Showing posts with label maternitas. Show all posts
Showing posts with label maternitas. Show all posts

Friday, October 1, 2010

ANATOMI SISTEM REPRODUKSI

ANATOMI SISTEM REPRODUKSI
Dinding abdomen
• Kulit
• Lapisan lemak
• Fascia
• Otot (m. rektus abdominis, m. obliquus eksternus, m. obliquus internus, m. transversus abdominis)


Fungsi dinding abdomen:
• Mengecilkan rongga perut bersama diafragma
• Meningkatkan tekanan rongga perut fungsi persalinan

Dasar panggul
• Manusia berdiri dasar panggul mempunyai beban menahan semua beban khususnya rongga perut dan tekanan intra abdominal
• Beban ditahan oleh otot dan fascia akibat persalinan kendornya fascia dan otot prolapsus genitalis
• Pintu bawah panggul terdiri atas diafragma pelvis, diafragma urogenitale dan lapisan otot
• Diafragma pelvis terdiri dari:
• M. levator ani
• M. koksigeus keduanya membentuk mangkok

• Dibagian tengah depan membentuk hiatus genitalis urethra, vagina dan rektum
• Diafragma urogenitalis yg menutupi arkus pubis:
• M transversus perinei superficialis dan profundus didalamnya terdapat mrhabdospincter urethra
• Lapisan paling luar dibentuk oleh:
• M. bulbo kavernosus
• M. perinea transversa superficialis
• M. iskhiakavernosus
• M. sphincter ani eksternus

• Fungsi otot menahan rektum dan vagina turun kebawah.
• Semua otot tsb dipengaruhi syaraf motorik? dapat dikejangkan aktif.

• Pelvis
• Symphisis pubis (menghubungkan kedua paruh tl pelvis)
• Articulatio sacroiliaca (menyatukan columna vertebralis dan tl pelvis)
• Pelvis major (batas-batas: dd abdomen anterior, ala ossis illi, vertebra lumbales. Ukuran jarak antara titik-titik tl pelvis ukuran pelvis)
• Pelvis minor {( batas-batas: promontorium ossis sacri, linea arcuata, eminentia pubica, tl pubis dan tepi atas symphysis pubica ( linea terminalis)}

ALAT GENITALIA
• Vulva
• Tempat muara sistim urogenital
• Mons pubis
jar. lemak tertutup kulit, letak diatas simfisis pubis.
• Labia mayora (dibawahnya adalah jaringan lemak, kel. keringat) kebelakang membentuk kommisura posterior dan perineum dapat robek saat melahirkan
• Medialnya labia minora ( kel keringat, tanpa lemak) kebelakang membentuk frenulum, kedepan membentuk preputium klitoridis, dibawahnya terdapat klitoris? jar erektil.

• Vestibulum, dapat dilihat dengan memisahkan labia minora, terdapat 6 muara pada vestibulum:
? Meatus urethtra 2,5 cm dibawah klitoris.
? Dua ductus Skene bermuara 6mm ka/ki urethtra
? Ostium vagina (introitus vagina) terdapat hymen pada (gadis). sobek pada saat koitus. Sisa saat paska melahirkan disebut karunkula himenalis.
? Dua duktus gl. Bartholini? sebesar kacang kapri, muara duktus diluar himen .mempertahankan genitalia eksterna tetap lembab.

• Glandula introital:
• Kelenjar Bartholini? sekret musinosa alkalis berfs pelumas saat hubungan sexual
• Kel vestibularis: tersebar di seluruh vestibulum vagina

V A G I N A
• Penghubung genitalia eksterna dan interna (panjang 8-10 cm)
• Introitus tertutup himen, suatu lipatan selaput setempat. Pada gadis selaput dara masih utuh, umumnya hanya dapat dilalui jari kelingking? jika tertutup sama sekali disebut himen imperforatus.
• Epithel vagina: sel skuamous berlapis. Tidak berkelenjar, tetapi dapat transdusasi
• Pada anak kecil epithel sangat tipis, mudah infeksi
• Mukosa vagina membentuk membentuk rugae? lipatan? kolumna rugarum
• Dibawah epithel vagina terdapat jaringan ikat, otot.
• Disebelah depan atas terdapat muara urethra sepanjang 2,5 – 4 cm.
• Bagian atas berbatasan dg vesica urinaria sampai forniks vagina anterior, jika kendor dan merosot terbentuk sistokele. Dinding belakang membentuk forniks posterior. Disamping kedua forniks membentuk forniks lateralis, jika kendor rektokele
• Struktur mikroskopis: Epithel skuamosa, Jar ikat vaskuler, Dinding otot, 2 lapisan serabut otot onvolunter (luar longitudinal, dalam sirkuler), Fascia

Fungsi vagina:
• Untuk masuknya spermatozoa
• Keluarnya darah menstruasi dan hasil konsepsi
• Membantu menopang uterus
• Membantu mencegah infeksi, terdapat media asam yang dihasilkan bacillus Doderlein? mengubah glikogen menjadi asam laktat. pH normal vagina 3,8 – 4,5.

CERVIX
• Merupakan bagian uterus, struktur dan fungsi berbeda.
• Letak dibawah ishmus uteri yang meliputi ostium internum dan ostium eksternum. Ostium internum, dilatasi pada persalinan.
• Inkompetensi serviks, abortus spontan pada timester 2 kehamilan.
• Ukuran dewasa 2,5 cm (1/3 panjang seluruh uterus).

Struktur mikroskopis Cerviks:
• Endometrium
• Otot involunter bercampur jar ikat kolagen menyebabkan bersifat fibrosa (rata-rata otot 10% nya)
• Peritoneum menutup serviks diatas vagina.
• Pada portio vaginalis terdapat perubahan epithel skuamous ke kolumner squamous columner junction.

Fungsi serviks:
• Membantu mencegah infeksi kedalam uterus
• Dilatasi serviks saat proses persalinan

UTERUS
• Bentuk buah peer
• Ukuran 7 – 7,5 cm
• Terdiri atas:
• Korpus uteri (2/3 proksimal) didalamnya terdapat kavum uteri membuka keluar melalui kanalis servikalis. Serviks uteri di vagina disebut porsio uteri
• Antara korpus dan serviks adalah isthmus uteri (panjang 7 mm)
• Korpus uteri
• Kornu daerah insersi tuba Fallopii
• Fundus bagian uterus diatas dan diantara 2 kornu
• Cavum uteri (bentuk segi tiga)
• Serviks: 1/3 distal
• Korpus : serviks bayi 1: 2 dan pada dewasa 2:1Bagian atas korpus disebut fundus uteri tempat masuknya tuba Fallopii

Struktur mikroskopis:
• Dinding uterus tunika serosa (peritoneum), tunika muskularis dan endometrium
• Miometrium berlapis 3: longitudinal, sirkuler dan obliq yang saling beranyaman.
• Kavum uteri dilapisi selaput lendir kaya kelenjar endometrium
• Endometrium terdiri epithel kubik, kelenjar dan stroma kaya pembuluh darah.

UTERUS
• Posisi uterus anteversifleksio: serviks kedepan atas membentuk sudut dengan vagina, sedang korpus kearah depan dan membentuk sudut 20-30 derajat dengan serviks sebaliknya retroversifleksio
• Kedudukan uterus dalam pelvis ditentukan: Tonus otot rahim, Tonus ligamentum penyangga, Tonus otot dasar panggul

Ligamentum penyangga uterus:

• Ligamentum latum merupakan lipatan peritoneum kanan kiri uterus meluas sampai dinding panggul.
• Ruang antar lipatan berisi pembuluh darah, limfe dan ureter.
• Ligamentum rotundum kaudal insersi tuba-kanalis inguinalis
• Ligamentum infundibulo pelvikum terbentang dari infundibulum dan ovarium ke dd panggul
• Ligamentum kardinale setinggi osteum uteri internum dari serviks ke panggul
• Ligamentum sakrouterinum merupakan penebalan ligamentum kardinale menuju os sacrum
• Antara tuba dan ovarium terdapat lig.ovarii propium
• Pembuluh darah a uterina cabang a. hypogastrika melalui lig latum menuju uterus setinggi osteum uteri internum dan a ovarika cabang aorta abdominalis.

Fungsi uterus:

• Tempat implantasi paska fertilisasi
• Nutrisi hasil konsepsi
• Perkembangan dan pertumbuhan konsepsi
• Mengeluarkan hasil konsepsi
• Involusi paska kelahiran bayi

TUBA
• Panjang 11 – 14 cm
• Bagian yang ada pada fundus disebut pars interstisialis, lateralnya pars isthmika, lateralnya lagi pars ampularis yang mempunyai corong terbuka disebut infundibulum.
• Struktur mikroskopis tuba:
• Peritoneum
• Muskuler (longitudinal dan sirkuler)
• Mukosa epithel kubik, bersilia dan bersekresi.

• Tuba terbagi menjadi 4 bagian:
• Pars interstisialis (diantara otot rahim mulai osteum internum tubae)
• Pars isthmika tuba ( diameter paling sempit)
• Pars ampularis tuba (diameter paling luas)
• Pars infundibulum dengan ujung akhir fimbriae.

Fungsi tuba:
• Menangkap sel ovum
• Merupakan saluran spermatozoa
• Merupakan tempat konsepsi, pertumbuhan dan perkembangan konsepsi sampai blastula

OVARIUM
• Ukuran: seibu jari tangan (3X2X1 cm, beratnya 5-8 gr).
• Ovarium kerah uterus bergantung pada lig. Infundibulo pelvikum melekat pada lig. Latum melalui mesovarium
• Ovarium terdiri 2 bagian:
• Korteks ovarii: Mengandung follikel primordial, Berbagai fase pertumbuhan follikel, Terdapat korpus luteum dan albikans, Medull ovarii: Terdapat pembuluh darah, limfe dan syaraf
• Parametrium jaringan ikat yang terdapat antara kedua lembaran lig latum

Thursday, September 16, 2010

ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU HAMIL DENGAN HYPERTIROID

TINAJUAN TEORI
A. Konsep Dasar
Hipertiroid pada kehamilan ( morbus basodowi ) adalah hiperfungsi kelenjar tiroid ditandai dengan naiknya metabolism basal15-20 %, kadang kala diserta pembesaran ringan kelenjar tiroid. Penderita hipertiroid biasanya mengalami gangguan haid ataupun kemandulan. Kadang juga terjadi kehamilan atau timbul penyakit baru, timbul dalam masa kehamilan.
Kejadian penyakit ini diperkirakan 1:1000 dan dalam kehamilan umunya disebabkan oleh adenoma tunggal. Pasien dengan penyakit primer ini mungkin mengidap batu ginjal, penyakit tulang atau tanpa gejala.
1. Pengaruh kehamilan terhadap penyakit
Kehamilan dapat membuat strua tambah besar dan keluhan penderita tambah berat.
2. Pengaruh penyakit terhadap kehamilan dan persalinan
- Kehamikan sering berakhir ( abortus habitualis )
- Partus prematurus
- Kala II hendaknya diperpendek dengan akstraksi vakum / forsial, karena bahaya kemungkinan timbulnya dekompensasi kordis.

B. Etiologi
Hipertiroid :
- Pembesaran kelenjar tiroid
- Hiperfungsi kelenjar tiroid
- Peningkatan metabolism basal 15-20 %

C. Tanda dan gejala
Hipertiroid :
- Eksoftalmus
- Tremor
- Takikardia
- Pembesarankelenjar tiroid
- Hiperkinesis
- Kenaikan BMR sampai 25 %
- Aneroksia
- Lekas letih
- Kesulitan dalam menelan
- Mual dan muntah
- Konstipasi
- Hiptonik obat

D. Penatalaksanaan
- Pemberian obbat-obat profiltluarasil dan metiazol dosis rendah
- Operasi tiroidektomi, lakukan pada trimester III

E. Pengaruh Kehamilan Terhadap Penyakit
Kehamilan dapat membuat struma tambah besar dan keluhan penderita bertambah berat.

F. Komplikasi dan Pengangan
Kematian meningkat dan dapat mencapai 50 %. Pembedahan adalah terapi yang dianjurkan, tetapi mungkin timbul hipokalsemia pasca bedah. Kalau perlu dilakukan pemeriksaan kalsium berkala dan bila nyata harus dilakukan koreksi dengan kalsium glokonat 2-3 x 20 ml cairan 10 %, bila keluhan menjadi ringan, diet makanan kalsium 4 gelas susu / hari dapat dianjurkan. Dalam kenyataan tetani neonatal sering membantu dalam memerlukan hiperparatiriodisme ibu, yang kemudian dioperasi untuk mengangkat adenomanya.

ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Pemeriksaan Fisik :
a. Kulit
1) Panas, lembab, banyak keringat, halus, licin, mengkilat, kemerahan.
2) Erythema, pigmentasi, mixedema local.
3) Kuku → terjadi onycholosi → terlepas, rusak.
4) Ujung kuku/jari → terjadi Aerophacy, yaitu perubahan ujung jari → tabuh / clubbing finger disebut PLUMER NAIL.
5) Kalau ada peningkatan suhu → lebih dari 37,8o C → indikasi Krisis Tyroid.

b. Mata ( Opthalmoptik )
1) Retraksi kelopak mata atas → mata membelalak / tanda Dalrymple.
2) Proptosis ( eksoptalmus ), karena jaringan orbita dan otot-otot mata diinfiltrasi oleh limposit.
3) Iritasi Conjunction dan Hemosis.
4) Laktrimasi
5) Ortalmoplegia
6) Tanda Jefrey : kulit tidak dapat mengkerut pada waktu kepala sedikit menunduk dan mata melihat objek yang digerakkan ke atas.
7) Tanda Rosenbach : tremor pada kelopak mata pada waktu mata menutup.
8) Tanda stelwag : mata jarang berkedip.
9) Tanda Dalrymple : retraksi kelopak mata bagian atas sehingga memberi kesan mata membelalak.
10) Tanda Van Graefe : kelopak mata terlambat turun dibandingkan boa mata.
11) Tanda Molbius : kelemahan dalam akomodasi / konvergensi mata / gagal konvergensi.

