Friday, March 19, 2010

Asuhan Keperawatan Dengan Klien Dengan Klien Hernia

1. Pengertian
Hernia adalah menonjolnya suatu organ atau struktur organ dan tempatnya yang normal malalui sebuah defek konsenital atau yang didapat. (Long, 1996 : 246).
Hernia adalah suatu keadaan menonjolnya isi usus suatu rongga melalui lubang (Oswari, 2000 : 216).
Hernia adalah penonjolan sebuah organ, jaringan atau struktur melewati dinding rongga yang secara normal memang berisi bagian-bagian tersebut (Nettina, 2001 : 253).
Hernia inguinalis adalah hernia isi perut yang tampak di daerah sela paha (regio inguinalis). (Oswari, 2000 : 216)
2. Penyebab
Hernia dapat terjadi karena ada sebagian dinding rongga lemah. Lemahnya dinding ini mungkin merupakan cacat bawaan atau keadaan yang didapat sesudah lahir, contoh hernia bawaan adalah hermia omphalokel yang terjadi karena sewaktu bayi lahir tali pusatnya tidak segera berobliterasi (menutup) dan masih terbuka. Demikian pula hernia diafragmatika. Hernia dapat diawasi pada anggota keluarga misalnya bila ayah menderita hernia bawaan, sering terjadi pula pada anaknya.
Pada manusia umur lanjut jaringan penyangga makin melemah, manusia umur lanjut lebih cenderung menderita hernia inguinal direkta. Pekerjaan angkat berat yang dilakukan dalam jangka lama juga dapat melemahkan dinding perut (Oswari. 2000 : 217).

B. Patofisiologi/Pathways
Defek pada dinding otot mungkin kongenital karena melemahkan jaringan atau ruang luas pada ugamen inguinal atau dapat disebabkan oleh trauma. Tekanan intra abdominal paling umum meningkat sebagai akibat dari kehamilan atau kegemukan. Mengangkat berat juga menyebabkan peningkatan tekanan, seperti pada batuk dan cidera traumatik karena tekanan tumpul. Bila dua dari faktor ini ada bersama dengan kelemahan otot, individu akan mengalami hernia.
Hernia inguinalis indirek, hernia ini terjadi melalui cincin inguinal dan melewati korda spermatikus melalui kanalis inguinalis. Ini umumya terjadi pada pria dari pada wankita. Insidennya tinggi pada bayi dan anak kecil. Hernia ini dapat menjadi sangat besar dan sering turun ke skrotum.
Hernia inguinalis direk, hernia ini melewati dinding abdomen diarea kelemahan otot, tidak melalui kanal seperti pada hernia inguinalis dan femoralis indirek. Ini lebih umum pada lansia. Hernia inguinalis direk secara bertahap terjadi pada area yang lemah ini karena defisiensi kongenital.
Hernia femoralis, hernia femoralis terjadi melalui cincin femoral dan lebih umum pada wanita dari pada pria. Ini mulai sebagai penyumbat lemak di kanalis femoralis yang membesar dan secara bertahap menarik peritonium dan hampir tidak dapat dihindari kandung kemih masuk ke dalam kantung. Ada insiden yang tinggi dari inkar serata dan strangulasi dengan tipe hernia ini.
Hernia embilikalis, hernia imbilikalis pada orang dewasa lebih umum pada wanita dan karena peningkatan tekanan abdominal. Ini biasanya terjadi pada klien gemuk dan wanita multipara (Ester, 2002 : 53)
Hernia umbilicalis terjadi karena kegagalan orifisium umbilikal untuk menutup (Nettina, 2001 : 253)
Bila tekanan dari cincin hernia (cincin dari jaringan otot yang dilalui oleh protusi usus) memotong suplai darah ke segmen hernia dari usus, usus menjadi terstrangulasi. Situasi ini adalah kedaruratan bedah karena kecuali usus terlepas, usus ini cepat menjadi gangren karena kekurangan supali darah (Ester, 2002 : 55).
Pembedahan sering dilakukan terhadap hernia yang besar atau terdapat resiko tinggi untuk terjadi inkarserasi. Suatu tindakan herniorrhaphy terdiri atas tindakan menjepit defek di dalam fascia. Akibat dan keadaan post operatif seperti peradangan, edema dan perdarahan, sering terjadi pembengkakan skrotum. Setelah perbaikan hernia inguinal indirek. Komplikasi ini sangat menimbulkan rasa nyeri dan pergerakan apapun akan membuat pasien tidak nyaman, kompres es akan membantu mengurangi nyeri (Long. 1996 : 246).

C. Manifestasi Klinis dan Pemeriksaan Penunjang
1. Manifestasi klinis
a. Tampak benjolan di lipat paha.
b. Bila isinya terjepit akan menimbulkan perasaan sakit di tempat itu disertai perasaan mual.
c. Bila terjadi hernia inguinalis stragulata perasaan sakit akan bertambah hebat serta kulit di atasnya menjadi merah dan panas.
d. Hernia femoralis kecil mungkin berisi dinding kandung kencing sehingga menimbulkan gejala sakit kencing (disuria) disertai hematuria (kencing darah) disamping benjolan di bawah sela paha.
e. Hernia diafragmatika menimbulkan perasaan sakit di daerah perut disertai sasak nafas.
f. Bila pasien mengejan atas batuk maka benjolan hernia akan bertambah besar.
(Oswari, 2000 : 218)

2. Pemeriksaan penunjang
a. Sinar X abdomen menunjukkan abnormalnya kadar gas dalam usus/ obstruksi usus.
b. Hitung darah lengkap dan serum elektrolit dapat menunjukkan hemokonsentrasi (peningkatan hemotokrit), peningkatan sel darah putih dan ketidak seimbangan elektrolit.
( sumber ………)

D. PENGKAJIAN FOKUS
Aktivitas/istirahat
Gejala : - Riwayat pekerjaan yang perlu mengangkat berat, duduk, mengemudi dan waktu lama
- membutuhkan papan/matras yang keras saat tidur
- Penurunan rentang gerak dan ekstremitas pada salah satu bagian tubuh
- Tidak mampu melakukan aktivitas yang biasanya dilakukan.
Tanda : Atrofi otot pada bagian tubuh yang terkena gangguan dalam berjalan
Eliminasi
Gejala : konstipasi dan adanya inkartinensia/retensi urine
Integritas Ego
Gejala : ketakutan akan timbulnya paralisis, ansietas, masalah pekerjaan finansial keluarga
Tanda : tampak cemas, depresi, menghindar dari keluarga
Neurosensori
Gejala : kesemutan, kekakuan, kelemahan dari tangan/kaki
Tanda : penurunan reflek tendon dalam, kelemahan otot, hipotonia. Nyeri tekan/spasme otot paravertebralis, penurunan persepsi nyeri
Kenyamanan
Gejala : nyeri seperti tertusuk pisau, yang akan semakin memburuk dengan adanya batuk, bersin, defekasi, nyeri yang tidak ada hentinya, nyeri yang menjalar ke kaki, bokong, bahu/lengan, kaku pada leher.
(Doenges, 1999 : 320-321)
Post Operasi
Status Pernapasan
- Frekuensi, irama dan ke dalaman
- Bunyi napas
- Efektifitas upaya batuk
Status Nutrisi
- Status bising usus, mual, muntah
Status Eliminasi
- Distensi abdomen pola BAK/BAB
Kenyamanan
- Tempat pembedahan, jalur invasif, nyeri, flatus
Kondisi Luka
- Keadaan/kebersihan balutan
- Tanda-tanda peradangan
- drainage
Aktifitas
- Tingkat kemandirian dan respon terhadap aktivitas

E. Fokus IntervensiI
1. Medis
a. Hernia yang terstrangulasi atau inkarserata dapat secara mekanis berkurang. Suatu penokong dapat digunakan untuk mempertahankan hernia berkurang. Penyokong ini adalah bantalan yang diikatkan ditempatnya dengan sabuk. Bantalan ditempatkan di atas hernia setelah hernia dikurangi dan dibiarkan ditempatnya untuk mencegah hernia dan kekambuhan. Klien harus secara cermat memperhatikan kulit di bawah penyokong untuk memanifestasikan kerusakan (Long, 1996 : 246)
b. Perbaikan hernia dilakukan dengan menggunakan insisi kecil secara langsung di atas area yang lemah. Usus ini kemudian dikembalikan ke rongga perintal, kantung hernia dibuang dan otot ditutup dengan kencang di atas area tersebut. Hernia diregion inguinal biasanya diperbaikan hernia saat ini dilakukan sebagai prosedur rawat jalan. (Ester, 2002 : 54).

