempat kerjanya.
b.    Beresiko destruktif
Seseorang memiliki kecenderungan atau beresiko mengalami perilaku destruktif atau menyalahkan diri sendiri terhadap situasi yang seharusnya dapat mempertahankan diri, seperti seseorang merasa patah semangat bekerja ketika dirinya dianggap tidak loyal terhadap pimpinan padahal sudah melakukan pekerjaan secara optimal.
c.    Destruktif diri tidak langsung
Seseorang telah mengambil sikap yang kurang tepat (maladaptif) terhadap situasi yang membutuhkan dirinya untuk mempertahankan diri. Misalnya, karena pandangan pimpinan terhadap kerjanya yang tidak loyal, maka seorang karyawan menjadi tidak masuk kantor atau bekerja seenaknya dan tidak optimal.
d.      Pencederaan diri
Seseorang melakukan percobaan bunuh diri atau pencederaan diri akibat hilangnya harapan terhadap situasi yang ada.
e.       Bunuh diri
Seseorang telah melakukan kegiatan bunuh diri sampai dengan nyawanya hilang.
Perilaku bunuh diri menurut (Stuart dan Sundeen, 1995. Dikutip Fitria, Nita, 2009) dibagi menjadi tiga kategori yang sebagai berikut.
a.       Upaya bunuh diri (scucide attempt)
 sengaja melakukan kegiatan menuju bunuh diri dan bila kegiatan itu sampai tuntas akan menyebabkan kematian. Kondisi ini terjadi setelah tanda peringatan terlewatkan atau diabaikan. Orang yang hanya berniat melakukan upaya bunuh diri dan tidak benar-benar ingin mati mungkin akan mati jika tanda-tanda tersebut tidak diketahui tepat pada waktunya.
b.      Isyarat bunuh diri (suicide gesture)
bunuh diri yang direncanakan untuk usaha mempengaruhi perilaku orang lain.
c.       Ancaman bunuh diri (suicide threat)
suatu peringatan baik secara langsung verbal atau nonverbal bahwa seseorang sedang mengupayakan bunuh diri. Orang tersebut mungkin menunjukkan  secara verbal bahwa dia tidak akan ada di sekitar kita lagi atau juga mengungkapkan secara nonverbal berupa pemberian hadiah, wasiat, dan sebagainya. Kurangnya respon positif dari orang sekitar dapat dipersepsikan sebagai dukungan untuk melakukan tindakan bunuh diri.
4.      Faktor Predisposisi
Lima factor predisposisi yang menunjang pada pemahaman perilaku destruktif-diri sepanjang siklus kehidupan adalah sebagai berikut :
a.       Diagnosis Psikiatrik
Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri mempunyai riwayat gangguan jiwa. Tiga gangguan jiwa yang dapat membuat individu berisiko untuk melakukan tindakan bunuh diri adalah gangguan afektif, penyalahgunaan zat, dan skizofrenia.
b.      Sifat Kepribadian
Tiga tipe kepribadian yang erat hubungannya dengan besarnya resiko bunuh diri adalah antipati, impulsif, dan depresi.
c.        Lingkungan Psikososial
Faktor predisposisi terjadinya perilaku bunuh diri, diantaranya adalah pengalaman kehilangan, kehilangan dukungan sosial, kejadian-kejadian negatif dalam hidup, penyakit krinis, perpisahan, atau bahkan perceraian. Kekuatan dukungan social sangat penting dalam menciptakan intervensi yang terapeutik, dengan terlebih dahulu mengetahui penyebab masalah, respons seseorang dalam menghadapi masalah tersebut, dan lain-lain.
d.      Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan factor penting yang dapat menyebabkan seseorang melakukan tindakan bunuh diri.
e.       Faktor Biokimia
Data menunjukkan bahwa pada klien dengan resiko bunuh diri terjadi peningkatan zat-zat kimia yang terdapat di dalam otak sepeti serotonin, adrenalin, dan dopamine. Peningkatan zat tersebut dapat dilihat melalui ekaman gelombang otak Electro Encephalo Graph (EEG).
5.    faktor Presipitasi
Perilaku destruktif diri dapat ditimbulkan oleh stress berlebihan yang dialami oleh individu. Pencetusnya sering kali berupa kejadian hidup yang memalukan.Faktor lain yang dapat menjadi pencetus adalah melihat atau membaca melalui media mengenai orang yang melakukan bunuh diri ataupun percobaan bunuh diri. Bagi individu yang emosinya labil, hal tersebut menjadi sangat rentan.
6.    sumber Koping
Klien dengan penyakit kronik atau penyakit yang mengancam kehidupan dapat melakukan perilaku bunuh diri dan sering kali orang ini secara sadar memilih untuk melakukan tindakan bunuh diri. Perilaku bunuh diri berhubungan dengan banyak faktor, baik faktor social maupun budaya. Struktur social dan kehidupan bersosial dapat menolong atau bahkan mendorong klien melakukan perilaku bunuh diri. Isolasi social dapat menyebabkan kesepian dan meningkatkan keinginan seseorang untuk melakukan bunuh diri. Seseorang yang aktif dalam kegiatan masyarakat lebih mampu menoleransi stress dan menurunkan angka bunuh diri. Aktif dalam kegiatan keagamaan juga dapat mencegah seseorang melakukan tindakan bunuh diri.
7.      Mekanisme Koping
Seseorang klien mungkin memakai beberapa variasi mekanisme koping yang berhubungan dengan perilaku bunuh diri, termasuk denial, rasionalization, regression, dan magical thinking. Mekanisme pertahanan diri yang ada seharusnya tidak ditentang tanpa memberikan koping alternatif.