c. Cardio vaskuler.
1) Peningkatan tekanan darah
2) Tekanan nadi meningkat
3) Takhikardia
4) Aritmia
5) Berdebar-debar
6) Gagal jantung

d. Respirasi
1) Perubahan pola nafas
2) Dyspnea
3) Pernafasan dalam
4) Respirasi rate meningkat

e. Gastrointestinal
1) Poliphagia → nafsu makan meningkat.
2) Diare → bising usus hyperaktif
3) Enek
4) Berat badan turun

f. Otot
1) Kekuatan menurun
2) Kurus
3) Atrofi
4) Tremor
5) Cepat lelah
6) Hyperaktif refleks tendom

g. Sistem persyarafan
1) Iritabiltas → gelisah
2) Tidak dapat berkonsentrasi
3) Pelupa
4) Mudah pindah perhatian
5) Insomnia
6) Gematar

h. Status mental dan emosional
1) Emosi labil → lekas marah, menangis tanpa sebab
2) Iritabilitas
3) Perubahan penampilan

i. Status ginjal
1) Polyuri ( banyak dan sering kencing ).
2) Polidipsi ( rasa haus berlebihan → banyak minum )

j. Status reproduksi
1) Pada wanita :
a. Hypomenorrhoe
b. Amenorrhoe
Karena kelenjar tyroid mempengaruhi LH
2) Laki-laki :
a. Kehilangan libido
b. Penurunan potensi


k. Leher
1) Teraba adany apembesaran tyroid ( goiter ).
2) Briut ( + ).
2. Pemeriksaan Diagnostik
a. Serum T3 dan T4 meningkat ( Normal : T3 :8 – 16 g. T4 4-11 g )
b. TSH serum menurun
c. Tyroid → radio aktif iodine up take ( RAIU ) meningkat ( Normal: 10-35 % )
d. BMR meningkar
e. PBI meningkat ( Normal :4 g - 8 g, hypertiroid > 8 g, hypertiroid < g)


B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan diare, mual, nyeri abdomen dan atau peningkatan BMR ditandai dengan BB turun, diaporesis.
Tujuan : nutrisi adekuat.
Intervensi :
a. Pantau masukan diet tinggi kalori, tinggi protein, tinggi karbohidrat, tinggi vitanin B.
b. Tawarkan makanan dalam jumlah kecil tapi sering dan tambahan diantara waktu makan.
c. Konsulkan pasien untuk makanan yang disukai.
d. Hindari stimulan : kopi, the, cola, atau makanan yang lain yang mengandung kafein atau teobromin yang meningkatkan perasaan kenyang dan paristaltik.
e. Hindari makanan dengan jumlah yang banyak serat atau makanan yang banyak mengandung bumbu.
f. Berikan dorongan untuk memperbanyak minum 2 sampai 3 liter setiap hari ; hindari jus yang mungkin dapat menyebabkan diare.
g. Berikan lingkungan dengan pengunjung yang cocok bila pasien yang menginginkannya.
h. Timbang pasien setiap hari, pada waktu yang sama dengan timbangan dan pakaian yang sama.
i. Pantau masukan dan haluaran setiap 8 jam.
j. Kaji efektifitas pengobatan untuk mengatasi mual dan nyeri abdomen.

Hasil yang diharapkan / evaluasi :
Berat badan meningkat sampai batas yang normal bagi pasien : makan diet yang dianjurkan tanpa menunjukkan ketidaknyamanan abdomen ;tidak yang dianjurkan tanpa menunjukkan ketidaknyamanan abdomen; tidak mengalami diare; masukan dan haluaran seimbang.

2. Hipetermia yang berhubungan dengan status hipermetabolik ditandai dengan panas.
Tujuan : suhu normal 36,5oC – 37,5oC.

Intervensi ;
a. Berikan kompres hangat sesuai kebutuhan.
b. Gunakan pakaian dan linen tempat tidur yang tipis.
c. Pertahankan lingkungan yang sejuk.
d. Kaji efektifitas selimut hipetermia bila dilakukan :
- Lakukan tindakan untuk mencegah kerusakan kulit.
e. Berikan asetamenofen sesuai pesanan ( aspirin merupakan kontra indikasi )
f. Tingkatkan masukan cairan sampai 2500 ml / hari.
g. Pantau tanda vital, tingkat kesadaran, halyaran urine setiap 2 sampai 4.
h. Kolaborasikan dengan dokter dalam menggunakan tindakan pendinginan tambahan bila keadaannya membutuhkan.
Hasil yang diharapkan /evaluasi :
a. Pasien sadar dan responsif
b. Tanda-tanda vital dan haluaran urine normal.

3. Intoleran aktivitas yang berhubunagan dengan ketiddakseimbangan antara suplai oksigen dan kebutuhan karena peningkatan kecepatan metabolisme dan intoleransi terhadap panas ditandai dengan kelemahan.
Tujuan : Aktifitas dapat dilakukan sesuai toleransi.

Intervensi :
a. Kaji tanda vital dasar dan tingkat aktivitas sebelumnya.
b. Batasi akatifitas sampai tingkat toleransi pasien dengan melakukan pangkajian respon ( mis : kaji tanda vital selama melakukan aktifitas dan bandingkan dengan tanda vital dasar ).
c. Biarkan pasien membuat priorotas dalam perawatan di dalam keterbatasanna.
d. Berikan jarak waktu antara prosedur untuk memungkinkan waktu istitrahat yang cukup.
e. Berikan peralatan yang dibutuhkan, kebutuhan lain untuk mencegah penggunaan energi yang berlebihan oleh pasien sebelum aktivitas.
f. Hentikan aktifitas pada awal timbulnya gejala intoleran : dispnea, takipnea, takikardia, keletihan.
g. Bantu pasien saat melakukan aktifitas yang tidak mampu dilakukan karena kelemahan atau tremor.
h. Rencanakan aktifitas setiap hari dan pola istirahat yang dapat memudahkan meningkatan toleransi untuk perawatan diri.

Hasil yang diharapkan / evaluasi :
a. Menyelesaikan aktifitas yang direncanakan tanpa bukti-bukti intoleran.
b. Meminta bantuan hanya ketika membutuhkan.

4. Perubahan proses fikir yang berhubungan dengan peningkatan rangsangan sistem saraf simpatis oleh tingginya kadar hormon tiroid ditandao dengan labil, peka rangsang, gugup.

Tujuan : tidak terjadi perubahan proses pikir.

Intervensi :
a. Kaji tingkat kesadaran, orientasi, afek dan persepsi setiap 4 jam sampai 8 jam : laporkan adanya perubahan negatif.
b. Diskusikan perasaan dan respon terhadap situasi dan orang : berikan penekanan bahwa hal tersebut tepat adanya.
c. Berikan lingkungan yang stabil, tenang, tanpa stress, dan tidak merangsang.
1) Atasi lingkunangan yang terlalu berisik.
2) Konsisten dalam waktu dan saat melakukan prosedur atau aktifitas.
3) Batasi pengunjung sesuai kebutuhan.
4) Hindari pergantian personel yang sering.
5) Cegah situasi yang menimulkan kemarahan emosional bila memungkinkan
d. Rencanakan perawatan bersama pasien; berikan penjelasan yang jelas dan singkat.
e. Antisipasi kebutuhan akan pencegahan reaksi hiperaktif.
f. Informasikan pasien bahwa aktifitasnya mungkin dibatasi.
g. Ajarkan teknik menurunkan stress dan kaji penggunaannya oleh pasien.
h. Berikan aktifitas yang menghibur dan benda-benda yang menurunkan rangsangan ; hindari hal-hal yang membutuhkan manipulasi motorik halus.
i. Orientasikan kembali pasien pada lingkungan sesuai dengan yang dibutuhkan dan berikan petunjuk yang mengorientasikan ( misalnya : jam, kalender, gambar-gambar yang dikenal pasien dan sebagainya ).
j. Panyau terhadap reaksi buruk terhadap pengobatan.

Hasil yang diharapkan :
a. Pasien berorientasi
b. Berespon sesuai terhadap situasi dan orang
c. Menggunakan teknik reduksi stress

ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU HAMIL DENGAN IBU DENGAN LETAK SUNGSANG

A. Pengertian
Letak sungsang adalah letak memanjang dengan bokong sebagai bagian yang terendah (presentase bokong). Letak sungsang dibagi sebagai berikut :
1. Letak sungsang murni yaitu bokong saja yang menjadi bagian depan sedangkan kedua tungkai lurus keatas.
2. Letak bokong kaki
3. Letak lutut
4. Letak kaki
Frekuensi letak sungsang murni lebih tinggi pada kehamilan muda dibanding kehamilan tua dan multigravida lebih banyak dibandingkan dengan primigravida.

B. Etiologi
Penyebab letak sungang :
1. Fiksasi kepala pada pintu atas panggul tidak baik atau tidak ada, misalnya pada panggulsempit, hidrosefalus, plasenta previa, tumor – tumor pelvis dan lain – lain.
2. Janin mudah bergerak,seperti pada hidramnion, multipara, janin kecil (prematur).
3. Gemeli (kehamilan ganda)
4. Kelainan uterus, seperti uterus arkuatus ; bikornis, mioma uteri.
5. Janin sedah lama mati.
6. sebab yang tidak diketahui.

C. Klasifikasi
1. Letak bokong (Frank Breech)
Letak bokong dengan kedua tungkai terangkat keatas ( 75 % )
2. Letak sungsang sempurna (Complete Breech)
Letak bokong dimana kedua kaki ada disamping bokong (letak bokong kaki sempurna / lipat kejang )
3. Letak Sungsang tidak sempurna (incomplete Breech)
adalah letak sungsang dimana selain bokong bagian yang terendah juga kaki dan lutut, terdiri dari :
- Kadua kaki : Letak kaki sempurna
Satu kaki : Letak kaki tidak sempurna
- Kedua lutut : Letak lutut sempurna
Satu lutut : Letak lutut tidak sempurna
Posisi bokong ditentukan oleh sakrum, ada 4 posisi :
1) Left sacrum anterior (sakrum kiri depan)
2) Right sacrum anterior (sakrum kanan depan)
3) Left sacrum posterior (sakrum kiri belakang)
4) Right sacrum posterior (sakrum kanan belakang)

D. Tanda dan Gejala
1. Pergerakan anak terasa oleh ibu dibagian perut bawah dibawah pusat dan ibu sering merasa benda keras (kepala) mendesak tulang iga.
2. Pada palpasi teraba bagian keras, bundar dan melenting pada fundus uteri.
3. Punggung anak dapat teraba pada salat satu sisi perut dan bagian-bagian kecil pada pihak yang berlawanan. Diatas sympisis teraba bagian yang kurang budar dan lunak.
4. Bunyi jantung janin terdengar pada punggung anak setinggi pusat.



E. Diagnosis
1. Palpasi
Kepala teraba di fundus, bagian bawah bokong ,dan punggung dikiri atau kanan.
2. Auskultasi
DJJ paling jelas terdengar pada tempat yang lebih tinggi dari pusat.

Ddj X djj X

3. Pemeriksaan dalam
Dapat diraba os sakrum, tuber ischii, dan anus, kadang – kadang kaki (pada letak kaki)
Bedakan antara :
- Lubang kecil - Mengisap
- Tulang (-) - Rahang Mulut
- Isap (-) Anus - Lidah
- Mekoneum (+)

- Tumit - Jari panjang
- Sudut 90 0 Kaki - Tidak rata Tangan siku
- Rata jari – jari - Patella (-)

- Patella Lutut
- Poplitea

4. Pemeriksaan foto rontgen : bayangan kepala di fundus

F. Patofisiologi
Bayi letak sungsang disebabkan :
1. Hidramnion : anak mudah bergerak karena mobilisasi
2. Plasenta Previda : Menghalangi kepala turun ke panggul
3. Panggul Sempit : Kepala susah menyesuaikan ke jalan lahir

G. Penatalaksanaan
1. Sewaktu Hamil
Yang terpenting ialah usaha untuk memperbaiki letak sebelum persalinan terjadi dengen versi luar. Tehnik :
a. Sebagai persiapan :
1) Kandung kencing harus dikosongkan
2) Pasien ditidurkan terlentang
3) Bunyi jantung anak diperiksa dahulu
4) Kaki dibengkokan pada lutu dan pangkal paha supaya dinding perut kendor.
b. Mobilisasi : bokong dibebaskan dahulu
c. Sentralisasi : kepala dan bokong anak dipegang dan didekatkan satusama lain sehingga badan anak membulat dengan demikian anak mudah diputar.
d. Versi : anak diputar sehingga kepala anak terdapat dibawah. Arah pemutaran hendaknya kearah yang lebih mudah yang paling sedikit tekanannya. Kalau ada pilihan putar kearah perut anak supaya tidak terjadi defleksi. Setelah versi berhasil bunyi jantung anak diperiksa lagi dan kalau tetap buruk anak diputar lagi ketempat semula.
e. Setelah berhasil pasang gurita, observasai tensi, DJJ, serta keluhan.
2. Pimpinan Persalinan
a. Cara berbaring :
- Litotomi sewaktu inpartu
- Trendelenburg
b. Melahirkan bokong :
- Mengawasi sampai lahir spontan
- Mengait dengan jari
- Mengaik dengan pengait bokong
- Mengait dengan tali sebesar kelingking.
c. Ekstraksi kaki
Ekstraksi pada kaki lebih mudah. Pada letak bokong janin dapat dilahirkan dengan cara vaginal atau abdominal (seksio sesarea)
3. Cara Melahirkan Pervaginam
Terdiri dari partus spontan ( pada letak sungsang janin dapat lahir secara spontan seluruhnya) dan manual aid (manual hilfe)
Waktumemimpin partus dengan letak sungsang harus diingat bahwa ada 2 fase :
Fase I : fase menunggu
Sebelum bokong lahir seluruhnya, kita hanya melakukan observasi. Bila tangan tidak menjungkit ka atas (nuchee arm), persalinan akan mudah. Sebaiknya jangan dilakukan ekspresi kristeller,karena halini akan memudahkan terjadinya nuchee arm
Fase II : fase untuk bertindak cepat.
Bila badan janin sudah lahir sampai pusat, tali pusat akan tertekan antara kepala dan panggul, maka janin harus lahir dalam waktu 8 menit.Untuk mempercepatnya lahirnya janin dapat dilakukan manual aid

H. Prognasis
1. Bagi ibu
Kemungkinan robekan pada perineum lebih besar,juga karena dilakukan tindakan, selain itu ketuban lebih cepat pecah dan partus lebih lama, jadi mudah terkena infeksi.
2. Bagi anak :
Prognosa tidak begitu baik,karena adanya ganguan peredaran darah plasenta setelah bokong lahir dan juga setelah perut lahir, talipusat terjepit antara kepala dan panggul, anak bisa menderita asfiksia.
Oleh karena itu setelah tali pusat lahir dan supaya janin hidup,janin harus dilakukan dalam waktu 8 menit.