2. Keperawatan
a. Nyeri (akut) berhubungan dengan insisi bedah
Intervensi :
1). Selidiki keluhan nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 0 – 10) dan faktor pemberat/penghilang
2). Anjurkan pasien untuk melaporkan nyeri segera saat mulai.
3). Pantau tanda-tanda vital
4). Kaji insisi bedah, perhatikan edema ; perubahan konter luka (pembentukan hematoma) atau inflamasi mengeringnya tepi luka.
5). Berikan tindakan kenyamanan, misal gosokan punggung, pembebatan insisi selama perubahan posisi dan latihan batuk/bernapas, lingkungan tenang.
6). Berikan analgesik sesuai terapi
Rasional :
a. Nyeri insisi bermakna pada pasca operasi awal, diperberat oleh pergerakan, batuk, distensi abdomen, mual.
b. Intervensi diri pada kontrol nyeri memudahkan pemulihan otot/jaringan dengan menurunkan tegangan otot dan memperbaiki sirkulasi
c. Respon autonemik meliputi perubahan pada TD, nadi dan pernapasan yang berhubungan dengan keluhan/penghilang nyeri. Abnormalitas tanda vital terus menerus memerlukan evaluasi lanjut.
d. Perdarahan pada jaringan, bengkak, inflamasi lokal atau terjadinya infeksi dapat menyebabkan peningkatan nyeri insisi.
e. Memberikan dukungan relaksasi, memfokuskan ulang perhatian, meningkatkan rasa kontrol dan kemampuan koping.
f. Mengontrol/mengurangi nyeri untuk meningkatkan istirahat dan meningkatkan kerjasama dengan aturan terapeutik
2. Risiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan hemoragi
Intervensi :
a. Pantau tanda-tanda vital dengan sering, perhatikan peningkatan nadi, perubahan TD postural, takipnea, dan ketakutan. Periksa balutan dan luka dengan sering selama 24 jam terhadap tanda-tanda darah merah terang atau bengkak insisi berlebihan
b. Palpasi nadi perifer. Evaluasi pengisian kapiler, turgor kulit, dan status membran mukosa.
c. Perhatikan adanya edema
d. Pantau masukan dan haluaran (mencakup semua sumber : misal emesis, selang, diare), perhatikan haluaran urine
e. Pantau suhu
f. Tinjau ulang penyebab pembedahan dan kemungkinan efek samping pada keseimbangan cairan.
g. Berikan cairan, darah, albumin, elektrolit sesuai indikasi.

Rasional :
a. Tanda-tanda awal hemorasi usus dan/ atau pembentukan hematoma yang dapat menyebabkan syok hipovotemik
b. Memberikan informasi tentang volume sirkulasi umum dan tingkat dehidrasi
c. Edema dapat terjadi karena pemindahan cairan berkenaan dengan penurunan kadar albumen serum/protein.
d. Indikator langsung dari hidrasi/perjusi organ dan fungsi. Memberikan pedoman untuk penggantian cairan
e. Demam rendah umum terjadi selama 24 – 48 jam pertama dan dapat menambah kehilangan cairan
f. Mengeksaserbasi cairan dan kehilangan elektrolit
g. Mempertahankan volume sirkulasi dan keseimbangan elektrolit.
3. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan primer
Intervensi :
a. Pantau tnda-tanda vital, perhatikan peningkatan suhu.
b. Observasi penyatuan luka, karakter drainase, adanya inflamasi
c. Observasi terhadap tanda/gejala peritonitas, misal : demam, peningkatan nyeri, distensi abdomen
d. Pertahankan perawatan luka aseptik, pertahankan balutan kering
e. Berikan obat-obatan sesuai indikasi :
Antibiotik, misal : cefazdine (Ancel)
Rasional :
a. Suhu malam hari memuncak yang kembali ke normal pada pagi hari adalah karakteristik infeksi.
b. Perkembangan infeksi dapat memperlambat pemulihan
c. Meskipun persiapan usus dilakukan sebelum pembedahan elektif, peritonitas dapat terjadi bila susu terganggu. Misal : ruptur pra operasi, kebocoran anastromosis (pasca operasi) atau bila pembedahan adalah darurat/akibat dari luka kecelakaan
d. Melindungi pasien dari kontaminasi silang selama penggantian balutan. Balutan basah sebagai sumbu retrogad, menyerap kontaminasi eksternal.
e. Diberikan secara profilaktik dan untuk mengatasi infeksi.
4. Risiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna/makan-makanan
Intervensi :
a. Tinjau faktor-faktor individual yang mempengaruhi kemampuan untuk mencerna/makan makanan, misal : status puasa, mual, ikusperistaltik setelah selang dilepaskan
b. Aukultasi bising usus palpasi abdomen. Catat pasase flatus.
c. Identifikasi kesukaan/ketidaksukaan diet dari pasien. Anjurkan pilihan makanan tinggi protein dan vitamin C
d. Berikan cairan IU, misal : albumin. Lipid, elektrolit

Rasional :
a. Mempengaruhi pilihan intervensi
b. Menentukan kembalinya peristaltik (biasanya dalam 2 – 4 hari)
c. Meningkatkan kerjasama pasien dengan aturan diet, protein/vitamin C adalah kontributor utama untuk pemeliharaan jaringan dan perbaikan. Malnutrisi adalah faktor dalam menurunkan pertahanan terhadap infeksi
d. Memperbaiki keseimbangan cairan dan elektrolit. Inflamasi usus, erosi mukosa, infeksi.
5. Ketakutan/ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
Intervensi :
a. Awasi respon fisiologis, misal : takipnea, palpitasi, pusing, sakit kepala, sensasi kesemutan.
b. Dorong pernyataan takut dan ansietas : berikan umpan balik.
c. Berikan informasi akurat, nyata tentang apa yang dilakukan, misal : sensasi yang diharapkan, prosedur biasa
d. Dorong orang terdekat tinggal dengan pasien, berespon terhadap tanda panggilan dengan cepat. Gunakan sentuhan dan kontak mata dengan cepat
e. Tunjukkan teknik relaksasi, contoh : visualisasi, latihan napas dalam, bimbingan imajinasi
f. Berikan obat sesuai dengan indikasi, misal : Diazepam (valium), klurazepat (Tranxene), alprazolan (Xanax)
Rasional :
a. Dapat menjadi indikatif derajat takut yang dialami pasien tetapi dapat juga berhubungan dengan kondisi fisik/status syok
b. Membuat hubungan terapeutik. Membantu pasien menerima perasaan dan memberikan kesempatan untuk memperjelas kesalahan konsep
c. Melibatkan pasien dalam rencana asuhan dan menurunkan ansietas yang tak perlu tentang ketidaktahuan.
d. Membantu menurunkan takut melalui pengalaman menakutkan menjadi seorang diri.
e. Belajar cara untuk rileks dapat menurunkan takut dan ansietas
f. Sedatif/transquilizer dapat digunakan kadang-kadang untuk menurunkan ensietas dan meningkatkan istirahat, khususnya pada pasien ulkus.
6. Pola pernapasan tak efektif berhubungan dengan ekspansi paru
Intervensi :
a. Kaji frekuensi ke dalaman pernapasan dan ekspansi dada. Catat upaya pernapasan, termasuk penggunaan otot bantu/pelebaran masal
b. Auskultasi bunyi napas dan catat adanya bunyi napas adventisius, seperti : krekels, mengi, gesekan plurtal
c. Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi. Bangunkan pasien turun tempat tidur dan ambuasi sesegera mungkin
d. Bantu pasien mengatasi takut/ansietas (rujuk DK : ketakutan/ansietas)
e. Berikan oksigen tambahan
Rasional :
a. Kecepatan biasanya meningkat. Dipsnea dan terjadi peningkatan kerja napas (pada awal atau hanya tanda EP sub akut). Ke dalaman pernapasan bervariasi tergantung derajat gagal napas
b. Bunyi napas menurun/tak ada bila jalan napas obstruktif sekunder terhadap perdarahan, bekuan atau kolaps jalan napas kecil (atelektasis).
c. Duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan pernapasan. Pengubahan posisi dan ambulasi meningkatkan pengisian udara segmen paru berbeola sehingga memperbaiki difusi gas
d. Perasaan takut dan ansietas berat berhubungan dengan ketidakmampuan bernapas/terjadinya hipoksemia dan dapat secara aktual meningkatkan konsumsi oksigen/kebutuhan
e. Memaksimalkan bernapas dan menurunkan kerja napas.
7. Intelorensi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum
Intervensi :
a. Tingkatkan tirah baring/duduk. Berikan lingkungan tentang : batasi pengunjung sesuai keperluan
b. Ubah posisi dengan sering. Berikan perawatan kulit yang baik
c. Tingkatkan aktivitas sesuai toleransi, bantu melakukan latihan rentan, gerak sendi pasif/aktif
d. Dorong penggunaan teknik manajemen stres, contoh : relaksasi progresif, visualisasi, bimbingan imajinasi. Berikan aktivitas hiburan yang tepat, contoh : menonton TV, radio, membaca
e. Berikan obat sesuai indikasi : sedatif, agen antiansietas. Contoh : cliazepam (valium), lorazepam (Ativan)
Rasional :
a. Meningkatkan istirahat dan ketenagan : menyediakan energi yang digunakan untuk penyembuhan
b. Meningkatkan tinggi pernapasan dan meminimalkan tekanan pada urea tertentu untuk menurunkan risiko kerusakan jaringan
c. Tirah baring lama dapat menurunkan kemampuan. Ini dapat terjadi karena keterbatasan aktivitas yang mengganggu periode istirahat
d. Meningkatkan relaksasi dan penghematan energi, memusatkan kembali perhatian dan dapat meningkatkan koping.
e. Membantu dalam manajemen kebutuhan tidur.