C.  DATA YANG PERLU DIKAJIMasalah Keperawatan Data yang perlu dikaji
Resiko bunuh diri Subjektif :
·     Mengungkapkan keinginan bunuh diri.
·     Mengungkapkan keinginan untuk mati.
·     Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan.
·     Ada riwayat berulang percobaan bunuh diri sebelumnya dari keluarga.
·     Berbicara tentang kematian, menanyakan tentang dosis obat yang mematikan.
·     Mengungkapkan adanya konflik interpersonal.
·     Mengungkapkan telah menjadi korban perilaku kekeasan saat kecil.

Objektif :
·     Impulsif.
·     Menunujukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat patuh).
·     Ada riwayat panyakit mental (depesi, psikosis, dan penyalahgunaan alcohol).
·     Ada riwayat penyakit fisik (penyakit kronis atau penyakit terminal).
·     Pengangguran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau kegagalan dalam karier).
·       Umur 15-19 tahun atau diatas 45 tahun.
·     Status perkawinan yang tidak harmonis


D.  MASALAH KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
1.    Risiko bunuh diri
2.    bunuh diri
3.    isolasi sosial
4.    harga diri rendah kronis.



E.  DIAGNOSIS KEPERAWATAN
Risiko bunuh diri
F.   RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
Tujuan umum: sesuai masalah (problem).
 Tujuan khusus
1.      Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan:
a.       Perkenalkan diri dengan klien
b.      Tanggapi pembicaraan klien dengan sabar dan tidak menyangkal.
c.       Bicara dengan tegas, jelas, dan jujur.
d.      Bersifat hangat dan bersahabat.
e.       Temani klien saat keinginan mencederai diri meningkat.
2.      Klien dapat terlindung dari perilaku bunuh diri
a.       Jauhkan klien dari benda benda yang dapat membahayakan (pisau, silet, gunting, tali, kaca, dan lain lain).
b.      Tempatkan klien di ruangan yang tenang dan selalu terlihat oleh perawat
c.       Awasi klien secara ketat setiap saat

3.      Klien dapat mengekspresikan perasaannya
Tindakan:
a.       Dengarkan keluhan yang dirasakan
b.       Bersikap empati untuk meningkatkan ungkapan keraguan, ketakutan dan keputusasaan.
c.       Beri dorongan untuk mengungkapkan mengapa dan bagaimana harapannya
d.      Beri waktu dan kesempatan untuk menceritakan arti penderitaan, kematian, dan lain lain.
e.       Beri dukungan pada tindakan atau ucapan klien yang menunjukkan keinginan untuk hidup.
4.       Klien dapat meningkatkan harga diri
Tindakan:
a.        Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi keputusasaannya
b.      Kaji dan kerahkan sumber sumber internal individu.
c.       Bantu mengidentifikasi sumber sumber harapan (misal: hubungan antar sesama, keyakinan, hal hal untuk diselesaikan).
5.      Klien dapat menggunakan koping yang adaptif
Tindakan:
a.       Ajarkan untuk mengidentifikasi pengalaman pengalaman yang menyenangkan setiap hari  (misal : berjalan-jalan, membaca buku favorit, menulis surat dll).
b.      Bantu untuk mengenali hal hal yang ia cintai dan yang ia sayang, dan pentingnya terhadap kehidupan orang lain, mengesampingkan tentang kegagalan dalam kesehatan.
c.       Beri dorongan untuk berbagi keprihatinan pada orang lain yang mempunyai suatu masalah dan atau penyakit yang sama dan telah mempunyai pengalaman positif dalam mengatasi masalah tersebut dengan koping yang efektif.
6.       Klien dapat menggunakan dukungan social
Tindakan:
a.       Kaji dan manfaatkan sumber sumber ekstemal individu (orang orang terdekat, tim pelayanan kesehatan, kelompok pendukung, agama yang dianut).
b.      Kaji sistem pendukung keyakinan (nilai, pengalaman masa lalu, aktivitas keagamaan, kepercayaan agama).
c.       Lakukan rujukan sesuai indikasi (misal : konseling pemuka agama).
7.      Klien dapat menggunakan obat dengan benar dan tepat
Tindakan:
a.       Diskusikan tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek dan efek samping minum obat).
b.      Bantu menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar pasien, obat, dosis, cara, waktu).
c.       Anjurkan membicarakan efek dan efek samping yang dirasakan.
d.      Beri reinforcement positif bila menggunakan obat dengan benar

G. POHON MASALAH
effect                                     bunuh diri

core problem                   risiko bunuh diri

causa                                 isolasi sosial          

                                 harga diri rendah kronis

gambar 1.2. pohon masalh risiko bunuh diri



DAFTAR PUSTAKA
Stuart GW, Sundeen, Buku Saku Keperawatan Jiwa, Jakarta : EGC, 1995
Keliat Budi Ana, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999
Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino Gonohutomo, 2003
Tim Direktorat Keswa, Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1, Bandung, RSJP Bandung, 2000
Boyd MA, Hihart MA. Psychiatric nursing : contemporary practice. Philadelphia : Lipincott-Raven Publisher. 1998

No comments:

Post a Comment