I. Proses Keperawatan Ibu Dengan Letak Sungsang
1. Pengkajian
a. Aktifitas / Istirahat :
Melaporkan keletihan, kurang energi
Letargi, penurunan penampilan
b. Sirkulasi
Tekanan darah dapat meningkat
c. Eliminasi
Distensi usus atau kandung kencing mungkin ada
d. Integritas ego
Mungkin sangat cemas dan ketakutan
e. Nyeri / Ketidaknyamanan
Dapat terjadi sebelum awitan(disfungsi fase laten primer) atau setelah persalinan terjadi (disfungsi fase aktif sekunder).
Fase laten persalinan dapat memanjang : 20 jam atau lebih lama pada nulipara (rata- rata adalah 8 ½ jam), atau 14 jam pada multipara (rata – rata adalah 5 ½ jam).
f. Keamanan
Dapat mengalami versi eksternal setelah gestasi 34minggu dalam upaya untukmengubah presentasi bokong menjadi presentasi kepala
Pemeriksaan vagina dapat menunjukkan janin dalam malposisi (mis.,dagu wajah, atau posisi bokong)
Penurunan janin mungkin kurang dari 1 cm/jam padanulipara atau kurang dari 2 cm/jam pada multipara
g. Seksualitas
Dapat primigravida atau grand multipara
Uterus mungkin distensi berlebihan karena hidramnion, gestasi multipel,janin besar atau grand multiparitas.
h. Pemeriksaan Diagnosis
- Tes pranatal : dapat memastikan polihidramnion, janin besar atau gestasi multiple
- Ultrasound atau pelvimetri sinar X : Mengevaluasi arsitektur pelvis,presentasi janin ,posisi dan formasi.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri (akut) berhubungan dengan Peningkatan tahanan pada jalan lahir
b. Risiko tinggi cedera terhadap maternal berhubungan dengan obstruksi pada penurunan janin
c. Risiko tinggi cedera terhadap janin berhubungan dengan malpresentasi janin
d. Koping individual tidak efektif berhubungan dengan krisis situasi

3. Intervensi Keperawatan
a. Nyeri (akut ) berhubungan dengan Peningkatan tahanan pada jalan lahir ditandai dengan : Peningkatan tonus otot, pengungkapan, Prilaku distraksi (gelisah, meringis, menangis),wajah menunjukan nyeri
Intervensi :
1) Buat upaya yang memungkinkan klien/pelatih untuk merasa nyaman mengajukan pertanyaan
(Rasional : Jawaban pertanyaan dapat menghilangkan rasa takut dan peningkatan pemahaman)
2) Berikan instruksi dalam tehnik pernafasan sederhana
(Rasional : Mendorong relaksasi dan memberikan klien cara mengatasi dan mengontrol tingkat ketidaknyamanan.
3) Anjurkan klien menggunakan tehnik relaksasi.Berikan instruksi bila perlu
(Rasional : Relaksasi dapat membantu menurunkan tegangan dan rasa takut,yang memperberat nyeri dan menghambat kemajuan persalinan)
4) Berikan tindakan kenyamanan (mis. Masage,gosokan punggung, sandaran bantal, pemberian kompres sejuk, pemberian es batu)
(Rasional : Meningkatkan relaksasi,menurunkan tegangan dan ansietas dan meningkatkan koping dan kontrol klien)
5) Anjurkan dan bantu klien dalamperubahan posisi dan penyelarasan EFM
(Rasional : Mencegah dan membatasi keletihan otot, meningkatkan sirkulasi)
6) Kolaborasi : Berikan obat analgetik saat dilatasi dan kontaksi terjadi
(Rasional : Menghilangkan nyeri, meningkatkan relaksasi dan koping dengan kontraksi,memungkinkan klien tetap fokus)
Kriteria Evaluasi :
- Berpartisipasi dalam perilaku untuk menurunkan sensasi nyeri dan meningkatkan kanyamanan
- Tampak rileks diantara kontraksi
- Melaporkan nyeri berulang / dapat diatasi
b. Risiko tinggi cedera terhadap meternal berhubungan dengan obstruksi mekanis pada penurunan janin
Intervensi :
1) Tinjau ulang riwayat persalinan, awitan, dan durasi
(Rasional : Membantu dalam mengidentifikasi kemungkinan penyebab, kebutuhan pemeriksaan diagnostik, dan intervensi yang tepat)
2) Evaluasi tingkat keletihan yang menyertai,serta aktifitas dan istirahat sebelum awitan persalinan
(Rasional : Kelelahan ibu yang berlebihan menimbulkan disfungsi sekunder atau mungkin akibat dari persalinan lama)
3) Kaji pola kontraksi uterus secara manual atau secara elektronik
(Rasional : Disfungsi kontraksi memperlama persalinan,meningkatkan risiko komplikasi maternal / janin)
4) Catat penonjolan , posisi janin dan presentasi janin
(Rasional : Indikator kemajuan persalinan ini dapat mengidentifikasi timbulnya penyebab persalinan lama)
5) Tempat klien pada posisi rekumben lateral dan anjurkan tirah baring dan ambulasi sesuai toleransi
(Rasional : Relaksasi dan peningkatan perfusi uterus dapat memperbaiki pola hipertonik.Ambulasi dapat membantu kekuatan grafitasi dalam merangsang pola persalinan normal dan dilatasi serviks)
6) Gunakan rangsang putting untuk menghasilkan oksitosin endogen.
(Rasional : Oksitosin perlu untukmenambah atau memulai aktifitas miometrik untuk pola uterus hipotonik)
7) Kolaborasi : Bantu untuk persiapan seksio sesaria sesuai indikasi,untuk malposisi
(Rasional : Melahirkan sesaria diindikasikan malposisi yang tidak mungkin dilahirkan secara vagina)
Kriteria Evaluasi :
- Tidak terdapat cedera pada ibu
c. Risiko tinggi cedera terhadap janin berhubungan dengan malpresentasi janin
Intervensi :
1) Kaji DDJ secara manual atau elektronik,perhatikan variabilitas,perubahan periodik dan frekuensi dasar.
(Rasional : Mendeteksi respon abnormal ,seperti variabilitas yang berlebih – lebihan, bradikardi & takikardi, yang mungkin disebabkan oleh stres, hipoksia, asidosis, atau sepsis)
2) Perhatikan tekanan uterus selamaistirahat dan fase kontraksi melalui kateter tekanan intrauterus bila tersedia
(Rasional : Tekanan kontraksi lebih dari 50 mmHg menurunkan atau mengganggu oksigenasi dalam ruang intravilos)
3) Kolaborasi : Perhatikan frekuenasi kontraksi uterus.beritahu dokter bila frekuensi 2 menit atau kurang
(Rasional : Kontraksi yang terjadi setiap 2 menit atau kurang tidakmemungkinkan oksigenasi adekuat dalam ruang intravilos)
4) Siapkan untuk metode melahirkanyang paling layak, bilabayi dalam presentasi bokong
(Rasional : Presentasi ini meningkatkan risiko , karena diameter lebih besar dari jalan masuk ke pelvis dan sering memerlukan kelahiran secara seksio sesaria)
5) Atur pemindahan pada lingkungan perawatan akut bila malposisi dideteksi klien dengan PKA
(Rasional : Risiko cedera atau kematian janin meningkat dengan malahirkan pervagina bila presentasi selain verteks)
Kriteria Evaluasi :
- Menunjukan DJJ dalam batas normal dengan variabilitas baik tidak ada deselerasi lambat
d. Koping individual tidak efektif berhubungan dengan krisis situasi
Intervensi Keperawatan :
1) Tentukan kemajuan persalinan , kaji derajat nyeri dalam hubungannya dengan dilatasi / penonjolan
(Rasional : Persalinan yang lama yang berakibat keletihan dapat menurunkan kemampuan klien untuk mengatasi atau mengatur kontraksi)
2) Kenali realitaskeluhan klien akan nyeri /ketidaknyamanan
(Rasional : Ketidaknyamanan dan nyeri dapat disalahartikan pada kurangnya kemajuan yang tidak dikenali sebagai masalah disfungsional)
3) Tentukan tingkat ansietas klien dan pelatih perhatikan adanya frustasi
(Rasional : Ansietas yang berlebihan meningkatkan aktifitas adrenal /pelepasan katekolamin,menyebabkan ketidak seimbangan endokrin,kelebihan epinefrin menghambat aktifitas miometrik)
4) Berikan informasi faktual tentang apa yang terjadi
(Rasional : Dapat membantu reduksi ansietas dan meningkatkan koping)
5) Berikan tindakan kenyamanan dan pengubahan posisi klien.Anjurkan penggunaan tehnik relaksasi dan pernafasan yang dipelajari
(Rasional : Menurunkan ansietas, meningkatkan kenyamanan , dan membantu klien mengatasi situasi secara positif)
Kriteria Evaluasi :
- Mengungkapkan pemahaman tentang apa yang terjadi
- Mengidentifikasi /menggunakan tehnik koping efektif

ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI BARU LAHIR YANG SAKIT

PENDAHULUAN
Bayi baru lahir atau neonatus meliputi umur 0 – 28 hari. Kehidupan pada masa neonatus ini sangat rawan oleh karena memerlukan penyesuaian fisiologik agar bayi di luar kandungan dapat hidup sebaik-baiknya. Hal ini dapat dilihat dari tingginya angka kesakitan dan angka kematian neonatus. Diperkirakan 2/3 kematian bayi di bawah umur satu tahun terjadi pada masa neonatus. Peralihan dari kehidupan intrauterin ke ekstrauterin memerlukan berbagai perubahan biokimia dan faali. Dengan terpisahnya bayi dari ibu, maka terjadilah awal proses fisiologik sebagai berikut :
1. Peredaran darah melalui plasenta digantikan oleh aktifnya fungsi paru untuk bernafas (pertukaran oksigen dengan karbondioksida)
2. Saluran cerna berfungsi untuk menyerap makanan
3. Ginjal berfungsi untuk mengeluarkan bahan yang tidak terpakai lagi oleh tubuh untuk mempertahankan homeostasis kimia darah
4. Hati berfungsi untuk menetralisasi dan mengekresi bahan racun yang tidak diperlukan badan
5. Sistem imunologik berfungsi untuk mencegah infeksi
6. Sistem kardiovaskular serta endokrin bayi menyesuaikan diri dengan perubahan fungsi organ tersebut diatas

Banyak masalah pada bayi baru lahir yang berhubungan dengan gangguan atau kegagalan penyesuaian biokimia dan faali yang disebabkan oleh prematuritas, kelainan anatomik, dan lingkungan yang kurang baik dalam kandungan, pada persalinan maupun sesudah lahir.
Masalah pada neonatus biasanya timbul sebagai akibat yang spesifik terjadi pada masa perinatal. Tidak hanya merupakan penyebab kematian tetapi juga kecacatan. Masalah ini timbul sebagai akibat buruknya kesehatan ibu, perawatan kehamilan yang kurang memadai, manajemen persalinan yang tidak tepat dan tidak bersih, kurangnya perawatan bayi baru lahir. Kalau ibu meninggal pada waktu melahirkan, si bayi akan mempunyai kesempatan hidup yang kecil.
Untuk mampu mewujudkan koordinasi dan standar pelayanan yang berkualitas maka petugas kesehatan dibekali pengetahuan dan keterampilan untuk dapat melaksanakan pelayanan essensial neonatal yang dikategorikan dalam dua kelompok yaitu :

A. Pelayanan Dasar
1. Persalinan aman dan bersih
2. Mempertahankan suhu tubuh dan mencegah hiportermia
3. Mempertahankan pernafasan spontan
4. ASI Ekslusif
5. Perawatan mata

B. Pelayanan Khusus
1. Tatalaksana Bayi Neonatus sakit
2. Perawatan bayi kurang bulan dan BBLR
3. Imunisasi

Makalah ini akan membahas asuhan keperawatan bayi baru lahir yang sakit. Mengingat luasnya bahasan maka pembahasan akan difokuskan kepada masalah ikterus & hiperbilirubinemia, neonatus dengan ibu DM, neonatus prematur, hipertermia dan hipotermia. Selain itu juga dikaji respon keluarga terhadap neonatus yang sakit serta hubungan tumbuh kembang neonatus terhadap penyakit secara umum.

EFEK SAKIT PADA NEONATUS
Fase neonatus adalah fase yang sangat rawan akan hubungan ibu dan bayi. Karena kegagalan relasi pada masa ini akan memberi dampak pada tahap berikutnya. Kebutuhan psikologi fase ini melipurti tiga hal penting yaitu seeing (memandang), touching (sentuhan), dan caretaking (merawat dengan perhatian seluruh emosinya). Dengan demikian kesempatan ibu kontak mata dan menyentuh serta melakukan sendiri dalam mengganti popok adalah menjadi prioritas dalam intervensi perawat.
Penyakit atau kecacatan pada anak mempengaruhi terbinanya hubungan saling percaya antara anak dengan orangtua. Penyakit pada anak dapat membuat harapan orangtua menurun, penyakit sering mengakibatkan gangguan dalam kemampuan motorik anak, keterbatasan gerak di tempat tidur dan berkurangnya kontak bayi dengan lingkungan. Intervensi keperawatan sangat penting untuk membantu keluarga dalam menghadapi bayi yang sakit. Keberadaan perawat yang selalu siap membantu sangat penting untuk menenangkan orangtua terhadap rasa ketidak berdayaannya.

REAKSI EMOSIONAL PENERIMAAN KELUARGA
Pada neonatus yang menderita sakit, maka keluarga akan merasa cemas, tidak berdaya, dan lain sebagainya yang merupakan reaksi keluarga terhadap kenyataan bahwa bayinya menderita suatu penyakit. Berikut adalah reaksi emosional penerimaan keluarga terhadap neonatus sakit dan bagaimana perawat mengatasi hal tersebut :
1. Denial
Respon perawat terhadap penolakan adalah komponen untuk kebutuhan individu yang kontinyu sebagai mekanisme pertahanan. Dukungan metode efektif adalah mendengarkan secara aktif. Diam atau tidak ada reinforcement bukanlah suatu penolakan. Diam dapat diinterpretasikan salah, keefektifan diam dan mendengar haruslah sejalan dengan konsentrasi fisik dan mental. Penggunaan bahasa tubuh dalam berkomunikasi harus concern. Kontak mata, sentuhan, postur tubuh, cara duduk dapat digunakan saat diam sehingga komunikasi berjalan efektif.
2. Rasa bersalah
Perasaan bersalah adalah respon biasa dan dapat menyebabkan kecemasan keluarga. Mereka sering mengatakan bahwa merekalah yang menjadi penyebab bayinya mengalami kondisi sakit. Amati ekspresi bersalah, dimana ekspresi tersebut akan membuat mereka lebih terbuka untuk menyatakan perasaannya.
3. Marah
Marah adalah suatu reaksi yang sulit diterima dan sulit ditangani secara therapeutik. Aturan dasar untuk menolak marah seseorang adalah hindari gagalnya kemarahan dan dorong untuk marah secara assertif.

HIPERBILIRUBINEMIA
Definisi :
Hiperbilirubinemia adalah berlebihnya akumulasi bilirubin dalam darah (level normal 5 mg/dl pada bayi normal) yang mengakibatkan jaundice, warna kuning yang terlihat jelas pada kulit, mukosa, sklera dan urine.

Etiologi:
Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh bermacam-macam keadaan. Penyebab yang tersering ditemukan disini adalah hemolisis yang timbul akibat inkompatibilitas golongan darah ABO atau defisiensi enzim G6PD. Hemolisis ini dapat pula timbul karena adanya perdarahan tertutup (sefal hematoma, perdarahan subaponeoratik) atau inkompatabilitas golongan darah Rh. Infeksi juga memegang peranan penting dalam terjadinya hiperbilirubinemia : keadaan ini terutama terjadi pada penderita sepsis dan gastroenteritis. Beberapa faktor lain yang juga merupakan penyebab hiperbilirubinemia adalah hipoksia/anoksia, dehidrasi dan acidosis, hipoglikemia dan polisitemia.