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, M.E. 1999, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC. Jakarta
Ester, M., 2001, Keperawatan Medikal Bedah, EGC. Jakarta
Long, B.C. 1999, Perawatan Medikal Bedah, Volume 3, Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan padjajaran Bandung
Nettina, S.M, 2001, Pedoman Praktik Keperawatan, EGC. Jakarta
Oswari, E. 2000, Bedah dan Perawatannya, FKUI. Jakarta

Asuhan Keperawatan Dengan Klien Dengan Klien Fraktur

A. Pengertian dan Penyebab
1. Pengertian
Patah tulang adalah terputusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang rawan yang disebabkan oleh kekerasan (Oswari, 2000: 144).
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan dari tulang itu sendiri dan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap (Price, 1995: 1183).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa (Mansjoer, 2000: 43). Fraktur klavikula adalah fraktur yang dapat terjadi sebagai akibat trauma langsung atau gaya tidak langsung yang dihantarkan melalui bahu.
2. Penyebab fraktur / patah tulang menurut adalah:
a. Benturan dan cidera (jatuh pada kecelakaan)
b. Fraktur patologik (osteoporosis, kelemahan hilang akibat penyakit kanker)
c. Patah karena letih
d. Patah tulang karena tulang tidak dapat mengabsorbsi energi karena berjalan terlalu jauh
Long (1996: 367)

B. Patofisiologi
Patah tulang biasanya terjadi karena benturan tubuh, jatuh atau trauma (Long, 1996: 356). Baik itu karena trauma langsung misalnya: tulang kaki terbentur bemper mobil, atau tidak langsung misalnya: seseorang yang jatuh dengan telapak tangan menyangga. Juga bisa karena trauma akibat tarikan otot misalnya: patah tulang patela dan olekranon, karena otot trisep dan bisep mendadak berkontraksi. (Oswari, 2000: 147)
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Terbuka bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar oleh karena perlukaan di kulit. (Mansjoer, 2000: 346)
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah dan ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel mast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darahketempat tersebut. Fagositosis dan pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Di tempat patah terbentuk fibrin (hematoma fraktur) dan berfungsi sebagai jala-jala untuk melekatkan sel-sel baru. Aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru imatur yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati (Corwin, 2000: 299)
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan dengan pembengkakanyg tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstremitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan dapat mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dapat berakibat anoksia jaringanyg mengakibatkan rusaknya serabut saraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini dinamakan sindrom kompartemen (Brunner & suddarth, 2002: 2287)
Pengobatan dari fraktur tertutup dapat konservatif maupuan operatif. Terapi konservatif meliputi proteksi dengan mitela atau bidai. Sedangkan terapi operatif terdiri dari reposisi terbuka, fiksasi internal, reposisi tertutup dengan kontrol radiologis diikuti fiksasi interna (Mansjoer, 2000: 348)
Pada pemasangan bidai, gips atau traksi maka dilakukan imobolisasi pada bagian yang patah. Imobilisasi dapat menyebabkan berkurangnya kekuatan otot dan densitas tulang agak cepat (Price, 1995 : 1192). Pasien yang harus imobilisasi setelah patah tulang akan menderita komplikasi dari imobilisasi antara lain: adanya rasa tidak enak, iritasi kulit dan luka akibat penekanan, hilangnya kekuatan otot. (Long, 1996: 378)
Kurang perawatan diri dapat terjadi bila sebagin tubuh diimobilisasi dan mengakibatkan berkurangnya kemampuan perawatan diri (Carpenito, 1996: 346). Pada reduksi terbuka fiksasi interna (ORIF) fragmen tulang dipertahankan dengan pin, sekrup, pelat, paku. Namun pembedahan memungkinkan terjadinya infeksi, pembedahan itu sendiri merupakan trauma pada jaringan lunak dan struktur yang sebelumnya tidak mengalami cidera mungkin akan terpotong atau mengalami kerusakan selama tindakan operasi. (Price, 1995: 1192)
Pembedahan yang dilakukan pada tulang, otot dan sendi dapat mengakibatkan nyeri yang hebat. (Brunner & Suddarth, 2002: 2304)

C. Manifestasi Klinik dan Pemeriksaan Penunajang
Manifestasi klinik dari fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi deformitas, pemendekan ekstremitas, kreptus, pembengkakan lokasi dan perubahan warna.
a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai almiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
b. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan cenderung bergerak secara alamiah (gerakan luar biasa) bukannya tetap rigid seperti normalnya. Pergeseran fragmen tulang pada fraktur lengan dan tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) ekstremitas yang bisa diketahui membandingkan ekstremitas yang normal dengan ekstremitas yang tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot.
c. Pada fraktur panjang terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5-5 cm (1-2 inci).
d. Saat ekstremitas diperiksa dengan tanan teraba adanya derik tulang dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya. (Uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat)
e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal terjadi sebagai akibat trauma dari pendarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru bisa terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.
(Brunner & Suddarth, 2002: 2358)
Pemeriksaan Diagnostik yang dapat dilakuka pada pasien fraktur antara lain:
a. Scan tulang, tomogran, memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi jaringan lunak
b. Anteriogram, dilakukan bila dicurigai ada kerusakan vaskular
c. Hitung darah lengkap
Hematokrit mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multiple) kreatinin, trauma otot meningkatkan perban creatinin untuk klirans ginjal.
Doengos (2000: 762)

D. Klasifikasi dan Penatalaksanaan Patah Tulang
Klasifikasi patah tulang menurut bentuk dan garis patah tulang sebagai berikut:
a. Klasifikasi menurut bentuk patah tulang
a. Fractur complet, pemisahan komplit dari tulang menjadi 2 fragmen
b. Fractur incomplet, patah sebagian dari tulang tanpa pemisahan
c. Simple atau closed fractura, tulang patah tapi kulit utuh
d. Fractur complicata, tulang yang patah menusuk kulit, tulang terlihat
e. Fraktur tanpa perubahan posisi, tulang patah pada posisi tempatnya yang normal
f. Fraktur dengan perubahan posisi, ujung tulang yang patah berjauhan dari tempat patah
g. Continued fractur, tulang patah menjadi beberapa bagian fragmen
h. Impacted (Telescoped), faktur salah satu tulang ujung tulang yang padah menancap pada yang lain
b. Klasifikasi menurut garis patah tulang
a. Green stick, retak pada sebelah sisi dari tulang (sering terjadi pada anak dengan tulang yang lembek)
b. Transverse, patah menyilang
c. Obligue, garis patah miring
d. Spiral, patah tulang melingkari tulang
Long (1996:358)
Penatalaksanaan Fraktur antara lain:
a. Terapi Konservatif
a. Proteksi saja
Misal mitela untuk fractur collum chirurgicum humari dengan kedudukan baik.
b. Imobilitas saja tanpa reposisi, misal pemasangan gips pada fractur incomplete dan fraktur dengan kedudukan baik.
c. Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips misal pada fractur supracondilius, fractur collest, fractur smith. Reposisi dapat dalam anestasi umum atau lokal.
d. Traksi untuk reposisi secara permanen
Pada anak-anak dipakai traksi kulit. Traksi kulit dipakai terbatas untuk 4 minggu dengan beban kurang dari 5 minggu.
b. Terapi Operatif
a. Reposisi terbuka, fiksasi interna
b. Reposisi tertutup dengan kontrol radiologis diikuti fiksasi eskterna
Terapi operatif dengan reposisi anatomis diikuti dengan fiksasi interna (open reduction and internal fixation) arteoplasti ekssisional, eksisi fragmen dan pemasangan endoprosteus.
(Mansjoer, 2000: 348)



E. Diagnosa keperawatan
Nyeri akut berhubungan dengan pergerakan fragmen tulang, spasme otot, edema, cedera pada jaringan lunak, stres, ansietas, alat traksi/imobilisasi.
a. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan otot, kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri ketidaknyamanan, terapi restriktif (imobilitas tungkai)
b. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan fraktur terbuka, cedara tusuk, bedah perbaikan; pemasangan traksi, pen, kawat, sekrup, perubahan sensasi sirkulasi; akumulasi/sekret, imobilisasi fisik.
3. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tak adekuatnya pertahanan primer: kerusakan kulit, trauma jaringan, terpajan pada lingkungan, prosedur infasif, traksi tulang.
4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpajan/mengingat, salah interpretasi/tidak mengenal sumber informasi.
5. Resiko tinggi terhadap trauma jaringan berhubungan dengan kehilangan integritas tulang (fraktur)
6. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan cedera tusuk, fraktur terbuka, bedah perbaikan, imobilisasi fisik.


F. Fokus Intervensi
a. Nyeri akut berhubungan dengan gerakan fragmen tulang, spasme otot, edema, cedera pada jaringan lunak, stres ansietas, alat traksi/imobolisasi.
Intervensi
Rasional
a. Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips, pembebat, traksi

a. Menghilangkan nyeri dan mencegah kesalahan posisi tulang atau tegangan jaringan yang rusak
b. Tinggikan dan dukung esktremitas yang terkena
b. Meningkatkan aliran balik vena, menurunkan edema, menurunkan nyeri
c. Hindari menggunakan speri atau bantal plastik di bawah ekstremitas dalam gips
c. Dapat meningkatkan ketidaknyamanan karena peningkatan produksi panas dalam gips yang kering
d. Evaluasi keluhan nyeri, perhatikan lokasi, karakteriktik, intensitas (0-10)
d. Meningkatkan kefektifan intervensi, tingkatkan ansietas dapat mempengaruhi persepsi atau reaksi terhadap nyeri
e. Dorong menggunakan teknik manajemen nyeri
e. Meningkatkan kemampuan koping dalam manajemen nyeri
f. Beri alternatif tindakan kenyamanan : pijatan alih baring
f. Meningkatkan sirkulasi umum, menurunkan area tekanan lokal dan kelelahan otot
g. Beri obat sesuai indikasi
g. Diberikan untuk menurunkan nyeri
h. Lakukan kompres dingin atau es 24-28 jam pertama dan sesuai keperluan
h. Menurunkan edema, pembentukan hematon dan menurunkan sensasi nyeri

b. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan otot, kerusakan rangka neuromuskuler: nyeri/ketidaknyamanan; terapi restriktif (imobolisasi tugkai)
Intervensi
Rasional
a. Kaji derajat imobilitas yang dihasilkan oleh cedera