Patofisiologi
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban bilirubin pada sel hepar yang terlalu berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia, memendeknya umur eritrosit janin/bayi, meningkatnya bilirubin dari sumber lain, atau terdapatnya peningkatan sirkulasi enterohepatik.
Gangguan ambilan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal dapat terjadi apabila kadar protein-Y berkurang atau pada keadaan protein-Y dan protein-Z terikat oleh anion lain, misalnya pada bayi dengan acidosis atau dengan hipoksia/anoksia. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila ditemukan gagguan konjugasi hepar (defisiensi enszim glukoronil transferase) atau bayi yang menderita gangguan ekskresi, misalnya penderita hepatitis neonatal atau sumbatan saluran empedu intra/ekstra hepatik.
Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas ini terutama ditemukan pada bilirubin indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologik pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak ini disebut kern ikterus atau ensefalopati biliaris. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada sususnan saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl. Mudah tidaknya bilirubin melalui sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung dari tingginya kadar bilirubin tetapi tergantung pula pada keadaan neonatus sendiri. Bilirubin indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila pada bayi terdapat keadaan imaturitas, berat badan lahir rendah, hipoksia, hiperkarbia, hipoglikemia, dan kelainan susunan saraf pusat yang terjadi karena trauma atau infeksi.

Tabel.1 Perbandingan Tipe Unconjungatif Hyperbilirubinemia
Fisiologis jaundice Jaundice yang berhubungan dengan Breast feeding Jaundice Breast milk Hemolitik desease
Penyebab Fungsi hepatik immatur ditambah peningkatan bilirubin dari hemolisis RBC Intake susu yang jelek berhubungan dengan konsumsi kalori yang sedikit pada bayi sebelum susu ibu keluar Faktor-faktor pada susu ibu yang berubah, bilirubin menjadi bentuk lemak yang mana direabsorbsi usus Incompatibilitas antigen yang menyebabkan hemolisis sebagian dari RBC.
Hati tidak mampu untuk mengkonjugasikan dan mengeksresikan kelebihan bilirubin dari hemolisis
Onset Setelah 24 jam pertama (bayi prematur, bayi lahir lama) 2 - 3 hari 4 - 5 hari Selama 24 jam pertama
Puncak 72 jam 2 - 3 hari 10 - 15 hari Bervariasi
Durasi Berkurang setelah 5-7 hari Sampai seminggu
Terapi Fototherapi jika bilirubin meningkat dengan cepat Berikan ASI sesering mungkin, berikan suplemen kalori, fototherapi untuk kadar bilirubin 18 - 20 mg/dl Hentikan ASI selama 24 jam untuk mendeterminasi sebab, jika kadar bilirubin menurun pemberian ASI dapat diulangi.
Dapat dilakukan fototherapi tanpa menghentikan pemberian ASI Posnatal: fototherapi, bila perlu transfusi tukar
Prenatal:
Transfusi (fetus)
Mencegah sensitisasi dari RH negatif ibu dengan RhoGAM
ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
1. Riwayat keluarga dan kehamilan:
• Orang tua atau saudara dengan neonatal jaundice atau penyakit lever
• Prenatal care
• DM pada ibu
• Infeksi seperti toxoplasmosis, spilis, hepatitis, rubela, sitomegalovirus dan herves yang mana ditransmisikan secara silang keplasenta selama kehamilan
• Penyalahgunaan obat pada orang tua
• Ibu dengan Rh negatif sedangkan ayah dengan Rh positif
• Riwayat transfusi Rh positif pada ibu Rh negative
• Riwayat abortus dengan bayi Rh positif
• Obat-obatan selama kehamilan seperti sulfonamid, nitrofurantoin dan anti malaria
• Induksi oksitosin pada saat persalinan
• Penggunaan vakum ekstraksi
• Penggunaan phenobarbital pada ibu 1-2 bulan sebelum persalinan
2. Status bayi saat kelahiran:
• Prematuritas atau kecil masa kehamilan
• APGAR score yang mengindikasikan asfiksia
• Trauma dengan hematoma atau injuri
• Sepsis neonatus, adanya cairan yang berbau tidak sedap
• Hepatosplenomegali
3. Kardiovaskuler
• Edema general atau penurunan volume darah, mengakibatkan gagal jantung pada hidro fetalis
4. Gastrointestinal
• Oral feeding yang buruk
• Kehilangan berat badan sampai 5 % selama 24 jam yang disebabkan oleh rendahnya intake kalori
• Hepatosplenomegali

5. Integumen
• Jaundice selama 24 jam pertama (tipe patologis), setelah 24 jam pertama (Fisiologik tipe) atau setelah 1 bulan dengan diberikan ASI
• Kalor yang disebabkan oleh anemia yang terjadi karena hemolisis RBC
6. Neurologik
• Hipotoni
• Tremor, tidak adanya reflek moro dan reflek menghisap, reflek tendon yang minimal
• Iritabilitas, fleksi siku, kelemahan otot, opistotonis
• Kejang
7. Pulmonari
• Apnu, sianosis, dyspnea setelah kejadian kern ikterus
• Aspiksia, efusi pulmonal
8. Data Penunjang
• Golongan darah dan faktor Rh pada ibu dan bayi untuk menentukan resiko incompatibilitas, Rh ayah juga diperiksa jika Rh ibu negatif (test dilakukan saat prenatal)
• Amniosintesis dengan analisa cairan amnion, Coombs test dengan hasil negatif mengindikasikan peningkatan titer antibodi Anti D, bilirubin level pada cairan amnion meningkat sampai lebih dari 0,28 mg/dl sudah merupakan nilai abnormal (mengindikasikan kebutuhan transfusi pada janin).
• Coombs test (direct) pada darah tali pusat setelah persalinan, positif bila antibodi terbentuk pada bayi.
• Coombs test (indirect) pada darah tali pusat, positif bila antibodi terdapat pada darah ibu.
• Serial level bilirubin total, lebih atau sama dengan 0,5 mg/jam samapi 20 mg/dl mengindikasikan resiko kernikterus dan kebutuhan transfusi tukar tergantung dari berat badan bayi dan umur kehamilan.
• Direct bilirubin level, meningkat jika terjadi infeksi atau gangguan hemolisis Rh
• Hitung retikulosit, meningkat pada hemolisis
• Hb dan HCT
• Total protein, menentukan penurunan binding site
• Hitung leukosit, menurun sampai dibawah 5000/mm3, mengindikasikan terjadinya infeksi
• Urinalsis, untuk mendeteksi glukosa dan aseton, PH dan urobilinogen, kreatinin level

Diagnosa Keperawatan
Dx. 1. Resiko tinggi injuri berhubungan dengan produk sisa sel darah merah yang berlebihan dan imaturitas hati
Tujuan 1 : Pasien mendapatkan terapi untuk menyeimbangkan eksresi bilirubin
Tindakan:
1. Kaji adanya jaundice pada kulit, yang mana mengindikasikan peningkatan kadar bilirubin
2. Cek kadar bilirubin dengan bilirobinometer transkutan untuk mengetahui peningkatan atau penurunan kadar bilirubin
3. Catat waktu terjadinya jaundice untuk membedakan fisiologik jaundice (terjadi setelah 24 jam) dengan patologik jaundice (terjadi sebelum 24 jam)
4. Kaji status bayi khususnya faktor yang dapat meningkatkan resiko kerusakan otak akibat hiperbilirubinemia (seperti hipoksia, hipotermia, hipoglikemia dan metabolik asidosis)
5. Memulai feeding lebih cepat utuk mengeksresikan bilirubin pada feces

Hasil yang diharapkan:
1. Bayi baru lahir memulai feeding segera setelah lahir
2. Bayi baru lahir mendapatkan paparan dari sumber cahaya

Tujuan 2 : Tidak terjadi komplikasi dari fototherapi
Tindakan:
1. Tutupi mata bayi baru lahir untuk menghindari iritasi kornea
2. Tempatkan bayi secara telanjang dibawah cahaya untuk memaksimalkan paparan cahaya pada kulit
3. Ubah posisi secara teratur utnuk meningkatkan paparan pada permukaan tubuh
4. Monitor suhu tubuh untuk mendeteksi hipotermia atau hipertermia
5. Pada peningkatan BAB, bersihkan daerah perienal untuk menghindari iritasi
6. Hindarkan penggunaan minyak pada kulit untuk mencegah rasa pedih dan terbakar
7. Berikan intake fluid secara adekuat untuk menghindari rehidrasi

Hasil yang diharapkan :
Tidak terjadi iritasi mata, dehidrasi, instabilitas suhu dan kerusakan kulit

Tujuan 3: Tidak adanya komplikasi dari transfusi tukar (jika terapi ini diberikan)
Tindakan:
1. Jangan berikan asupan oral sebelum prosedur (2-4 jam) untuk mencegah aspirasi
2. Cek donor darah dan tipe Rh untuk mencegah reaksi transfuse
3. Bantu dokter selama prosedur untuk mencegah infeksi
4. Catat secara akurat jumlah darah yang masuk dan keluar untuk mempertahankan volume darah
5. Pertahankan suhu tubuh yang optimal selama prosedur untuk mencegah hipotermia dan stress karena dingin atau hipotermia
6. Observasi tanda perubahan reaksi transfusi (Tacykardia, bradikardia, distress nafas, perubahan tekanan darah secara dramatis, ketidakstabilan temperatur, dan rash)
7. Siapkan alat resusitasi untuk mengatasi keadaan emergensi
8. Cek umbilikal site terhadap terjadinya perdarahan atau infeksi
9. Monitor vital sign selama dan stelah transfusi untuk mendeteksi komplikasi seperti disritmia jantung.

Hasil yang diharapkan :
1. Bayi menunjukkan tidak adanya tanda-tanda reaksi transfuse
2. Vital sign berada pada batas normal
3. Tidak terjadi infeksi atau perdarahan pada daerah terpasangnya infus


Dx.2. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan bayi dengan potensial respon fisiologis yang merugikan
Tujuan 1: Keluarga dapat memberikan suport emosional
Tindakan:
1. Hentikan fototherapi selama kujungan keluarga, lepaskan tutup mata bayi untuk membantu interaksi keluarga
2. Jelaskan proses fisiologis jaundice untuk mencegah kekhawatiran keluarga dan potensial over proteksi pada bayi
3. Yakinkan keluarga bahwa kulit akan kembali normal
4. Anjurkan ibu untuk menyusui bayinya untuk memperpendek periode jaundice
5. Jelaskan kegunaan ASI untuk mengatasi jaundice dan penyakit lainnya

Hasil yang diharapkan :
Keluarga menunjukkan pengertian terhadap terapi dan prognosa

Tujuan 2: Keluarga dapat melaksanakan fototherapi dirumah
Tindakan:
1. Kaji pengertian keluarga terhadap jaundice dan terapi yang diberikan
2. Instruksikan keluarga untuk:
a. Melindungi mata
b. Merubah posisi
c. Memberikan asupan cairan yang adekuat
d. Menghindari penggunaan minyak pada kulit
e. Mengukur suhu aksila
f. Mengobservasi bayi: warna, bentuk makanan, jumlah makanan
g. Mengobservasi bayi terhadap tanda letargi, perubahan pola tidur, perubahan pola eliminasi
3. Menjelaskan perlunya test bilirubin bila diperlukan

Hasil yang diharapkan:
Keluarga dapat menunjukkan kemampuan untuk melaksanakan fototherapi di rumah (khususnya metode dan rasional)

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ASUHAN SECTIO CAESAREA DENGAN INDIKASI PANGGUL SEMPIT

Pengertian
Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding uterus atau vagina atau suatu histerotomi untuk melahirkan janin dari dalam rahim.

Jenis – jenis operasi sectio caesarea
1. Abdomen (sectio caesarea abdominalis)
2. Sectio caesarea transperitonealis
3. SC klasik atau corporal (dengan insisi memanjang pada corpus uteri)

1. Abdomen (sectio caesarea abdominalis)
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira 10 cm.
Kelebihan :
1. Mengeluarkan janin dengan cepat
2. Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik
3. Sayatan bias diperpanjang proksimal atau distal
Kekurangan
1. Infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena tidak ada reperitonealis yang baik
2. Untuk persalinan yang berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan
3. SC ismika atau profundal (low servical dengan insisi pada segmen bawah rahim)

Dilakukan dengan melakukan sayatan melintang konkat pada segmen bawah rahim (low servical transversal) kira-kira 10 cm
Kelebihan :
1. Penjahitan luka lebih mudah
2. Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik
3. Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan penyebaran isi uterus ke rongga peritoneum
4. Perdarahan tidak begitu banyak
5. Kemungkinan rupture uteri spontan berkurang atau lebih kecil

Kekurangan :
1. Luka dapat melebar kekiri, kanan, dan bawah sehingga dapat menyebabkan uteri uterine pecah sehingga mengakibatkan perdarahan banyak
2. Keluhan pada kandung kemih post operasi tinggi
3. SC ektra peritonealis yaitu tanpa membuka peritoneum parietalis dengan demikian tidak membuka cavum abdominal

2. Vagina (section caesarea vaginalis)
Menurut sayatan pada rahim, sectio caesarea dapat dilakukan sebagai berikut :
1. Sayatan memanjang ( longitudinal )
2. Sayatan melintang ( Transversal )
3. Sayatan huruf T ( T insicion )

Indikasi
Operasi sectio caesarea dilakukan jika kelahiran pervaginal mungkin akan menyebabkan resiko pada ibu ataupun pada janin, dengan pertimbangan hal-hal yang perlu tindakan SC proses persalinan normal lama/ kegagalan proses persalinan normal ( Dystasia )
 Fetal distress
 His lemah / melemah
 Janin dalam posisi sungsang atau melintang
 Bayi besar ( BBL ³ 4,2 kg )
 Plasenta previa
 Kalainan letak
 Disproporsi cevalo-pelvik ( ketidakseimbangan antar ukuran kepala dan panggul )
 Rupture uteri mengancam
 Hydrocephalus
 Primi muda atau tua
 Partus dengan komplikasi
 Panggul sempit
 Problema plasenta
 Komplikasi

Kemungkinan yang timbul setelah dilakukan operasi ini antara lain :
1. Infeksi puerperal ( Nifas )
2. Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari
3. Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan perut sedikit kembung
4. Berat, peritonealis, sepsis dan usus paralitik
5. Perdarahan
6. Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka
7. Perdarahan pada plasenta bed
8. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila peritonealisasi terlalu tinggi
9. Kemungkinan rupture tinggi spontan pada kehamilan berikutnya
10. Post Partum

Definisi Puerperium / Nifas
Nifas adalah masa sesudah persalinan dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhirnya ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil, masa nifas berlangsung selama ± 6 minggu. (Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, 2002)
Nifas adalah masa sesudah persalinan yang diperlukan untuk pulihnya kembali alat kandungan yang lamanya 6 minggu. (Obstetri Fisiologi, 1983)

Periode
Masa nifas dibagi dalam 3 periode:
1. Early post partum
Dalam 24 jam pertama.
2. Immediate post partum
Minggu pertama post partum.
3. Late post partum
Minggu kedua sampai dengan minggu keenam.
Tujuan Asuhan Kepeawatan
 Menjaga kesehatan Ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologiknya.
 Melaksanakan skrining yang komprehensif, mendeteksi masalah, mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayinya.
 Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri, nutrisi, keluarga berencana, menyusui, pemberian imunisasi kepada bayinya dan perawatan bayi sehat.
 Memberikan pelayanan keluarga berencana.