a. Pasien mungkin dibatasi oleh pandangan diri atau persepsi diri tentang keterbatasan fisik aktual
b. Instruksikan pasien untuk atau bantu dalam rentang gerak pasien atau aktif pada ekstremitas yang sakit dan yang tidak sakit
b. Meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk meningkatkan tonus otot, mempertahankan gerak sendi, mencegah kontraktor atau atrofi
c. Dorong penggunaan alat isometrik mulai dengan tungkai yang tersakit
c. Kontraksi otot insometrik tanpa menekuk sendi atau menggerakkan tungkai dan membantu mempertahankan kekuatan dan masa otot
d. Tempatkan dalam posisi terlentang secara periodik
d. Menurunkan resiko kontraktor fleksi panggul
e. Bantu atau dorong perawatan diri atau kebersihan (mandi, keramas)
e. Meningkatkan kekuatan otot dan sirkulasi, meningkatkan perawatan diri langsung
f. Dorong peningkatan masukan sampai 2000-3000 ml/hari. Termasuk air asam, jus
f. Mempertahankan hidrasi tubuh menurunkan resiko infeksi urinarius, pembentukan batu dan konstipasi
c. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan fraktur terbuka, cedera tusuk, bedah perbaikan; pemasangan traksi, pen, kawat, sekrup, perubahan sensasi sirkulasi; akumulasi ekskresi/sekret, imobilisasi fisik
Intervensi
Rasional
a. Kaji kulit untuk luka terbuka, benda asing, kemerahan, perdarahan, perubahan warna
a. Memberikan informasi tentang sirkulasi kulit dan masalah yang mungkin disebabkan oleh alat atau pemasangan gips, edema
b. Masase kulit dan penonjolan tulang pertahankan tempat tidur kering dan bebas kerutan
b. Menurunkan tekanan pada area yang peka dan resiko kerusakan kulit
c. Ubah posisi dengan sering
c. Mengurangi tekanan konstan pada area yang sama dan meminimalkan kerusakan jaringan

d. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tak adekuatnya pertahanan primer: kerusakan kulit, trauma jaringan, terpajan pada lingkungan, prosedur infasif, traksi tulang
Intervensi
Rasional
a. Inspeksi kulit untuk adanya iritasi atau robekan kontinuitas
a. Pen atau kawat tidak harus dimasukkan melalui kulit yang terinfeksi kemerahan atau abrasi
b. Kaji sisi pen atau kulit perhatikan keluhan peningkatan nyeri
b. Dapat mengindikasikan timbulnya infeksi lokal
c. Berikan perawatan pen atau kawat steril
c. Dapat mencegah kontaminasi silang dan kemungkinan infeksi
d. Observasi luka untuk pembentukan bula, krepitasi, perubahan warna kulit kecoklatan, bau drainase yang tak enak
d. Menghindarkan infeksi
e. Kaji tonus otot, reflek tendon dalam dan kemampuan berbicara
e. Kekuatan otot, spasme tonik otot rahang, mengindikasi tetanus
f. Selidiki nyeri tiba-tiba atau keterbatasan gerakan dengan edema lokal
f. Dapat mengindikasi adanya osteomeiktis
g. Berikan obat sesuai indikasi
g. AB membantu mengatasi nyeri


e. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpajan/mengingat, salah interpretasi/tidak mengenal sumber informasi
Intervensi
Rasional
a. Kaji ulang patologi, prognosis dan harapan yang akan datang
b. Beri penguatan metode mobilitas adan ambulasi sesuai instruksidg terapis fisik yg diindikasikan
c. Dorong pasien untuk melanjutkan latihan aktif untuk sendi diatas dan di baeah fraktur

d. Kaji ulang perawatan luka yang tepat


a. Memberi dasar pengetahuan untuk membuat pilihan informasi
b. Kerusakan lanjut dan pelambatan penyembuhan a


c. Mencegah kekakuan sendi, kontraktur dan kelemahan otot, mengembalikan kembalinya aktivitas secara dini
d. Menurunkan resiko trauma tulang/jaringan daninfeksi yang dapat berlanjut menjadi osteomielitis

6. Resiko tinggi terhadap trauma jaringan berhubungan dengan kehilangan integritas tulang (fraktur)
Intervensi
Rasional
i. Pertahankan tirah baring sesuai indikasi




a. Sokong fraktur dengan bantal, pertahankan posisi netral pada bagian sakit

b. Evaluasi pembebat ekstremitas terhadap resolusi edema


c. Kaji integritas alat fiksasi eksternal

a. Meningkatkan stabilitas, menurunkan kemungkinan gangguan posisi/penyembuhan
b. Mencegah gerakan yang tidak perlu dan perubahan posisi

c. Pembebat mungkin digunakan untuk memberi imobilisasi fraktur dimana pembengkakan jaringan berlebihan
d. Memungkinkan mobilitas/kenyamanan






b. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan cedera tusuk, fraktur terbuka, bedah perbaikan, imobilisasi fisik.
Intervensi
Rasionals
a. Kaji kulit untuk luka terbuka, benda asing, kemerahan, perdarahan, perubahan warna

b. Ubah posisi dengan sering


c. Masase kulit dan penonjolan tulang, pertahankan tempat tidur tetap kering dan bebas kerutan
a. Memberi informasi tentang sirkulasi kulit


b. Mengurangi tekanan pada kulit dan meminimalkan resiko kerusakan kulit.
c. Menurunkan tekanan pada area yang peka dan resiko abrasi/kerusakan kulit

Asuhan Keperawatan Dengan Klien Dengan Urolithiasis

A. DEFINISI
Urolithiasis adalah suatu kedaruratan terjadinya penumpukan oksalat, calculi (batu ginjal) pada ureter atau pada daerah ginjal. Gejala rasa sakit yang berlebihan pada pinggang, nausea, muntah, demam, hematuria. Lebih banyak terjadi pada laki-laki dibanging wanita dengan perbandingan 3:1 dalam usia 30-60 tahun. Urine berwarna keruh seperti teh atau merah.
Vesikolithiasis (batu kandung kemih) adalah terdapatnya batu di kandung kemih.
Vesikolithiasis mengacu pada adanya batu/kalkuli dalam vesika urinaria. Batu dibentuk dalam saluran perkemihan (vesika urinaria) ketika kepekatan urine terhadap substansi, yaitu kalsium oksalat, kalsium fosfat, asam urat mengalami peningkatan.
Batu perkemihan (urolithiasis) dapat timbul pada berbagai tingkat dari sistem perkemihan (ginjal, ureter, kandung kemih), tapi yang paling sering ditemukan di dalam ginjal (nephrollihiasis). Kira-kira satu pertiga dari individu yang menderita pada saluran kemih atas akan mengalami pengangkatan ginjal yang dijangkiti.

B. ETIOLOGI
Teori pembentukan batu:
1). Teori inti (nukleus): kristal dan benda asing merupakan tempat pengendapan kristal pada urin yang sudah mengalami supersaturasi.
2) Teori matrik
Matrik organik yang berasal dari serum atau protein-protein urin memberikan kemungkinan pengendapan kristal.
3) Teori inhibitor kristalisasi: Beberapa substansi dalam urin menghambat terjadinya kristalisasi, konsentrasi yang atau absennya ini memungkinkan terjadinya kristalisasi.
Hampir dari setengahnya kasus batu pada perkemihan adalah idiopatik. Faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap kalkuligenesis atau proses pembentukan batu si dalam vesika urinaria, antara lain:
­ Gangguan aliran air kemih/obstruksi dan statis urin
­ Gangguan metabolisme
­ Infeksi saluran kemih oleh mikroorganisme berdaya membuat urease( Proteus Mirabilis). Infeksi saluran kemih dapat menyebabkan nekrosis jaringan ginjal atau saluran kemih lain (vesika urinaria) dan akan menjadi inti pembentukan batu saluran kemih.
­ Benda asing
­ Jaringan mati ( nekrosis papil)
­ Jenis kelamin
Data menunjukkan bahwa batu saluran kemih lebih banyak ditemukan pada pria.
­ Keturunan
Ternyata anggota keluarga dengan batu saluran kemih lebih banyak mempunyai kesempatan untuk menderita batu saluran kemih daripada yang lain.
­ Air minum
Memperbanyak diuresis dengan cara banyak minum akan mengurangi kemungkinan terbentuknya batu, sedangkan bila kurang air minum menyebabkan kadar semua substansi dalam urin akan meningkat dan akan mempermudah pembentukan batu. Kejenuhan air sesuai dengan kadar mineralnya terutama kalsium diperkirakan mempengaruhi terbentuknya batu saluran kencing.
­ Pekerjaan
Pekerja-pekerja keras yang banyak bergerak seperti buruh dan petani akan mengurangi kemungkinan terjadinya batu saluran kemih bila dibandingkan dengan pekerja yang banyak duduk.
­ Makanan
Masyarakat yang banyak mengkonsumsi protein hewani angka morbiditas batu saluran kencing berkurang, sedangkan pada masyarakat dengan kondisi sosial ekonomi rendah lebih sering terjadi. Penduduk vegetarian yang kurang makan putih telur sering menderita batu saluran kemih (vesika urinaria dab uretra).
­ Suhu
Tempat yang bersuhu panas menyebabkan banyak mengeluarkan keringat, akan mengurangi produksi urin dan mempermudah pembentukan batu saluran kemih.
C. PATOFISIOLOGI
Batu dalam perkemihan berasal dari obstruksi saluran kemih, obstruksi mungkin terjadi hanya parsial atau lengkap. Obstruksi yang lengkap bisa menjadi hidronefrosis yang disertai tanda-tanda dan gejala-gejalanya.
Proses patofisiologisnya sifatnya mekanis. Urolithiasis merupakan kristalisasi dari mineral dari matriks seputar, seperti pus, darah, jaringan yang tidak vital, tumor atau urat. Peningkatan konsentrasi larutan urin akibat intake cairan rendah dan juga peningkatan bahan-bahan organik akibat ISK atau urin statis, mensajikan sarang untuk pembentukan batu. Di tambah adanya infeksi meningkatkan ke basahan urin (oleh produksi amonium), yang berakibat presipitasi kalsium fosfat dan magnesium amonium fosfat.
Komposisi kalkulus Renalis dan faktor-faktor yang mendorong adalah:
No
Komposisi/macam batu
Faktor-faktor pendukung/penyebab
1
Calcium (oksalat dan fosfat)
Hiperkalsemia
Hiperkasiuri
Dampak dari Hiperparatiroidisme
Intoksikasi Vitamin D
Penyakit Tulang yang parah
Asidosis Tubulus Renalis
Intake steroid purine
Ph urin tinggi dan volume urine rendah
2
Asam urin (Gout)
Diet tinggi purine dan ph urin rendah
Volume urin rendah
3
Cystine dan xanthine
Cystinuria dampak dari gangguan genetika dari metabolisme asam amino dan xanthineuria

Mekanisme pembentukan batu ginjal atau saluran kemih tidak diketahui secara pasti, akan tetapi beberapa buku menyebutkan proses terjadinya batu dapat disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut :
a. Adanya presipitasi garam-garam yang larut dalam air seni, dimana apabila air seni jenuh akan terjadi pengendapan.
b. Adanya inti ( nidus ). Misalnya ada infeksi kemudian terjadi tukak, dimana tukak ini menjadi inti pembentukan batu, sebagai tempat menempelnya partikel-partikel batu pada inti tersebut.
c. Perubahan pH atau adanya koloid lain di dalam air seni akan menetralkan muatan dan meyebabkan terjadinya pengendapan.

Kecepatan tumbuhnya batu tergantung kepada lokasi batu, misalnya batu pada buli-buli lebih cepat tumbuhnya disbanding dengan batu pada ginjal. Selain itu juga tergantung dari reaksi air seni, yaitu batu asam akan cepat tumbuhnya dalam urin dengan pH yang rendah. Komposisi urin juga akan mempermudah pertumbuhan batu, karena terdapat zat-zat penyusun air seni yang relatif tidak dapat larut. Hal lain yang akan mempercepat pertumbuhan batu adalah karena adanya infeksi.
Batu ginjal dalam jumlah tertentu tumbuh melekat pada puncak papil dan tetap tinggal dalam kaliks, yang sampai ke pyelum yang kemudian dapat berpindah ke areal distal, tetap tinggal atau menetap di tempat dimana saja dan berkembang menjadi batu yang besar.

D. PATHWAYS (TELPON AJA YA)

E. KOMPLIKASI
Jika batu dibiarkan dapat menjadi sarang kuman yang dapat menimbulkan infeksi saluran kemih, pylonetritis, yang pada akhirnya merusak ginjal, kemudian timbul gagal ginjal dengan segala akibatnya yang jauh lebih parah.

F. MANIFESTASI KLINIS
a. Disamping adanya serangan sakit hebat yang timbul secara mendadak yang berlangsung sebentar dan kemudian hilang tiba-tiba untuk kemudian, timbul lagi, disertai nadi cepat, muka pucat, berkeringat dingin dan tekanan darah turun atau yang disebut kolik, dapat pula disertai rasa nyeri yang kabur berulang-ulang di daerah ginjal dan rasa panas atau terbakar di pinggang yang dapat berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu. Hematuri dapat juga terjadi apabila terdapat luka pada saluran kemih akibat pergeseran batu.
b. Bila terjadi hydronefrosis dapat diraba pembesaran ginjal. Urin yang keruh dan demam akan juga dialami penderita batu ginjal. Demam menandakan infeksi penyerta. Jika terjadi penyumbatan saluran kemih menyeluruh, suhu tubuh bisas mendadak tinggi berulang-ulang.
c. Anuria akan terjadi jika ada batu bilateral atau jika hanya ada satu ginjal penderita.

G. PENGKAJIAN FOKUS
1) Data Subjektif
Rasa nyeri (kolik renal) merupakan gejala utama pada episode akut dari calculus renal. Lokasi rasa nyeri tergantung kepada lokasi dari batu. Bila baru berada dalam piala ginjal, rasa nyeri adalah akibat dari hidronefrosis yang rasanya lebih tumpul dan sifatnya konstan, terutama timbul pada sudut costovertebral. Bila batu berjalan di sepanjang ureter rasa nyeri menjadi menghebat dan sifatnya intermiten. Disebabkan oleh spasme ureter akibat tekanan batu. Rasa nyeri menyelusuri jalur anterior dari ureter turun ke daerah supra pubis dan menjalar ke eksternal genetalia. Seringkali batu diam-diam dan tidak menimbulkan gejala-gejala selama beberapa tahun, dan ini sungguh-sungguh terjadi pada batu ginjal yang sangat besar. Batu yang sangat kecil dan halus bisa berlalu tanpa disadari oleh orangnya. Mual dan muntah sering menyertai kolik renal.

2) Data Objektif
Urin dipantau tentang terdapatnya darah. Gross hematuria/perdarahan segar bisa tejadi bila batu pinggir-pinggirnya runcing dan juga bisa terjadi mikrohematuri. Bila diduga terdapat batu, semua urin bisa disaring untuk menentukan terdapatnya batu yang bisa keluar waktu berkemih. Pola berkemih di catat, karena berkemih sering tapi sedikit-sedikit sekali. Asiditas atau kalkalisan urin diperiksa dengan kertas PH/kertas lakmus.

H. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI
1. Gangguan rasa nyaman: adanya rasa nyeri yang berlebihan pada daerah pinggang b.d adanya batu pada daerah yang sempit pada ureter atau pada ginjal.
Data penunjang:
­ Letih yang berlebihan
­ Lemas, mual, muntah, keringat dingin
­ Pasien gelisah
Tujuan:
Rasa sakit dapat diatasi/hilang.
Kriteria:
· Kolik berkurang/hilang
· Pasien tidak mengeluh sakit
· Pasien dapat beristirahat dengan tenang.
Rencana Tindakan
­ Kaji intensitas, lokasi dan area serta penjalaran dari rasa sakit
­ Observasi adanya abdominal pain
­ Jelaskan kepada pasien penyebab dari rasa sakit
­ Anjurkan pasien banyak minum
­ Berikan posisi serta lingkungan yang nyaman
­ Ajarkan tehnik relaksasi, teknik distorsi serta guide imagine untuk menghilangkan rasa sakit tanpa obat-obatan.
­ Kerjasama dengan tim kesehatan:
· Pemberian obat-obatan narkotika
· Pemberian anti spasmotika

2. Perubaha pola eliminasi b.d adanya obstruksi (calculi) pada renal atau pada uretra.
Data Penunjang:
· Urine out put < 50 cc perjam
· Daerah perifer dingin pucat
· Tensi < 100/70 mmHg
· Nadi > 120 x permenit
· Pernapasan > 28 x permenit
· Pengisian kapiler > 3 detik
Tujuan:
Gangguan perfusi dapat diatasi
Kriteria:
· Produksi urine 30-50 cc perjam
· Perifer hangat
· Tanda-tanda vital dalam batas normal
· Pengisian kapiler < 3 detik
Rencana Tindakan
- Observasi tanda-tanda vital
- Observasi produksi urine setiap jam
- Observasi perubahan tingkat kesadaran
- Kerjasama dengan tim kesehatan:
- Pemeriksaan laboratorium: kadae ureum/kreatinin, Hb, Urine HCT

3. Kurang pengetahuan tentang kondisi penyakitnya b.d kurang informasi Data penunjang:
Pasien menyatakan belum memahami tentang penyakitnya
Pasien kurang kooperatif dalam program pengobatan
Tujuan :
Pengetahuan pasien tentang penyakitnya meningkat
Kriteria :
· Pasien memahami tentang proses penyakitnya
· Diskusikan tentang proses penyakitnya


Rencana Tindakan :
- Kaji tingkat pengetahuan pasien dan keluarga
- Beri kesempatan pasien/keluarga untuk mengekspresikan perasaannya
- Diskusikan pentingnya pemasukan cairan
- Anjurkan pasien minum air putih 6-8 liter perhari selama tidak ada kontra indikasi
- Batasi aktifitas fisik yang berat
- Diskusikan pentingnya diet rendah kalsium
- Kerjasama dengan tim kesehatan:
­ Diet rendah protein, rendah kalsium dan posfat
­ Pemberian ammonium chlorida dan mandelamine

4. Resti infeksi berhubungan dengan port de entrée mikroorganisme melalui luka operasi.
Tujuan :
Tidak terjadi infeksi
Kriteria hasil :
­ Meningkatkan waktu penyembuhan dengan tepat, bebas dari drainase purulen/eritema, dan tidak demam
­ Menyatakan pemahaman penyebab faktor resiko
­ Menunjukkan teknik, perubahan pola hidup untuk menurunkan resiko
Intervensi:
- Catat karakteristik urine, dan perhatikan apakah perubahan berhubungan dengan keluhan nyeri pinggul.
- Tes pH urine dengan kertas Nitrazin
- Laporkan penghentian aliran urin tiba-tiba.
- Observasi dan catat drainase luka, tanda inflamasi insisi, indikator sistemik sepsis.
- Ganti balutan sesuai indikasi, bila memakai.
- Kaji area lipatan kulit di paha, perineum
- Awasi tanda vital

Asuhan Keperawatan Dengan Klien Dengan Urolithiasis

A. DEFINISI
Urolithiasis adalah suatu kedaruratan terjadinya penumpukan oksalat, calculi (batu ginjal) pada ureter atau pada daerah ginjal. Gejala rasa sakit yang berlebihan pada pinggang, nausea, muntah, demam, hematuria. Lebih banyak terjadi pada laki-laki dibanging wanita dengan perbandingan 3:1 dalam usia 30-60 tahun. Urine berwarna keruh seperti teh atau merah.
Vesikolithiasis (batu kandung kemih) adalah terdapatnya batu di kandung kemih.
Vesikolithiasis mengacu pada adanya batu/kalkuli dalam vesika urinaria. Batu dibentuk dalam saluran perkemihan (vesika urinaria) ketika kepekatan urine terhadap substansi, yaitu kalsium oksalat, kalsium fosfat, asam urat mengalami peningkatan.
Batu perkemihan (urolithiasis) dapat timbul pada berbagai tingkat dari sistem perkemihan (ginjal, ureter, kandung kemih), tapi yang paling sering ditemukan di dalam ginjal (nephrollihiasis). Kira-kira satu pertiga dari individu yang menderita pada saluran kemih atas akan mengalami pengangkatan ginjal yang dijangkiti.