Tanda dan Gejala
1. Perubahan Fisik
2. Sistem Reproduksi
3. Uterus
4. Involusi : Kembalinya uterus ke kondisi normal setelah hamil.

Proses ini dipercepat oleh rangsangan pada puting susu.
o Lochea
o Komposisi

Jaringan endometrial, darah dan limfe.
 Tahap
 Rubra (merah) : 1-3 hari.
 Serosa (pink kecoklatan)
 Alba (kuning-putih) : 10-14 hari

Lochea terus keluar sampai 3 minggu.
 Bau normal seperti menstruasi, jumlah meningkat saat berdiri.

Jumlah keluaran rata-rata 240-270 ml.
 Siklus Menstruasi

Ibu menyusui paling awal 12 minggu rata-rata 18 minggu, untuk itu tidak menyusui akan kembali ke siklus normal.

 Ovulasi
Ada tidaknya tergantung tingkat proluktin. Ibu menyusui mulai ovulasi pada bulan ke-3 atau lebih.
Ibu tidak menyusui mulai pada minggu ke-6 s/d minggu ke-8. Ovulasi mungkin tidak terlambat, dibutuhkan salah satu jenis kontrasepsi untuk mencegah kehamilan.
 Serviks
Segera setelah lahir terjadi edema, bentuk distensi untuk beberapa hari, struktur internal kembali dalam 2 minggu, struktur eksternal melebar dan tampak bercelah.
 Vagina
Nampak berugae kembali pada 3 minggu, kembali mendekati ukuran seperti tidak hamil, dalam 6 sampai 8 minggu, bentuk ramping lebar, produksi mukus normal dengan ovulasi.
 Perineum
 Episiotomi

Penyembuhan dalam 2 minggu.
 Laserasi
TK I : Kulit dan strukturnya dari permukaan s/d otot
TK II : Meluas sampai dengan otot perineal
TK III : Meluas sampai dengan otot spinkter
TK IV : melibatkan dinding anterior rektal
 Payudara
Payudara membesar karena vaskularisasi dan engorgement (bengkak karena peningkatan prolaktin pada hari I-III). Pada payudara yang tidak disusui, engorgement akan berkurang dalam 2-3 hari, puting mudah erektil bila dirangsang. Pada ibu yang tidak menyusui akan mengecil pada 1-2 hari.
 Sistem Endokrin
 Hormon Plasenta
 HCG (-) pada minggu ke-3 post partum, progesteron plasma tidak terdeteksi dalam 72 jam post partum normal setelah siklus menstruasi.
 Hormon pituitari
Prolaktin serum meningkat terjadi pada 2 minggu pertama, menurun sampai tidak ada pada ibu tidak menyusui FSH, LH, tidak ditemukan pada minggu I post partum.
 Sistem Kardiovaskuler
 Tanda-tanda vital
Tekanan darah sama saat bersalin, suhu meningkat karena dehidrasi pada awal post partum terjadi bradikardi.
 Volume darah
Menurun karena kehilangan darah dan kembali normal 3-4 minggu
Persalinan normal : 200 – 500 cc, sesaria : 600 – 800 cc.
 Perubahan hematologik
Ht meningkat, leukosit meningkat, neutrophil meningkat.
 Jantung
Kembali ke posisi normal, COP meningkat dan normal 2-3 minggu.
 Sistem Respirasi
Fungsi paru kembali normal, RR : 16-24 x/menit, keseimbangan asam-basa kembali setelah 3 minggu post partum.
 Sistem Gastrointestinal
 Mobilitas lambung menurun sehingga timbul konstipasi.
 Nafsu makan kembali normal.
 Kehilangan rata-rata berat badan 5,5 kg.
 Sistem Urinaria
 Edema pada kandung kemih, urethra dan meatus urinarius terjadi karena trauma.
 Pada fungsi ginjal: proteinuria, diuresis mulai 12 jam.
 Fungsi kembali normal dalam 4 minggu.
 Sistem Muskuloskeletal
Terjadi relaksasi pada otot abdomen karena terjadi tarikan saat hamil. Diastasis rekti 2-4 cm, kembali normal 6-8 minggu post partum.
 Sistem Integumen
Hiperpigmentasi perlahan berkurang.
 Sistem Imun
Rhesus incompability, diberikan anti RHO imunoglobin.

ASUHAN KEPERAWATAN POST PARTUM FISIOLOGIS
PENGKAJIAN
• Pemeriksaan Fisik
• Monitor Keadaan Umum Ibu
• Jam I : tiap 15 menit, jam II tiap 30 menit
• 24 jam I : tiap 4 jam
• Setelah 24 jam : tiap 8 jam
• Monitor Tanda-tanda Vital
• Payudara
Produksi kolustrum 48 jam pertama.
• Uterus
Konsistensi dan tonus, posisi tinggi dan ukuran.
• Insisi SC
Balutan dan insisi, drainase, edema, dan perubahan warna.
• Kandung Kemih dan Output Urine
Pola berkemih, jumlah distensi, dan nyeri.
• Bowel
Pergerakan usus, hemoroid dan bising usus.
• Lochea
Tipe, jumlah, bau dan adanya gumpalan.
• Perineum
Episiotomi, laserasi dan hemoroid, memar, hematoma, edema, discharge dan approximation. Kemerahan menandakan infeksi.
• Ekstremitas
Tanda Homan, periksa redness, tenderness, warna.
• Diagnostik
Jumlah darah lengkap, urinalisis.
• Perubahan Psikologis
• Peran Ibu meliputi:
Kondisi Ibu, kondisi bayi, faktor sosial-ekonomi, faktor keluarga, usia ibu, konflik peran.
• Baby Blues:
Mulai terjadinya, adakah anxietas, marah, respon depresi dan psikosis.
• Perubahan Psikologis
• Perubahan peran, sebagai orang tua.
• Attachment yang mempengaruhi dari faktor ibu, ayah dan bayi.
• Baby Blues merupakan gangguan perasaan yang menetap, biasanya pada hari III dimungkinkan karena turunnya hormon estrogen dan pergeseran yang mempengaruhi emosi ibu.
• Faktor-faktor Risiko
• Duerdistensi uterus
• Persalinan yang lama
• Episiotomi/laserasi
• Ruptur membran prematur
• Kala II persalinan
• Plasenta tertahan
• Breast feeding

PANGGUL SEMPIT
Dalam Obstetri yang terpenting bukan panggul sempit secara anatomis melainkan panggul sempit secara fungsional artinya perbandingan antara kepala dan panggul
Kesempitan panggul dibagi sebagai berikut :
• Kesempitan pintu atas panggul
• kesempitan bidang bawah panggul
• kesempitan pintu bawah panggul
• kombinasi kesempitan pintu atas pangul, bidang tengah dan pintu bawah panggul.
• Kesempitan pintu atas panggul
Pintu atas panggul dianggap sempit kalau conjugata vera kurang dari 10 cm atau kalau diameter transversa kurang dari 12 cm
Conjugata vera dilalui oleh diameter biparietalis yang ± 9½ cm dan kadang-kadang mencapai 10 cm, maka sudah jelas bahwa conjugata vera yang kurang dari 10cm dapat menimbulkan kesulitan. Kesukaran bertambah lagi kalau kedua ukuran ialah diameter antara posterior maupun diameter transversa sempit.
Sebab-sebab yang dapat menimbulkan kelainan panggul dapat dibagi sebagai berikut :
• Kelainan karena gangguan pertumbuhan
• Panggul sempit seluruh : semua ukuran kecil
• Panggul picak : ukuran muka belakang sempit, ukuran melintang biasa
• Panggul sempit picak : semua ukuran kecil tapi terlebiha ukuran muka belakang
• Panggul corong :pintu atas panggul biasa,pintu bawah panggul sempit
• Panggul belah : symphyse terbuka
• kelainan karena penyakit tulang panggul atau sendi-sendinya
• Panggul rachitis : panggul picak, panggul sempit, seluruha panggul sempit picak dan lain-lain
• Panggul osteomalacci : panggul sempit melintang
• Radang articulatio sacroilliaca : panggul sempit miring
• kelainan panggul disebabkan kelainan tulang belakang
• kyphose didaerah tulang pinggang menyebabkan panggul corong
• sciliose didaerah tulang panggung menyebabkan panggul sempit miring
• kelainan panggul disebabkan kelainan aggota bawah
coxitis, luxatio, atrofia. Salah satu anggota menyebabkan panggul sempit miring.
Disamping itu mungkin pula ada exostase atau fraktura dari tulang panggul yang menjadi penyebab kelainan panggul.

• Pengaruh panggul sempit pada kehamilan dan persalinan
Panggul sempit mempunyai pengaruh yang besar pada kehamilan maupun persalinan.
• Pengaruh pada kehamilan
• Dapat menimbulkan retrafexio uteri gravida incarcerata
• Karena kepala tidak dapat turun maka terutama pada primi gravida fundus atau gangguan peredaran darah
Kadang-kadang fundus menonjol ke depan hingga perut menggantung
Perut yang menggantung pada seorang primi gravida merupakan tanda panggul sempit
• Kepala tidak turun kedalam panggul pada bulan terakhir
• Dapat menimbulkan letak muka, letak sungsang dan letak lintang.
• Biasanya anak seorang ibu dengan panggul sempit lebih kecil dari pada ukuran bayi pukul rata.
• Pengaruh pada persalinan
• Persalinan lebih lama dari biasa.
• Karena gangguan pembukaan
• Karena banyak waktu dipergunakan untuk moulage kepala anak
Kelainan pembukaan disebabkan karena ketuban pecah sebelum waktunya, karena bagian depan kurang menutup pintu atas panggul selanjutnya setelah ketuban pecah kepala tidak dapat menekan cervix karena tertahan pada pintu atas panggul
• Pada panggul sempit sering terjadi kelainan presentasi atau posisi misalnya :
• Pada panggul picak sering terjadi letak defleksi supaya diameter bitemporalis yang lebih kecil dari diameter biparietalis dapat melalui conjugata vera yang sempit itu.
Asynclitismus sering juga terjadi, yang diterapkan dengan “knopfloch mechanismus” (mekanisme lobang kancing)
• Pada oang sempit kepala anak mengadakan hyperflexi supaya ukuran-ukuran kepala belakang yang melalui jalan lahir sekecil-kecilnya
• Pada panggul sempit melintang sutura sagitalis dalam jurusan muka belang (positio occypitalis directa) pada pintu atas panggul.
• Dapat terjadi ruptura uteri kalau his menjadi terlalu kuat dalam usaha mengatasi rintangan yang ditimbulkan oleh panggul sempit
• Sebaiknya jika otot rahim menjadi lelah karena rintangan oleh panggul sempit dapat terjadi infeksi intra partum. Infeksi ini tidak saja membahayakan ibu tapi juga dapat menyebabkan kematian anak didalam rahim.
Kadang-kadang karena infeksi dapat terjadi tympania uteri atau physometra.
• Terjadi fistel : tekanan yang lama pada jaringan dapat menimbulkan ischaemia yang menyebabkan nekrosa.
Nekrosa menimbulkan fistula vesicovaginalis atau fistula recto vaginalis. Fistula vesicovaginalis lebih sering terjadi karena kandung kencing tertekan antara kepala anak dan symphyse sedangkan rectum jarang tertekan dengan hebat keran adanya rongga sacrum.
• Ruptur symphyse dapat terjadi , malahan kadang – kadang ruptur dari articulatio scroilliaca.
Kalau terjadi symphysiolysis maka pasien mengeluh tentang nyeri didaerah symphyse dan tidak dapat mengangkat tungkainya.
• Parase kaki dapat menjelma karena tekanan dari kepala pada urat-urat saraf didalam rongga panggul , yang paling sering adalah kelumpuhan N. Peroneus .

• Pengaruh pada anak
• Patus lama misalnya: yang lebih dari 20 jam atau kala II yang lebih dari 3 jam sangat menambah kematian perinatal apalagi kalau ketuban pecah sebelum waktunya.
• Prolapsus foeniculli dapat menimbulkan kematian pada anak
• Moulage yang kuat dapat menimbulkan perdarahan otak. Terutama kalau diameter biparietalis berkurang lebih dari ½ cm. selain itu mungkin pada tengkorak terdapat tanda-tanda tekanan. Terutama pada bagian yang melalui promontorium (os parietal) malahan dapat terjadi fraktur impresi.

• Persangkaan Panggul sempit
Seorang harus ingat akan kemungkinan panggul sempit kalau :
• Aprimipara kepala anak belum turun setelah minggu ke 36
• Pada primipara ada perut menggantung
• pada multipara persalinan yang dulu – dulu sulit
• kelainan letak pada hamil tua
• kelainan bentuk badan (Cebol, scoliose,pincang dan lain-lain)
• osborn positip

• Prognosa
Prognosa persalinan dengan panggul sempit tergantung pada berbagai faktor
• Bentuk panggul
• Ukuran panggul, jadi derajat kesempitan
• Kemungkinan pergerakan dalam sendi-sendi panggul
• Besarnya kepala dan kesanggupan moulage kepala
• Presentasi dan posisi kepala
• His
Diantara faktor faktor tersebut diatas yang dapat diukur secara pasti dan sebelum persalinan berlangsung hanya ukuran-ukuran panggul : karena itu ukuran – ukuran tersebut sering menjadi dasar untuk meramalkan jalannya persalinan.
Menurut pengalaman tidak ada anak yang cukup bulan yang dapat lahir dengan selamat per vaginam kalau CV kurang dari 8 ½ cm.
Sebaliknya kalau CV 8 ½ cm atau lebih persalinan pervaginam dapat diharapkan berlangsung selamat.
Karena itu kalau CV < 8 ½ cm dilakukan SC primer ( panggul demikuan disebut panggul sempit absolut )
Sebaliknya pada CV antara 8,5-10 cm hasil persalinan tergantung pada banyak faktor :
• Riwayat persalinan yang lampau
• besarnya presentasi dan posisi anak
• pecahnya ketuban sebelum waktunya memburuknya prognosa
• his
• lancarnya pembukaan
• infeksi intra partum
• bentuk panggul dan derajat kesempitan
karena banyak faktor yang mempengaruhi hasil persalinan pada panggul dengan CV antara 8 ½ - 10cm (sering disebut panggul sempit relatip) maka pada panggul sedemikian dilakukan persalinan percobaan.

• Persalinan percobaan
Yang disebut persalinan percobaan adalah untuk persalinan per vaginam pada wanita wanita dengan panggul yang relatip sempit. Persalinan percobaan dilakukan hanya pada letak belakang kepala, jadi tidak dilakukan pada letak sungsang, letak dahi, letak muka atau kelainan letak lainnya.
Persalinan percobaan dimulai pada permulaan persalinan dan berakhir setelah kita mendapatkan keyakinan bahwa persalinan tidak dapat berlangsung per vaginam atau setelah anak lahir per vaginam.
Persalinan percobaan dikatakan berhasil kalau anak lahir pervaginam secara spontan atau dibantu dengan ekstraksi (forcepe atau vacum) dan anak serta ibu dalam keadaan baik.
Kita menghentikan presalianan percobaan kalau:
• – pembukaan tidak atau kurang sekali kemajuaannya
• Keadaan ibu atau anak menjadi kurang baik
• Kalau ada lingkaran retraksi yang patologis
• – setelah pembukaan lengkap dan pecahnya ketuban,kepala dalam 2 jam tidak mau masuk ke dalam rongga panggul walaupun his cukup kuat
• Forcepe gagal
Dalam keadaan-keadaan tersebut diatas dilakukan SC. Kalau SC dilakukan atas indikasi tersebut dalam golongan 2 (dua) maka pada persalinan berikutnya tidak ada gunanya dilakukan persalinan percobaan lagi
Dalam istilah inggris ada 2 macam persalinan percobaan :
• Trial of labor : serupa dengan persalinan percobaan yang diterngkan diatas
• test of labor : sebetulnya merupakan fase terakhir dari trial of labor karena test of labor mulai pada pembukaan lengkap dan berakhir 2 jam sesudahnya.
Kalau dalam 2 jam setelah pembukaan lengkap kepala janin tidak turun sampai H III maka test of labor dikatakan berhasil.
Sekarang test of labor jarang dilakukan lagi karena:
• Seringkali pembukaan tidak menjadi lengkap pada persalinan dengan panggul sempit
• kematian anak terlalu tinggo dengan percobaan tersebut

• kesempitan bidang tengah panggul
bidang tengah panggul terbentang antara pinggir bawah symphysis dan spinae ossis ischii dan memotong sacrum kira-kira pada pertemuan ruas sacral ke 4 dan ke 5

Ukuran yang terpenting dari bidang ini adalah :
• Diameter transversa ( diameter antar spina ) 10 ½ cm
• diameter anteroposterior dari pinggir bawah symphyse ke pertemuan ruas sacral ke 4 dan ke 5 11 ½ cm
• diameter sagitalis posterior dari pertengahan garis antar spina ke pertemuan sacral 4 dan 5 5 cm
dikatakan bahwa bidang tengah panggul itu sempit :
• Jumlah diameter transversa dan diameter sagitalis posterior 13,5 atau kurang ( normal 10,5 cm + 5 cm = 15,5 cm)
• diameter antara spina < 9 cm
ukuran – ukuran bidang tengah panggul tidak dapat diperoleh secara klinis, harus diukur secara rontgenelogis, tetapi kita dapat menduga kesempitan bidang tengah panggul kalau :
• Spinae ischiadicae sangat menonjol
• Kalau diameter antar tuber ischii 8 ½ cm atau kurang

• Prognosa
Kesempitan bidang tengah panggul dapat menimbulkan gangguan putaran paksi.kalau diameter antar spinae 9 cm atau kurang kadang-kadang diperlukan SC.

• Terapi
Kalau persalinan terhenti karena kesempitan bidang tengah panggul maka baiknya dipergunakan ekstraktor vacum, karena ekstraksi dengan forceps memperkecil ruangan jalan lahir.

• Kesempitan pintu bawah panggul:
Pintu bawah panggul terdiri dari 2 segi tiga dengan jarak antar tuberum sebagai dasar bersamaan
Ukuran – ukuran yang penting ialah :
• Diameter transversa (diameter antar tuberum ) 11 cm
• diameter antara posterior dari pinggir bawah symphyse ke ujung os sacrum 11 ½ cm
• diameter sagitalis posterior dari pertengahan diameter antar tuberum ke ujung os sacrum 7 ½ cm
pintu bawah panggul dikatakan sempit kalau jarak antara tubera ossis ischii 8 atau kurang
kalau jarak ini berkurang dengan sendirinya arcus pubis meruncing maka besarnya arcus pubis dapat dipergunakan untuk menentukan kesempitan pintu bawah panggul.
Menurut thomas dustacia dapat terjadi kalau jumlah ukuran antar tuberum dan diameter sagitalis posterior < 15 cm ( normal 11 cm + 7,5 cm = 18,5 cm )
Kalau pintu bawah panggul sempit biasanya bidang tengah panggul juga sempit. Kesempitan pintu bawah panggul dapat menyebabkan gangguan putaran paksi. Kesempitan pintu bawah panggul jarang memaksa kita melakukan SC bisanya dapat diselesaikan dengan forcepe dan dengan episiotomy yang cukup luas.
• Pengkajian
• Sirkulasi
Perhatikan riwayat masalah jantung, udema pulmonal, penyakit vaskuler perifer atau stasis vaskuler ( peningkatan resiko pembentukan thrombus )
• integritas ego
perasaan cemas, takut, marah, apatis, serta adanya factor-faktor stress multiple seperti financial, hubungan, gaya hidup. Dengan tanda-tanda tidak dapat beristirahat, peningkatan ketegangan, stimulasi simpatis
• Makanan / cairan
Malnutrisi, membrane mukosa yang kering pembatasan puasa pra operasi insufisiensi Pancreas/ DM, predisposisi untuk hipoglikemia/ ketoasidosis
• Pernafasan
Adanya infeksi, kondisi yang kronik/ batuk, merokok
• Keamanan
• Adanya alergi atau sensitive terhadap obat, makanan, plester dan larutan
• Adanya defisiensi imun
• Munculnya kanker/ adanya terapi kanker
• Riwayat keluarga, tentang hipertermia malignan/ reaksi anestesi
• Riwayat penyakit hepatic
• Riwayat tranfusi darah
• Tanda munculnya proses infeksi

Proritas Keperawatan
• Mengurangi ansietas dan trauma emosional
• Menyediakan keamanan fisik
• Mencegah komplikasi
• Meredakan rasa sakit
• Memberikan fasilitas untuk proses kesembuhan
• Menyediakan informasi mengenai proses penyakit
Diagnosa Keperawatan
• Ansietas b.d pengalaman pembedahan dan hasil tidak dapat diperkirakan
• Resti infeksi b.d destruksi pertahanan terhadap bakteri
• Nyeri akut b.d insisi, flatus dan mobilitas
• Resti perubahan nutrisi b.d peningkatan kebutuhan untuk penyembuhan luka, penurunan masukan ( sekunder akibat nyeri, mual, muntah )

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN INFEKSI NIFAS

TINJAUAN TEORI
Definisi.
Demam nifas Morbiditas Puerperalis meliputi demam pada masa nifas oleh sebab apa pun. Menurut Joint Committee on Maternal Welfare, AS morbiditas puerperalis ialah kenaikan C atau lebih selama 2 hari dalam 10 hari pertama postsuhu sampai 38 partum dengan mengecualikan hari pertama. Suhu diukur dari mulut sedikit-dikitnya 4 kali sehari.

Etiologi.
Bermacam-macam
o Eksasogen : kuman datang dari luar.
o Autogen : kuman masuk dari tempat lain dalam tubuh.
o Endogen : dari jalan lahir sendiri.

Selain itu infeksi nifas dapat pula disebabkan oleh:
o Streptococcus haemolytieus aerobicus merupakan sebab infeksi yang paling berat, khususnya golongan A. Infeksi ini biasanya eksogen (dari penderita lain, alat atau kain yang tidak steril, infeksi tenggorokan orang lain).
o Staphylococcus aerus menyebabkan infeksi terbatas, walaupun kadang-kadang menjadi infeksi umum. Banyak ditemukan di RS dan dalam tenggorokan orang-orang yang nampaknya sehat.
o E. coli berasal dari kandung kemih atau rektum dan dapat menyebabkan infeksi terbatas pada perineum, vulva dan endometrium.
o Clostridium Welchii, bersifat anaerob. Jarang ditemukan akan tetapi sangat berbahaya. Infeksi lebih sering terjadi pada abortus kriminalis.

Cara terjadinya infeksi:
o Tangan pemeriksa atau penolong yang tertutup sarung tangan pada pemeriksaan dalam atau operasi membawa bakteri yang sudah ada dalam vagina ke dalam uterus. Kemungkinan lain adalah sarung tangan atau alat- alat yang dimasukkan ke dalam jalan lahir tidak sepenuhnya bebas dari kuman.
o Droplet infection. Sarung tangan atau alat-alat terkena kontaminasi bakteri yang berasal dari hidung atau tenggorokan dokter atau yang membantunya.
o Hidung dan mulut petugas yang bekerja di kamar bersalin ditutup dengan masker dan penderita infeksi saluran pernafasan dilarang memasuki kamar bersalin.
o Dalam RS banyak kuman-kuman patogen yang berasal dari penderita dengan berbagai jenis infeksi. Kuman-kuman ini bisa dibawa oleh aliran udara ke mana-mana antara lain ke handuk, kain-kain, alat-alat yang suci hama dan yang digunakan untuk merawat wanita dalam persalinan atau nifas.
o Coitus pada akhir kehamilan bukan merupakan sebab yang paling penting kecuali apabila mengakibatkan pecahnya ketuban.
o Infeksi intra partum. Biasanya terjadi pada partus lama, apalagi jika ketuban sudah lama pecah dan beberapa kali dilakukan periksa dalam.
o Gejala: kenaikan suhu disertai leukositosis dan tachikardi, denyut jantung janin meningkat, air ketuban menjadi keruh dan berbau.
o Prognosis infeksi intra partum sangat tergantung dari jenis kuman, lamanya infeksi berlangsung, dapat/tidaknya persalinan berlangsung tanpa banyak perlukaan jalan lahir.

Faktor Predisposisi.
o Semua keadaan yang dapat menurunkan daya tahan penderita, seperti perdarahan banyak, pre ekslampsi, infeksi lain seperti pneumonia, penyakit jantung dan sebagainya.
o Partus lama terutama dengan ketuban pecah lama.
o Tindakan bedah vagina yang menyebabkan perlukaan jalan lahir.
o Tertinggalnya sisa plasenta, selaput ketuban dan bekuan darah.

Patologi.
Setelah kala III, daerah bekas insertio plasenta merupakan sebuah luka dengan diameter kira-kira 4 cm, permukaan tidak rata, berbenjol-benjol karena banyaknya vena yang ditutupi trombus dan merupakan area yang baik untuk tumbuhnya kuman-kuman dan masuknya jenis-jenis yang patogen dalam tubuh wanita. Serviks sering mengalami perlukaan pada persalinanan, begitu juga vulva, vagina, perineum merupakan tempat masuknya kuman patogen. Proses radang dapat terbatas pada luka-luka tersebut atau dapat menyebar di luar luka asalnya.

Infeksi nifas dapat terbagi dalam 2 golongan :
o Infeksi yang terbatas pada perineum, vulva, vagina, seviks dan endometrium.
o Penyebaran dari tempat-tempat melalui vena, jalan limfe dan melalui permukaan endometrium.

Infeksi pada Perineum, Vulva, Vagina, Serviks dan Endometrium
a. Vulvitis.
Pada infeksi bekas sayatan episiotomi atau luka perineum jaringan sekitar membengkak, tepi luka menjadi merah dan bengkak, jahitan mudah terlepas, luka yang terbuka menjadi ulkus dan megeluarkan pus.
b. Vaginitis.
Dapat terjadi secara langsung pada luka vagina atau melalui luka perineum, permukaan mokusa membengkak dan kemerahan, terjadi ulkus dan getah mengandung nanah yang keluar dari daerah ulkus.
c. Sevicitis.
Sering terjadi tapi tidak menimbulkan banyak gejala. Luka serviks yang dalam dan meluas dan langsung ke dasar ligamentum latum dapat menyebabkan infeksi yang menjalar ke parametrium.
d. Endometritis.
Paling sering terjadi. Kuman–kuman memasuki endometrium (biasanya pada luka insertio plasenta) dalam waktu singkat dan menyebar ke seluruh endometrium. Pada infeksi setempat, radang terbatas pada endometrium. Jaringan desidua bersama bekuan darah menjadi nekrosis dan mengeluarkan getah berbau yang terdiri atas keping-keping nekrotis dan cairan. Pada infeksi yang lebih berat batas endometrium dapat dilampaui dan terjadilah penjalaran.

Penyebaran melalui pembuluh darah (Septikemia dan Piemia)
Merupakan infeksi umum disebabkan oleh kuman patogen Streptococcus Hemolitikus Golongan A. Infeksi ini sangat berbahaya dan merupakan 50% dari semua kematian karena infeksi nifas.

Penyebaran melalui jalan limfe.
Peritonitis dan Parametritis (Sellulitis Pelvika)

Penyebaran melalui permukaan endometrium.
Salfingitis dan Ooforitis.

Gambaran Klinik.
a. Infeksi pada Perineum, Vulva, Vagina dan Serviks.
b. Rasa nyeri dan panas pada infeksi setempat.
c. Nyeri bila kencing.
d. Suhu meningkat 38o C kadang mencapai 39o C – 40o C disertai menggigil.
e. Nadi kurang dan 100/menit.

Endometritis
o Tergantung pada jenis virulensi kuman, daya tahan penderita dan derajat trauma pada jalan lahir.
o Biasanya demam mulai 48 jam pertama post partum bersifat naik turun.
o Lokia bertambah banyak, berwarna merah atau coklat dan berbau.
o Kadang-kadang lokia tertahan dalam uterus oleh darah, sisa plasenta dan selaput ketuban yang disebut Lokiometra.
o Uterus agak membesar, nyeri pada perabaan dan lembek.

Septikemia dan Piemia
o Septikemia adalah keadaan dimana kuman-kuman atau toxinnya langsung masuk ke dalam peredaran darah umum dan menyebabkan infeksi umum.
o Piemia dimulai dengan tromboplebitis vena-vena daerah perlukaan lalu lepas menjadi embolus-embolus kecil dibawa keperadaran darah umum dan terjadilah infeksi dan abses pada organ-organ tubuh yang dihinggapinya.
o Keduanya merupakan infeksi berat.
o Gejala septikemia lebih akut dan dari awal ibu kelihatan sudah sakit dan lemah.
o Keadaan umum jelek
o Suhu meningkat antara 39C – 40C, menggigil, nadi cepat 140 – 160 x per menit atau lebih. TD turun, keadaan umum memburuk. Sesak nafas, kesadaran turun, gelisah.
o Piemia dimulai dengan rasa sakit pada daerah tromboplebitis, setelah ada penyebaran trombus terjadi gejala umum diatas.
o Lab: leukositosis.
o Lochea: berbau, bernanah, involusi jelek.