B. ETIOLOGI
Teori pembentukan batu:
1). Teori inti (nukleus): kristal dan benda asing merupakan tempat pengendapan kristal pada urin yang sudah mengalami supersaturasi.
2) Teori matrik
Matrik organik yang berasal dari serum atau protein-protein urin memberikan kemungkinan pengendapan kristal.
3) Teori inhibitor kristalisasi: Beberapa substansi dalam urin menghambat terjadinya kristalisasi, konsentrasi yang atau absennya ini memungkinkan terjadinya kristalisasi.
Hampir dari setengahnya kasus batu pada perkemihan adalah idiopatik. Faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap kalkuligenesis atau proses pembentukan batu si dalam vesika urinaria, antara lain:
­ Gangguan aliran air kemih/obstruksi dan statis urin
­ Gangguan metabolisme
­ Infeksi saluran kemih oleh mikroorganisme berdaya membuat urease( Proteus Mirabilis). Infeksi saluran kemih dapat menyebabkan nekrosis jaringan ginjal atau saluran kemih lain (vesika urinaria) dan akan menjadi inti pembentukan batu saluran kemih.
­ Benda asing
­ Jaringan mati ( nekrosis papil)
­ Jenis kelamin
Data menunjukkan bahwa batu saluran kemih lebih banyak ditemukan pada pria.
­ Keturunan
Ternyata anggota keluarga dengan batu saluran kemih lebih banyak mempunyai kesempatan untuk menderita batu saluran kemih daripada yang lain.
­ Air minum
Memperbanyak diuresis dengan cara banyak minum akan mengurangi kemungkinan terbentuknya batu, sedangkan bila kurang air minum menyebabkan kadar semua substansi dalam urin akan meningkat dan akan mempermudah pembentukan batu. Kejenuhan air sesuai dengan kadar mineralnya terutama kalsium diperkirakan mempengaruhi terbentuknya batu saluran kencing.
­ Pekerjaan
Pekerja-pekerja keras yang banyak bergerak seperti buruh dan petani akan mengurangi kemungkinan terjadinya batu saluran kemih bila dibandingkan dengan pekerja yang banyak duduk.
­ Makanan
Masyarakat yang banyak mengkonsumsi protein hewani angka morbiditas batu saluran kencing berkurang, sedangkan pada masyarakat dengan kondisi sosial ekonomi rendah lebih sering terjadi. Penduduk vegetarian yang kurang makan putih telur sering menderita batu saluran kemih (vesika urinaria dab uretra).
­ Suhu
Tempat yang bersuhu panas menyebabkan banyak mengeluarkan keringat, akan mengurangi produksi urin dan mempermudah pembentukan batu saluran kemih.
C. PATOFISIOLOGI
Batu dalam perkemihan berasal dari obstruksi saluran kemih, obstruksi mungkin terjadi hanya parsial atau lengkap. Obstruksi yang lengkap bisa menjadi hidronefrosis yang disertai tanda-tanda dan gejala-gejalanya.
Proses patofisiologisnya sifatnya mekanis. Urolithiasis merupakan kristalisasi dari mineral dari matriks seputar, seperti pus, darah, jaringan yang tidak vital, tumor atau urat. Peningkatan konsentrasi larutan urin akibat intake cairan rendah dan juga peningkatan bahan-bahan organik akibat ISK atau urin statis, mensajikan sarang untuk pembentukan batu. Di tambah adanya infeksi meningkatkan ke basahan urin (oleh produksi amonium), yang berakibat presipitasi kalsium fosfat dan magnesium amonium fosfat.
Komposisi kalkulus Renalis dan faktor-faktor yang mendorong adalah:
No
Komposisi/macam batu
Faktor-faktor pendukung/penyebab
1
Calcium (oksalat dan fosfat)
Hiperkalsemia
Hiperkasiuri
Dampak dari Hiperparatiroidisme
Intoksikasi Vitamin D
Penyakit Tulang yang parah
Asidosis Tubulus Renalis
Intake steroid purine
Ph urin tinggi dan volume urine rendah
2
Asam urin (Gout)
Diet tinggi purine dan ph urin rendah
Volume urin rendah
3
Cystine dan xanthine
Cystinuria dampak dari gangguan genetika dari metabolisme asam amino dan xanthineuria

Mekanisme pembentukan batu ginjal atau saluran kemih tidak diketahui secara pasti, akan tetapi beberapa buku menyebutkan proses terjadinya batu dapat disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut :
a. Adanya presipitasi garam-garam yang larut dalam air seni, dimana apabila air seni jenuh akan terjadi pengendapan.
b. Adanya inti ( nidus ). Misalnya ada infeksi kemudian terjadi tukak, dimana tukak ini menjadi inti pembentukan batu, sebagai tempat menempelnya partikel-partikel batu pada inti tersebut.
c. Perubahan pH atau adanya koloid lain di dalam air seni akan menetralkan muatan dan meyebabkan terjadinya pengendapan.

Kecepatan tumbuhnya batu tergantung kepada lokasi batu, misalnya batu pada buli-buli lebih cepat tumbuhnya disbanding dengan batu pada ginjal. Selain itu juga tergantung dari reaksi air seni, yaitu batu asam akan cepat tumbuhnya dalam urin dengan pH yang rendah. Komposisi urin juga akan mempermudah pertumbuhan batu, karena terdapat zat-zat penyusun air seni yang relatif tidak dapat larut. Hal lain yang akan mempercepat pertumbuhan batu adalah karena adanya infeksi.
Batu ginjal dalam jumlah tertentu tumbuh melekat pada puncak papil dan tetap tinggal dalam kaliks, yang sampai ke pyelum yang kemudian dapat berpindah ke areal distal, tetap tinggal atau menetap di tempat dimana saja dan berkembang menjadi batu yang besar.

D. PATHWAYS (TELPON AJA YA)

E. KOMPLIKASI
Jika batu dibiarkan dapat menjadi sarang kuman yang dapat menimbulkan infeksi saluran kemih, pylonetritis, yang pada akhirnya merusak ginjal, kemudian timbul gagal ginjal dengan segala akibatnya yang jauh lebih parah.

F. MANIFESTASI KLINIS
a. Disamping adanya serangan sakit hebat yang timbul secara mendadak yang berlangsung sebentar dan kemudian hilang tiba-tiba untuk kemudian, timbul lagi, disertai nadi cepat, muka pucat, berkeringat dingin dan tekanan darah turun atau yang disebut kolik, dapat pula disertai rasa nyeri yang kabur berulang-ulang di daerah ginjal dan rasa panas atau terbakar di pinggang yang dapat berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu. Hematuri dapat juga terjadi apabila terdapat luka pada saluran kemih akibat pergeseran batu.
b. Bila terjadi hydronefrosis dapat diraba pembesaran ginjal. Urin yang keruh dan demam akan juga dialami penderita batu ginjal. Demam menandakan infeksi penyerta. Jika terjadi penyumbatan saluran kemih menyeluruh, suhu tubuh bisas mendadak tinggi berulang-ulang.
c. Anuria akan terjadi jika ada batu bilateral atau jika hanya ada satu ginjal penderita.

G. PENGKAJIAN FOKUS
1) Data Subjektif
Rasa nyeri (kolik renal) merupakan gejala utama pada episode akut dari calculus renal. Lokasi rasa nyeri tergantung kepada lokasi dari batu. Bila baru berada dalam piala ginjal, rasa nyeri adalah akibat dari hidronefrosis yang rasanya lebih tumpul dan sifatnya konstan, terutama timbul pada sudut costovertebral. Bila batu berjalan di sepanjang ureter rasa nyeri menjadi menghebat dan sifatnya intermiten. Disebabkan oleh spasme ureter akibat tekanan batu. Rasa nyeri menyelusuri jalur anterior dari ureter turun ke daerah supra pubis dan menjalar ke eksternal genetalia. Seringkali batu diam-diam dan tidak menimbulkan gejala-gejala selama beberapa tahun, dan ini sungguh-sungguh terjadi pada batu ginjal yang sangat besar. Batu yang sangat kecil dan halus bisa berlalu tanpa disadari oleh orangnya. Mual dan muntah sering menyertai kolik renal.

2) Data Objektif
Urin dipantau tentang terdapatnya darah. Gross hematuria/perdarahan segar bisa tejadi bila batu pinggir-pinggirnya runcing dan juga bisa terjadi mikrohematuri. Bila diduga terdapat batu, semua urin bisa disaring untuk menentukan terdapatnya batu yang bisa keluar waktu berkemih. Pola berkemih di catat, karena berkemih sering tapi sedikit-sedikit sekali. Asiditas atau kalkalisan urin diperiksa dengan kertas PH/kertas lakmus.

H. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI
1. Gangguan rasa nyaman: adanya rasa nyeri yang berlebihan pada daerah pinggang b.d adanya batu pada daerah yang sempit pada ureter atau pada ginjal.
Data penunjang:
­ Letih yang berlebihan
­ Lemas, mual, muntah, keringat dingin
­ Pasien gelisah
Tujuan:
Rasa sakit dapat diatasi/hilang.
Kriteria:
· Kolik berkurang/hilang
· Pasien tidak mengeluh sakit
· Pasien dapat beristirahat dengan tenang.
Rencana Tindakan
­ Kaji intensitas, lokasi dan area serta penjalaran dari rasa sakit
­ Observasi adanya abdominal pain
­ Jelaskan kepada pasien penyebab dari rasa sakit
­ Anjurkan pasien banyak minum
­ Berikan posisi serta lingkungan yang nyaman
­ Ajarkan tehnik relaksasi, teknik distorsi serta guide imagine untuk menghilangkan rasa sakit tanpa obat-obatan.
­ Kerjasama dengan tim kesehatan:
· Pemberian obat-obatan narkotika
· Pemberian anti spasmotika

2. Perubaha pola eliminasi b.d adanya obstruksi (calculi) pada renal atau pada uretra.
Data Penunjang:
· Urine out put < 50 cc perjam
· Daerah perifer dingin pucat
· Tensi < 100/70 mmHg
· Nadi > 120 x permenit
· Pernapasan > 28 x permenit
· Pengisian kapiler > 3 detik
Tujuan:
Gangguan perfusi dapat diatasi
Kriteria:
· Produksi urine 30-50 cc perjam
· Perifer hangat
· Tanda-tanda vital dalam batas normal
· Pengisian kapiler < 3 detik
Rencana Tindakan
- Observasi tanda-tanda vital
- Observasi produksi urine setiap jam
- Observasi perubahan tingkat kesadaran
- Kerjasama dengan tim kesehatan:
- Pemeriksaan laboratorium: kadae ureum/kreatinin, Hb, Urine HCT

3. Kurang pengetahuan tentang kondisi penyakitnya b.d kurang informasi Data penunjang:
Pasien menyatakan belum memahami tentang penyakitnya
Pasien kurang kooperatif dalam program pengobatan
Tujuan :
Pengetahuan pasien tentang penyakitnya meningkat
Kriteria :
· Pasien memahami tentang proses penyakitnya
· Diskusikan tentang proses penyakitnya


Rencana Tindakan :
- Kaji tingkat pengetahuan pasien dan keluarga
- Beri kesempatan pasien/keluarga untuk mengekspresikan perasaannya
- Diskusikan pentingnya pemasukan cairan
- Anjurkan pasien minum air putih 6-8 liter perhari selama tidak ada kontra indikasi
- Batasi aktifitas fisik yang berat
- Diskusikan pentingnya diet rendah kalsium
- Kerjasama dengan tim kesehatan:
­ Diet rendah protein, rendah kalsium dan posfat
­ Pemberian ammonium chlorida dan mandelamine

4. Resti infeksi berhubungan dengan port de entrée mikroorganisme melalui luka operasi.
Tujuan :
Tidak terjadi infeksi
Kriteria hasil :
­ Meningkatkan waktu penyembuhan dengan tepat, bebas dari drainase purulen/eritema, dan tidak demam
­ Menyatakan pemahaman penyebab faktor resiko
­ Menunjukkan teknik, perubahan pola hidup untuk menurunkan resiko
Intervensi:
- Catat karakteristik urine, dan perhatikan apakah perubahan berhubungan dengan keluhan nyeri pinggul.
- Tes pH urine dengan kertas Nitrazin
- Laporkan penghentian aliran urin tiba-tiba.
- Observasi dan catat drainase luka, tanda inflamasi insisi, indikator sistemik sepsis.
- Ganti balutan sesuai indikasi, bila memakai.
- Kaji area lipatan kulit di paha, perineum
- Awasi tanda vital

Asuhan Keperawatan Dengan Klien Dengan Urolithiasis

A. DEFINISI
Urolithiasis adalah suatu kedaruratan terjadinya penumpukan oksalat, calculi (batu ginjal) pada ureter atau pada daerah ginjal. Gejala rasa sakit yang berlebihan pada pinggang, nausea, muntah, demam, hematuria. Lebih banyak terjadi pada laki-laki dibanging wanita dengan perbandingan 3:1 dalam usia 30-60 tahun. Urine berwarna keruh seperti teh atau merah.
Vesikolithiasis (batu kandung kemih) adalah terdapatnya batu di kandung kemih.
Vesikolithiasis mengacu pada adanya batu/kalkuli dalam vesika urinaria. Batu dibentuk dalam saluran perkemihan (vesika urinaria) ketika kepekatan urine terhadap substansi, yaitu kalsium oksalat, kalsium fosfat, asam urat mengalami peningkatan.
Batu perkemihan (urolithiasis) dapat timbul pada berbagai tingkat dari sistem perkemihan (ginjal, ureter, kandung kemih), tapi yang paling sering ditemukan di dalam ginjal (nephrollihiasis). Kira-kira satu pertiga dari individu yang menderita pada saluran kemih atas akan mengalami pengangkatan ginjal yang dijangkiti.

B. ETIOLOGI
Teori pembentukan batu:
1). Teori inti (nukleus): kristal dan benda asing merupakan tempat pengendapan kristal pada urin yang sudah mengalami supersaturasi.
2) Teori matrik
Matrik organik yang berasal dari serum atau protein-protein urin memberikan kemungkinan pengendapan kristal.
3) Teori inhibitor kristalisasi: Beberapa substansi dalam urin menghambat terjadinya kristalisasi, konsentrasi yang atau absennya ini memungkinkan terjadinya kristalisasi.
Hampir dari setengahnya kasus batu pada perkemihan adalah idiopatik. Faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap kalkuligenesis atau proses pembentukan batu si dalam vesika urinaria, antara lain:
­ Gangguan aliran air kemih/obstruksi dan statis urin
­ Gangguan metabolisme
­ Infeksi saluran kemih oleh mikroorganisme berdaya membuat urease( Proteus Mirabilis). Infeksi saluran kemih dapat menyebabkan nekrosis jaringan ginjal atau saluran kemih lain (vesika urinaria) dan akan menjadi inti pembentukan batu saluran kemih.
­ Benda asing
­ Jaringan mati ( nekrosis papil)
­ Jenis kelamin
Data menunjukkan bahwa batu saluran kemih lebih banyak ditemukan pada pria.
­ Keturunan
Ternyata anggota keluarga dengan batu saluran kemih lebih banyak mempunyai kesempatan untuk menderita batu saluran kemih daripada yang lain.
­ Air minum
Memperbanyak diuresis dengan cara banyak minum akan mengurangi kemungkinan terbentuknya batu, sedangkan bila kurang air minum menyebabkan kadar semua substansi dalam urin akan meningkat dan akan mempermudah pembentukan batu. Kejenuhan air sesuai dengan kadar mineralnya terutama kalsium diperkirakan mempengaruhi terbentuknya batu saluran kencing.
­ Pekerjaan
Pekerja-pekerja keras yang banyak bergerak seperti buruh dan petani akan mengurangi kemungkinan terjadinya batu saluran kemih bila dibandingkan dengan pekerja yang banyak duduk.
­ Makanan
Masyarakat yang banyak mengkonsumsi protein hewani angka morbiditas batu saluran kencing berkurang, sedangkan pada masyarakat dengan kondisi sosial ekonomi rendah lebih sering terjadi. Penduduk vegetarian yang kurang makan putih telur sering menderita batu saluran kemih (vesika urinaria dab uretra).
­ Suhu
Tempat yang bersuhu panas menyebabkan banyak mengeluarkan keringat, akan mengurangi produksi urin dan mempermudah pembentukan batu saluran kemih.
C. PATOFISIOLOGI
Batu dalam perkemihan berasal dari obstruksi saluran kemih, obstruksi mungkin terjadi hanya parsial atau lengkap. Obstruksi yang lengkap bisa menjadi hidronefrosis yang disertai tanda-tanda dan gejala-gejalanya.
Proses patofisiologisnya sifatnya mekanis. Urolithiasis merupakan kristalisasi dari mineral dari matriks seputar, seperti pus, darah, jaringan yang tidak vital, tumor atau urat. Peningkatan konsentrasi larutan urin akibat intake cairan rendah dan juga peningkatan bahan-bahan organik akibat ISK atau urin statis, mensajikan sarang untuk pembentukan batu. Di tambah adanya infeksi meningkatkan ke basahan urin (oleh produksi amonium), yang berakibat presipitasi kalsium fosfat dan magnesium amonium fosfat.
Komposisi kalkulus Renalis dan faktor-faktor yang mendorong adalah:
No
Komposisi/macam batu
Faktor-faktor pendukung/penyebab
1
Calcium (oksalat dan fosfat)
Hiperkalsemia
Hiperkasiuri
Dampak dari Hiperparatiroidisme
Intoksikasi Vitamin D
Penyakit Tulang yang parah
Asidosis Tubulus Renalis
Intake steroid purine
Ph urin tinggi dan volume urine rendah
2
Asam urin (Gout)
Diet tinggi purine dan ph urin rendah
Volume urin rendah
3
Cystine dan xanthine
Cystinuria dampak dari gangguan genetika dari metabolisme asam amino dan xanthineuria

Mekanisme pembentukan batu ginjal atau saluran kemih tidak diketahui secara pasti, akan tetapi beberapa buku menyebutkan proses terjadinya batu dapat disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut :
a. Adanya presipitasi garam-garam yang larut dalam air seni, dimana apabila air seni jenuh akan terjadi pengendapan.
b. Adanya inti ( nidus ). Misalnya ada infeksi kemudian terjadi tukak, dimana tukak ini menjadi inti pembentukan batu, sebagai tempat menempelnya partikel-partikel batu pada inti tersebut.
c. Perubahan pH atau adanya koloid lain di dalam air seni akan menetralkan muatan dan meyebabkan terjadinya pengendapan.