Peritonitis
o Peritonitis terbatas pada daerah pelvis (pelvia peritonitis): demam, nyeri perut bagian bawah, KU baik.
o Peritonitis umum: suhu meningkat, nadi cepat dan kecil, perut kembung dan nyeri, terdapat abses pada cavum Douglas

Sellulitis Pelvika
Pada periksa dalam dirasakan nyeri, demam tinggi menetap dari satu minggu, nadi cepat, perut nyeri, sebelah/kedua belah bagian bawah terjadi pembentukkan infiltrat yang dapat teraba selamaVT. Infiltrat kadang menjadi abses.

Salfingitis dan Ooforitis
Gejala hampir sama dengan pelvio peritonitis.

Pencegahan Infeksi Nifas
a) Selama kehamilan
 Perbaikan gizi untuk mencegah anemia.
 Coitus pada hamil tua hendaknya tidak dilakukan karena dapat mengakibatkan pecahnya ketuban dan terjadinya infeksi.
 Selama persalinan.
o Membatasi masuknya kuman-kuman ke dalam jalur jalan lahir.
o Membatasi perlukaan.
o Membatasi perdarahan.
o Membatasi lamanya persalinan.
b) Selama nifas
 Perawatan luka post partum dengan teknik aseptik.
 Semua alat dan kain yang berhubungan dengan daerah genital harus suci hama.
 Penderita dengan tanda infeksi nifas jangan digabung dengan wanita dalam nifas yang sehat.

Pengobatan Infeksi Nifas
Sebaiknya segera dilakukan kultur dari sekret vagina dan serviks, luka operasi dan darah, serta uji kepekaan untuk mendapatkan antibiotika yang tepat. Berikan dosis yang cukup dan adekuat.
Sambil menunggu hasil laboratorium berikan antibiotika spektrum luas. Pengobatan mempertinggi daya tahan tubuh seperti infus, transfusi darah, makanan yang mengandung zat-zat yang diperlukan tubuh, serta perawatan lainnya sesuai komplikasi yang dijumpai.

ASUHAN KEPERAWATAN
I. Pengkajian
….

II. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang mungkin muncul adalah
1. Infeksi berhubungan dengan trauma persalinan, jalan lahir, dan infeksi nasokomial.
2. Nyeri berhubungan dengan infeksi pada organ reproduksi
3. Cemas/ketakutan berhubungan dengan perubahan keadaan

III. Rencana Keperawatan
1. Infeksi berhubungan dengan trauma persalinan, jalan lahir, dan
infeksi nasokomial.
Tujuan 1: Mencegah dan mengurangi infeksi.
Intervensi:
 Kaji data pasien dalam ruang bersalin.Infeksi perineum (menggunakan senter yang baik), catat warna, sifat episiotomi dan warnanya. Perkiraan pinggir epis dan kemungkinan “perdarahan” / nyeri.
 Kaji tinggi fundus dan sifat.
 Kaji lochia: jenis, jumlah, warna dan sifatnya. Hubungkan dengan data post partum.
 Kaji payudara: eritema, nyeri, sumbatan dan cairan yang keluar (dari puting). Hubungkan dengan data perubahan post partum masing-masing dan catat apakah klien menyusui dengan ASI.
 Monitor vital sign, terutama suhu setiap 4 jam dan selama kondisi klien kritis. Catat kecenderungan demam jika lebih dari 38o C pada 2 hari pertama dalam 10 hari post partum. Khusus dalam 24 jam sekurang-kurangnya 4 kali sehari.
 Catat jumlah leukosit dan gabungkan dengan data klinik secara lengkap.
 Lakukan perawatan perineum dan jaga kebersihan, haruskan mencuci tangan pada pasien dan perawat. Bersihkan perineum dan ganti alas tempat tidur secara teratur.
 Pertahankan intake dan output serta anjurkan peningkatan pemasukan cairan.
 Bantu pasien memilih makanan. Anjurkan yang banyak protein, vitamin C dan zat besi.
 Kaji bunyi nafas, frekwensi nafas dan usaha nafas. Bantu pasien batuk efektif dan nafas dalam setiap 4 jam untuk melancarkan jalan nafas.
 Kaji ekstremitas: warna, ukuran, suhu, nyeri, denyut nadi dan parasthesi/ kelumpuhan. Bantu dengan ambulasi dini. Anjurkan mengubah posisi tidur secara sering dan teratur.
 Anjurkan istirahat dan tidur secara sempurna.

Tujuan 2 : Identifikasi tanda dini infeksi dan mengatasi penyebabnya.
Intervensi:
 Catat perubahan suhu. Monitor untuk infeksi.
 Atur obat-obatan berikut yang mengindikasikan setelah perkembangan dan test sensitivitas antibiotik seperti penicillin, gentamisin, tetracycline, cefoxitin, chloramfenicol atau metronidazol. Oxitoksin seperti ergonovine atau methyler gonovine.
 Hentikan pemberian ASI jika terjadi mastitis supuratif.
 Pertahankan input dan output yang tepat. Atur pemberian cairan dan elektrolit secara intravena, jangan berikan makanan dan minuman pada pasien yang muntah
 Pemberian analgetika dan antibiotika.

2. Nyeri berhubungan dengan infeksi pada organ reproduksi
Tujuan :
Nyeri berkurang/terkontrol
Intervensi :
 Selidiki keluhan pasien akan nyeri;perhatikan intensitas (0-10),lokasi,dan faktor pencetus
 Awasi tanda vital,perhatikan petunjuk non-verbal,misal: tegangan otot, gelisah.
 Berikan lingkungan yang tenang dan kurangi rangsangan penuh stress.
 Berikan tindakan kenyamanan (missal : pijatan / masase punggung)
 Dorong menggunakan tekhnik manajemen nyeri , contoh : latihan relaksasi / napas dalam , bimbingan imajinasi , visualisasi)
 Kolaborasi :
 Pemberian obat analgetika.
Catatan: hindari produk mengandung aspirin karena mempunyai potensi perdarahan
 Pemberian Antibiotika

3. Cemas / ketakutan berhubungan dengan perubahan keadaan atau ancaman kematian
Tujuan :
Klien dapat mengungkapkan secara verbal rasa cemasnya dan mengatakan perasaan cemas berkurang atau hilang.
Intervensi :
 Kaji respon psikologis klien terhadap perdarahan paska persalinan
Rasional : Persepsi klien mempengaruhi intensitas cemasnya
 Kaji respon fisiologis klien ( takikardia, takipnea, gemetar )
Rasional : Perubahan tanda vital menimbulkan perubahan pada respon fisiologis
 Perlakukan pasien secara kalem, empati, serta sikap mendukung
Rasional : Memberikan dukungan emosi
 Berikan informasi tentang perawatan dan pengobatan
Rasional : Informasi yang akurat dapat mengurangi cemas dan takut yang tidak diketahui
 Bantu klien mengidentifikasi rasa cemasnya
Rasional : Ungkapan perasaan dapat mengurangi cemas
 Kaji mekanisme koping yang digunakan klien
Rasional : Cemas yang berkepanjangan dapat dicegah dengan mekanisme koping yang tepat.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PERDARAHAN ANTEPARTUM

A. Pengertian
Pendarahan antepartum adalah pendarahan yang terjadi setelah kehamilan 28 minggu. Pendarahan antepartum merupakan pendarahan dari traktus genitalis yang terjadi antara kehamilan minggu ke 28 awal partus.
B. Etiologi
Pendarahan antepartum dapat disebabkan oleh :
a. Bersumber dari kelainan plasenta
1. Plasenta previa
Plasenta previa adalah keadaan dimana plasenta berimplantasi pada tempat abnormal yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir ( osteum uteri internal ).
Plasenta previa diklasifikasikan menjadi 3 :
a. Plasenta previa totalis : seluruhnya ostium internus ditutupi plasenta.
b. Plasenta previa lateralis : hanya sebagian dari ostium tertutup oleh plasenta.
c. Plasenta previa marginalis : hanya pada pinggir ostium terdapat jaringan plasenta.
Plasenta previa dapat disebabkan oleh berbagai faktor antara lain :
- Endometrium yang kurang baik
- Chorion leave yang peresisten
- Korpus luteum yang berreaksi lambat

2. Solusi plasenta
Solusi plasenta adalah suatu keadaan dimana plasenta yang letaknya normal terlepas dari perlekatannya sebelum janin lahir. Biasanya dihitung kehamilan 28 minggu.



Solusi plasenta dapat diklasifikasikan menjadi 3 berdasarkan tingkat gejala klinik antara lain :
a. Solusi plasenta ringan
• Tanpa rasa sakit
• Pendarahan kurang 500cc
• Plasenta lepas kurang dari 1/5 bagian
• Fibrinogen diatas 250 mg %
b. Solusi plasenta sedang
• Bagian janin masih teraba
• Perdarahan antara 500 – 1000 cc
• Plasenta lepas kurang dari 1/3 bagian
c. Solusi plasenta berat
• Abdomen nyeri-palpasi janin sukar
• Janin telah meninggal
• Plasenta lepas diatas 2/3 bagian
• Terjadi gangguan pembekuan darah
b. Tidak bersumber dari kelainan plasenta, biasanya tidak begtu berbahaya, misalnya kelainan serviks dan vagina ( erosion, polip, varises yang pecah ).
C. Patofisiologi
1. Plasenta previa
Seluruh plasenta biasanya terletak pada segmen atau uterus. Kadang-kadang bagian atau seluruh organ dapat melekat pada segmen bawah uterus, dimana hal ini dapat diketahui sebagai plasenta previa. Karena segmen bawah agak merentang selama kehamilan lanjut dan persalinan, dalam usaha mencapai dilatasi serviks dan kelahiran anak, pemisahan plasenta dari dinding usus sampai tingkat tertentu tidak dapat dihindarkan sehingga terjadi pendarahan.
2. Solusi plasenta
Perdarahan dapat terjadi pada pembuluh darah plasenta atau uterus yang membentuk hematom pada desisua, sehingga plasenta terdesak akhirnya terlepas. Apabila perdarahan sedikit, hematom yang kecil itu hanya akan mendesak jaringan plasenta, peredaran darah antara uterus dan plasenta belum terganggu dan tanda serta gejalanya pun tidak jelas.
Kejadiannya baru diketahui setelah plasenta lahir yang pada pemeriksaan didapatkan cekungan pada permukaan maternalnya dengan bekuan darah lama yang warnanya kehitam-hitaman.
Biasanya perdarahan akan berlangsung terus menerus karena otot uterus yang telah meregang oleh kehamilan itu tidak mempu untuk lebih berkontraksi menghentikan pendarahannya. Akibatnya, hematom retroplasenter akan bertambah besar, sehingga sebagian dan akhirnya seluruh plasenta terlepas dari dinding uterus.

D. Tanda dan Gejala
1. Plasenta previa
a ) Perdarahan terjadi tanpa rasa sakit pada trimester III
b ) Sering terjadi pada malam hari saat pembentukan S.B.R
c ) Perdarahan dapat terjadi sedikit atau banyak sehingga menimbulkan gejala
d ) Perdarahan berwarna merah segar
e ) Letak janin abnormal
2. Solusi plasenta
a ) Perdarahan disertai rasa sakit
b ) Jalan asfiksia ringan sampai kematian intrauterin
c ) Gejala kardiovaskuler ringan sampai berat
d ) Abdomen menjadi tegang
e ) Perdarahan berwarna kehitaman
f ) Sakit perut terus menerus

E. Komplikasi
1. Plasenta previa
a ) Prolaps tali pusat
b ) Prolaps plasenta
c ) Plasenta melekat sehingga harus dikeluarkan manual dan kalau perlu dibersihkan dengan kerokan
d ) Robekan-robekan jalan lahir

e ) Perdarahan post partum
f ) Infeksi karena perdarahan yang banyak
g ) Bayi prematuritas atau kelahiran mati
a. Langsung
- Perdarahan
- Infeksi
- Emboli dan obstetrik syok
b. Komplikasi tidak langsung
- Couvelair uterus kontraksi tak baik, menyebabkan pendarahan post partum
- Adanya hipo fibrinogenemia dengan perdarahan post partum
- Nekrosis korteks renalis, menyebabkan anuria dan uremia,
F. Penatalaksanaan
1. Plasenta previa
a. Tiap-tiap perdarahan triwulan ketiga yang lebih dari show ( perdarahan inisial harus dikirim ke rumah sakit tanpa melakukan suatu manipulasi apapun baik rectal apalagi vaginal)
b. Apabila ada penilaian yang baik, perdarahan sedikt janin masih hidup, belum inpartus. Kehamilan belum cukup 37 minggu atau berat badan janin di bawah 2500 gr. Kehamilan dapat ditunda dengan istirahat. Berikan obat-obatan spasmolitika, progestin atau progesterone observasi teliti.
c. Sambil mengawasi periksa golongan darah, dan siapkan donor transfusi darah. Kehamilan dipertahankan setua mungkin supaya janin terhindar dari premature.
d. Harus diingat bahwa bila dijumpai ibu hamil yang disangka dengan plasenta previa, kirim segera ke rumah sakit dimana fasilitas operasi dan tranfuse darah ada.
e. Bila ada anemi berikan tranfuse darah dan obat-obatan.
2. Solusio plasenta
a. Terapi konsrvatif
Prinsip :
Tunggu sampai paerdarahan berhenti dan partus berlangsung spontan. Perdarahan akan berhenti sendiri jika tekanan intra uterin bertambah lama, bertambah tinggi sehingga menekan pembuluh darah arteri yang robek.

Sambil menunggu atau mengawasi berikan :
1. Morphin suntikan subkutan
2. Stimulasi dengan kardiotonika seperti coramine, cardizol, dan pentazol.
3. Tranfuse darah.
b. Terapi aktif
Prinsip :
Melakukan tindakan dengan maksud anak segera diahirkan dan perdarahan segera berhenti.
Urutan-urutan tindakan pada solusio plasenta :
1. Amniotomi ( pemecahan ketuban ) dan pemberian oksitosin dan dan diawasi serta dipimpin sampai partus spontan.
2. Accouchement force : pelebaran dan peregangan serviks diikuti dengan pemasangan cunam villet gauss atau versi Braxtonhicks.
3. Bila pembukaan lengkap atau hampir lengkap, kepala sudah turun sampai hodge III-IV :
a. Janin hidup : lakukan ekstraksi vakum atau forceps.
b. Janin meninggal : lakukan embriotomi
4. Seksio cesarea biasanya dilakukan pada keadaan :
a. Solusio plasenta dengan anak hidup, pembukaan kecil
b. Solusio plasenta dengan toksemia berat, perdarahan agak banyak, pembukaan masih kecil.
c. Solusio plasenta dengan panggul sempit.
d. Solusio plasenta dengan letak lintang.
5. Histerektomi dapat dikerjakan pada keadaan :
a. Bila terjadi afibrinogenemia atau hipofibrino-genemia kalau persediaan darah atau fibrinogen tidak ada atau tidak cukup.
b. Couvelair uterus dengan kontraksi uterus yang tidak baik.
6. Ligasi arteri hipogastrika bila perdarahan tidak terkontrol tetapi fungsi reproduksi ingin dipertahankan.
7. Pada hipofibrinogenemia berikan :
a. Darah segar beberapa botol
b. Plasma darah
c. Fibrinogen


ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Data Subjektif
A. Data umum
Biodata, identitas ibu hamil dan suaminya.
B. Keluhan utama
Keluhan pasien saat masuk RS adalah perdarahan pada kehamilan 28 minggu.
C. Riwayat kesehatan yang lalu
D. Riwayat kehamilan
- Haid terakhir
- Keluhan
- Imunisasi
E. Riwayat keluarga
- Riwayat penyakit ringan
- Penyakit berat
Keadaan psikososial
- Dukungan keluarga
- Pandangan terhadap kehamilan
F. Riwayat persalinan
G. Riwayat menstruasi
- Haid pertama
- Sirkulasi haid
- Lamanya haid
- Banyaknya darah haid
- Nyeri
- Haid terakhir

H. Riwayat perkawinan
- Status perkawinan
- Kawin pertama
- Lama kawin
Data Objektif
Pemeriksaan fisik
1. Umum
Pemeriksaan fisik umum meliputi pemeriksaan ibu hamil.
a. Rambut dan kulit
- Terjadi peningkatan pigmentasi pada areola, putting susu dan linea nigra.
- Striae atau tanda guratan bisa terjadi di daerah abdomen dan paha.
- Laju pertumbuhan rambut berkurang.
b. Wajah
- Mata : pucat, anemis
- Hudung
- Gigi dan mulut
c. Leher
d. Buah dada / payudara
- Peningkatan pigmentasi areola putting susu
- Bertambahnya ukuran dan noduler
e. Jantung dan paru
- Volume darah meningkat
- Peningkatan frekuensi nadi
- Penurunan resistensi pembuluh darah sistemik dan pembulu darah pulmonal.
- Terjadi hiperventilasi selama kehamilan.
- Peningkatan volume tidal, penurunan resistensi jalan nafas.
- Diafragma meningga.
- Perubahan pernapasan abdomen menjadi pernapasan dada.
f. Abdomen
Palpasi abdomen :
- Menentukan letak janin
- Menentukan tinggi fundus uteri

g. Vagina
- Peningkatan vaskularisasi yang menimbulkan warna kebiruan ( tanda Chandwick )
- Hipertropi epithelium
h. System musculoskeletal
- Persendian tulang pinggul yang mengendur
- Gaya berjalan yang canggung
- Terjadi pemisahan otot rectum abdominalis dinamakan dengan diastasis rectal
2. Khusus
- Tinggi fundus uteri
- Posisi dan persentasi janin
- Panggul dan janin lahir
- Denyut jantung janin
3. Pemeriksaan penunjang
- Pemeriksaan inspekulo
- Pemeriksaan radio isotopic
- Ultrasonografi
- Pemeriksaan dalam

2. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan perpusi jaringan ( plasental ) yang berhubungan dengan kehilangan darah.
2. Takut berhubungan dengan keprihatinan ibu tentang kesejahteraan diri dan bayinya.

3. Intervensi
1. Lakukan pemantauan keadaan ibu dan janin secara terus menerus, mencakup tanda-tanda vital, tanpa perdarahan. Haluaran perkemihan, pelacakan pemantauan elektronik, dan tanda persalinan.
2. Jelaskan prosedur kepada ibu dan keluarganya.
3. Pemberian cairan IV atau produk darah sesuai pesanan.
4. Tinjau kembali aspek penting dari perawatan kritis yang telah diberikan ini :
- Sudahkah saya menanyakan kepada ibu tentang perdarahan ?
- Jika perdarahan ada sudahkan saya mengkaji kuantitasnya dengan teliti ?

- Sudahkan saya memantau keadaan janin dengan teliti ?
- Apakah ada tanda-tanda takikardi / deserasi ?
- Sudahkah saya waspada terhadap perubahan keadaan ibu ?
- Adakah tanda persalinan ? adakah perubahan yang dilaorkan ibu ?
- Sudahkah saya melakukan langkah untuk menolog ibu menjadi nyaman saat tirah baring dengan cara menggosok punggung, memposisikan dengan bantal, pengalihan aktivitas.
4. Evaluasi
1. Kondisi ibu tetap stabil atau perdarahan dapat dideteksi dengan tepat, serta terapi mulai diberikan.
2. Ibu dan bayi menjalani persalinan dan kelahiran yang aman.

Tuesday, September 7, 2010

Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Berat Badan Lahir Rendah

Pengertian BBLR

Bayi berat badan lahir rendah adalah bayi dengan berat badan kurang dari 2500 gram pada waktu lahir.

BBLR dibedakan menjadi :

1. Prematuritas murni

Yaitu bayi pada kehamilan < 37 minggu dengan berat badan sesuai.

2. Retardasi pertumbuhan janin intra uterin (IUGR)

Yaitu bayi yang lahir dengan berat badan rendah dan tidak sesuai dengan usia kehamilan.

Etiologi BBLR

Penyebab kelahiran prematur tidak diketahui, tapi ada beberapa faktor yang berhubungan, yaitu :

1. Faktor ibu

Gizi saat hamil yang kurang, umur kurang dari 20 tahun atau diatas 35 tahun
Jarak hamil dan persalinan terlalu dekat, pekerjaan yang terlalu berat
Penyakit menahun ibu : hipertensi, jantung, gangguan pembuluh darah, perokok
2. Faktor kehamilan

Hamil dengan hidramnion, hamil ganda, perdarahan antepartum
Komplikasi kehamilan : preeklamsia/eklamsia, ketuban pecah dini
3. Faktor janin

Cacat bawaan, infeksi dalam rahim
4. Faktor yang masih belum diketahui

Pengkajian Keperawatan

Prematuritas murni

BB < 2500 gram, PB < 45 cm, LK < 33 cm, LD < 30 cm
Masa gestasi < 37 minggu
Kepala lebih besar dari pada badan, kulit tipis transparan, mengkilap dan licin
Lanugo (bulu-bulu halus) banyak terdapat terutama pada daerah dahi, pelipis, telinga dan lengan, lemak subkutan kurang, ubun-ubun dan sutura lebar
Genetalia belum sempurna, pada wanita labia minora belum tertutup oleh labia mayora, pada laki-laki testis belum turun.
Tulang rawan telinga belum sempurna, rajah tangan belum sempurna
Pembuluh darah kulit banyak terlihat, peristaltik usus dapat terlihat
Rambut tipis, halus, teranyam, puting susu belum terbentuk dengan baik
Bayi kecil, posisi masih posisi fetal, pergerakan kurang dan lemah
Banyak tidur, tangis lemah, pernafasan belum teratur dan sering mengalami apnea, otot masih hipotonik
Reflek tonus leher lemah, reflek menghisap, menelan dan batuk belum sempurna
Dismaturitas

Kulit berselubung verniks kaseosa tipis/tak ada,
Kulit pucat bernoda mekonium, kering, keriput, tipis
Jaringan lemak di bawah kulit tipis, bayi tampak gesit, aktif dan kuat
Tali pusat berwarna kuning kehijauan
Komplikasi BBLR

Sindrom aspirasi mekonium, asfiksia neonatorum, sindrom distres respirasi, penyakit membran hialin
Dismatur preterm terutama bila masa gestasinya kurang dari 35 minggu
Hiperbilirubinemia, patent ductus arteriosus, perdarahan ventrikel otak
Hipotermia, Hipoglikemia, Hipokalsemia, Anemi, gangguan pembekuan darah
Infeksi, retrolental fibroplasia, necrotizing enterocolitis (NEC)
Bronchopulmonary dysplasia, malformasi konginetal
Penatalaksanaan Medis BBLR

Resusitasi yang adekuat, pengaturan suhu, terapi oksigen
Pengawasan terhadap PDA (Patent Ductus Arteriosus)
Keseimbangan cairan dan elektrolit, pemberian nutrisi yang cukup
Pengelolaan hiperbilirubinemia, penanganan infeksi dengan antibiotik yang tepat
Asuhan Keperawatan pada Klien dengan BBLR

1. Diagnosa Keperawatan : Pola nafas tidak efektif b/d tidak adekuatnya ekspansi paru

Tujuan : Pola nafas yang efektif

Kriteria :

Kebutuhan oksigen menurun
Nafas spontan, adekuat
Tidak sesak.
Tidak ada retraksi dada
Rencana Tindakan :

Berikan posisi kepala sedikit ekstensi
Berikan oksigen dengan metode yang sesuai
Observasi irama, kedalaman dan frekuensi pernafasan

2. Diagnosa Keperawatan : Gangguan pertukaran gas b/d kurangnya ventilasi alveolar sekunder terhadap defisiensi surfaktan

Tujuan : Pertukaran gas adekuat

Kriteria :

Tidak sianosis.
Analisa gas darah normal
Saturasi oksigen normal.
Rencana Tindakan :

Lakukan isap lendir kalau perlu
Berikan oksigen dengan metode yang sesuai
Observasi warna kulit
Ukur saturasi oksigen
Observasi tanda-tanda perburukan pernafasan
Lapor dokter apabila terdapat tanda-tanda perburukan pernafasan
Kolaborasi dalam pemeriksaan analisa gas darah
Kolaborasi dalam pemeriksaan surfaktan
3. Diagnosa Keperawatan : Resiko tinggi gangguan keseimbangan keseimbangan cairan dan elektrolit b/d ketidakmampuan ginjal mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit

Tujuan : Hidrasi baik

Kriteria:

Turgor kulit elastik
Tidak ada edema
Produksi urin 1-2 cc/kgbb/jam
Elektrolit darah dalam batas normal
Rencana Tindakan :

Observasi turgor kulit.
Catat intake dan output
Kolaborasi dalam pemberian cairan intra vena dan elektrolit
Kolaborasi dalam pemeriksaan elektrolit darah
4. Diagnosa Keperawatan : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak adekuatnya persediaan zat besi, kalsium, metabolisme yang tinggi dan intake yang kurang adekuat

Tujuan : Nutrisi adekuat

Kriteria :

Berat badan naik 10-30 gram / hari
Tidak ada edema
Protein dan albumin darah dalam batas normal
Rencana Tindakan :

Berikan ASI/PASI dengan metode yang tepat
Observasi dan catat toleransi minum
Timbang berat badan setiap hari
Catat intake dan output
Kolaborasi dalam pemberian total parenteral nutrition kalau perlu
5. Diagnosa Keperawatan : Resiko tinggi hipotermi atau hipertermi b/d imaturitas fungsi termoregulasi atau perubahan suhu lingkungan

Tujuan : Suhu bayi stabil

Kriteria :

Suhu 36,5 0C -37,2 0C
Akral hangat
Rencana Tindakan :

Rawat bayi dengan suhu lingkungan sesuai
Hindarkan bayi kontak langsung dengan benda sebagai sumber dingin/panas
Ukur suhu bayi setiap 3 jam atau kalau perlu
Ganti popok bila basah
6. Diagnosa Keperawatan : Resiko tinggi terjadi gangguan perfusi jaringan b/d imaturitas fungsi kardiovaskuler

Tujuan : Perfusi jaringan baik

Kriteria :

Tekanan darah normal
Pengisian kembali kapiler <2 detik
Akral hangat dan tidak sianosis
Produksi urin 1-2 cc/kgbb/jam
Kesadaran composmentis
Rencana Tindakan :

Ukur tekanan darah kalau perlu
Observasi warna dan suhu kulit
Observasi pengisian kembali kapiler
Observasi adanya edema perifer
Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium
Kolaborasi dalam pemberian obat-obatan
7. Diagnosa Keperawatan : Resiko tinggi injuri susunan saraf pusat b/d hipoksia

Tujuan : Tidak ada injuri

Kriteria :

Kesadaran composmentis
Gerakan aktif dan terkoordinasi
Tidak ada kejang ataupun twitching
Tidak ada tangisan melengking
Hasil USG kepala dalam batas normal
Rencana Tindakan :

Cegah terjadinya hipoksia
Ukur saturasi oksigen
Observasi kesadaran dan aktifitas bayi
Observasi tangisan bayi
Observasi adanya kejang
Lapor dokter apabila ditemukan kelainan pada saat observasi
Ukur lingkar kepala kalau perlu
Kolaborasi dalam pemeriksaan USG kepala

8. Diagnosa Keperawatan : Resiko tinggi infeksi b/d imaturitas fungsi imunologik

Tujuan : Bayi tidak terinfeksi

Kriteria :

Suhu 36,5 0C -37,2 0C
Darah rutin normal
Rencana Tindakan :

Hindari bayi dari orang-orang yang terinfeksi kalau perlu rawat dalam inkubator
Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan bayi
Lakukan tehnik aseptik dan antiseptik bila melakukan prosedur invasif
Lakukan perawatan tali pusat
Observasi tanda-tanda vital
Kolaborasi pemeriksaan darah rutin
Kolaborasi pemberian antibiotika
9. Diagnosa Keperawatan : Resiko tinggi gangguan integritas kulit b/d imaturitas struktur kulit

Tujuan : Integritas kulit baik

Kriteria :

Tidak ada rash
Tidak ada iritasi
Tidak plebitis
Rencana Tindakan :

Kaji kulit bayi dari tanda-tanda kemerahan, iritasi, rash, lesi dan lecet pada daerah yang tertekan
Gunakan plester non alergi dan seminimal mungkin
Ubah posisi bayi dan pemasangan elektrode atau sensor
10. Diagnosa Keperawatan : Gangguan persepsi-sensori : penglihatan, pendengaran, penciuman, taktil b/d stimulus yang kurang atau berlebihan dari lingkungan perawatan intensif

Tujuan : Persepsi dan sensori baik

Kriteria :

Bayi berespon terhadap stimulus
Rencana Tindakan :

Membelai bayi sebelum malakukan tindakan
Mengajak bayi berbicara atau merangsang pendengaran bayi dengan memutarkan lagu-lagu yang lembut
Memberikan rangsang cahaya pada mata
Kurangi suara monitor jika memungkinkan
Lakukan stimulas untuk refleks menghisap dan menelan dengan memasang dot
11. Diagnosa Keperawatan : Koping keluarga tidak efektif b/d kondisi kritis pada bayinya, perawatan yang lama dan takut untuk merawat bayinya setelah pulang dari RS

Tujuan : Koping keluarga efektif

Kriteria :

Ortu kooperatif dg perawatan bayinya.
Pengetahuan ortu bertambah
Orang tua dapat merawat bayi di rumah
Rencana Tindakan :

Memberikan kesempatan pada ortu berkonsultasi dengan dokter
Rujuk ke ahli psikologi jika perlu
Berikan pendidikan kesehatan cara perawatan bayi BBLR di rumah termasuk pijat bayi, metode kanguru, cara memandikan
Lakukan home visit jika bayi pulang dari RS untuk menilai kemampuan orang tua merawat bayinya