Kecepatan tumbuhnya batu tergantung kepada lokasi batu, misalnya batu pada buli-buli lebih cepat tumbuhnya disbanding dengan batu pada ginjal. Selain itu juga tergantung dari reaksi air seni, yaitu batu asam akan cepat tumbuhnya dalam urin dengan pH yang rendah. Komposisi urin juga akan mempermudah pertumbuhan batu, karena terdapat zat-zat penyusun air seni yang relatif tidak dapat larut. Hal lain yang akan mempercepat pertumbuhan batu adalah karena adanya infeksi.
Batu ginjal dalam jumlah tertentu tumbuh melekat pada puncak papil dan tetap tinggal dalam kaliks, yang sampai ke pyelum yang kemudian dapat berpindah ke areal distal, tetap tinggal atau menetap di tempat dimana saja dan berkembang menjadi batu yang besar.

D. PATHWAYS (TELPON AJA YA)

E. KOMPLIKASI
Jika batu dibiarkan dapat menjadi sarang kuman yang dapat menimbulkan infeksi saluran kemih, pylonetritis, yang pada akhirnya merusak ginjal, kemudian timbul gagal ginjal dengan segala akibatnya yang jauh lebih parah.

F. MANIFESTASI KLINIS
a. Disamping adanya serangan sakit hebat yang timbul secara mendadak yang berlangsung sebentar dan kemudian hilang tiba-tiba untuk kemudian, timbul lagi, disertai nadi cepat, muka pucat, berkeringat dingin dan tekanan darah turun atau yang disebut kolik, dapat pula disertai rasa nyeri yang kabur berulang-ulang di daerah ginjal dan rasa panas atau terbakar di pinggang yang dapat berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu. Hematuri dapat juga terjadi apabila terdapat luka pada saluran kemih akibat pergeseran batu.
b. Bila terjadi hydronefrosis dapat diraba pembesaran ginjal. Urin yang keruh dan demam akan juga dialami penderita batu ginjal. Demam menandakan infeksi penyerta. Jika terjadi penyumbatan saluran kemih menyeluruh, suhu tubuh bisas mendadak tinggi berulang-ulang.
c. Anuria akan terjadi jika ada batu bilateral atau jika hanya ada satu ginjal penderita.

G. PENGKAJIAN FOKUS
1) Data Subjektif
Rasa nyeri (kolik renal) merupakan gejala utama pada episode akut dari calculus renal. Lokasi rasa nyeri tergantung kepada lokasi dari batu. Bila baru berada dalam piala ginjal, rasa nyeri adalah akibat dari hidronefrosis yang rasanya lebih tumpul dan sifatnya konstan, terutama timbul pada sudut costovertebral. Bila batu berjalan di sepanjang ureter rasa nyeri menjadi menghebat dan sifatnya intermiten. Disebabkan oleh spasme ureter akibat tekanan batu. Rasa nyeri menyelusuri jalur anterior dari ureter turun ke daerah supra pubis dan menjalar ke eksternal genetalia. Seringkali batu diam-diam dan tidak menimbulkan gejala-gejala selama beberapa tahun, dan ini sungguh-sungguh terjadi pada batu ginjal yang sangat besar. Batu yang sangat kecil dan halus bisa berlalu tanpa disadari oleh orangnya. Mual dan muntah sering menyertai kolik renal.

2) Data Objektif
Urin dipantau tentang terdapatnya darah. Gross hematuria/perdarahan segar bisa tejadi bila batu pinggir-pinggirnya runcing dan juga bisa terjadi mikrohematuri. Bila diduga terdapat batu, semua urin bisa disaring untuk menentukan terdapatnya batu yang bisa keluar waktu berkemih. Pola berkemih di catat, karena berkemih sering tapi sedikit-sedikit sekali. Asiditas atau kalkalisan urin diperiksa dengan kertas PH/kertas lakmus.

H. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI
1. Gangguan rasa nyaman: adanya rasa nyeri yang berlebihan pada daerah pinggang b.d adanya batu pada daerah yang sempit pada ureter atau pada ginjal.
Data penunjang:
­ Letih yang berlebihan
­ Lemas, mual, muntah, keringat dingin
­ Pasien gelisah
Tujuan:
Rasa sakit dapat diatasi/hilang.
Kriteria:
· Kolik berkurang/hilang
· Pasien tidak mengeluh sakit
· Pasien dapat beristirahat dengan tenang.
Rencana Tindakan
­ Kaji intensitas, lokasi dan area serta penjalaran dari rasa sakit
­ Observasi adanya abdominal pain
­ Jelaskan kepada pasien penyebab dari rasa sakit
­ Anjurkan pasien banyak minum
­ Berikan posisi serta lingkungan yang nyaman
­ Ajarkan tehnik relaksasi, teknik distorsi serta guide imagine untuk menghilangkan rasa sakit tanpa obat-obatan.
­ Kerjasama dengan tim kesehatan:
· Pemberian obat-obatan narkotika
· Pemberian anti spasmotika

2. Perubaha pola eliminasi b.d adanya obstruksi (calculi) pada renal atau pada uretra.
Data Penunjang:
· Urine out put < 50 cc perjam
· Daerah perifer dingin pucat
· Tensi < 100/70 mmHg
· Nadi > 120 x permenit
· Pernapasan > 28 x permenit
· Pengisian kapiler > 3 detik
Tujuan:
Gangguan perfusi dapat diatasi
Kriteria:
· Produksi urine 30-50 cc perjam
· Perifer hangat
· Tanda-tanda vital dalam batas normal
· Pengisian kapiler < 3 detik
Rencana Tindakan
- Observasi tanda-tanda vital
- Observasi produksi urine setiap jam
- Observasi perubahan tingkat kesadaran
- Kerjasama dengan tim kesehatan:
- Pemeriksaan laboratorium: kadae ureum/kreatinin, Hb, Urine HCT

3. Kurang pengetahuan tentang kondisi penyakitnya b.d kurang informasi Data penunjang:
Pasien menyatakan belum memahami tentang penyakitnya
Pasien kurang kooperatif dalam program pengobatan
Tujuan :
Pengetahuan pasien tentang penyakitnya meningkat
Kriteria :
· Pasien memahami tentang proses penyakitnya
· Diskusikan tentang proses penyakitnya


Rencana Tindakan :
- Kaji tingkat pengetahuan pasien dan keluarga
- Beri kesempatan pasien/keluarga untuk mengekspresikan perasaannya
- Diskusikan pentingnya pemasukan cairan
- Anjurkan pasien minum air putih 6-8 liter perhari selama tidak ada kontra indikasi
- Batasi aktifitas fisik yang berat
- Diskusikan pentingnya diet rendah kalsium
- Kerjasama dengan tim kesehatan:
­ Diet rendah protein, rendah kalsium dan posfat
­ Pemberian ammonium chlorida dan mandelamine

4. Resti infeksi berhubungan dengan port de entrée mikroorganisme melalui luka operasi.
Tujuan :
Tidak terjadi infeksi
Kriteria hasil :
­ Meningkatkan waktu penyembuhan dengan tepat, bebas dari drainase purulen/eritema, dan tidak demam
­ Menyatakan pemahaman penyebab faktor resiko
­ Menunjukkan teknik, perubahan pola hidup untuk menurunkan resiko
Intervensi:
- Catat karakteristik urine, dan perhatikan apakah perubahan berhubungan dengan keluhan nyeri pinggul.
- Tes pH urine dengan kertas Nitrazin
- Laporkan penghentian aliran urin tiba-tiba.
- Observasi dan catat drainase luka, tanda inflamasi insisi, indikator sistemik sepsis.
- Ganti balutan sesuai indikasi, bila memakai.
- Kaji area lipatan kulit di paha, perineum
- Awasi tanda vital

Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gagal Nafas

PENGERTIAN

Gagal nafas adalah kegagalan system pernafasan untuk mempertahankan pertukaran O2 dan CO2 dalam tubuh yang dapat mengakibatkan gangguan pada kehidupan (Heri Rokhaeni, dkk, 2001)

Gagal nafas terjadi bilamana pertukaran O2 terhadap CO2 dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju konsumsi O2 dan pembentukan CO2 dalam sel-sel tubuh sehingga menyebabkan PO2 <>2 > 45 mmHg (hiperkapnia) (Smeltzer, C Susane, 2001)

ETIOLOGI

Kerusakan atau depresi pada system saraf pengontrol pernafasan

o Luka di kepala

o Perdarahan / trombus di serebral

o Obat yang menekan pernafasan

o Gangguan muskular yang disebabkan

o Tetanus

o Obat-obatan

o Kelainan neurologis primer

Penyakit pada saraf seperti medula spinalis, otot-otot pernafasan atau pertemuan neuromuskular yang terjadi pada pernafasa sehingga mempengaruhi ventilasi.

o Efusi pleura, hemathorak, pneumothorak

Kondisi ini dapat mengganggu dalam ekspansi paru

o Trauma

Kecelakakan yang mengakibatkan cedera kepala, ketidaksadaran dan perdarahan hidung, mulut dapat mengarah pada obstruksi jalan nafas dan depresi pernafasan

o Penyakit akut paru

Pneumonia yang disebabkan bakteri dan virus, asma bronchiale, atelektasis, embolisme paru dan edema paru

TANDA DAN GEJALA

Tanda

a. Gagal nafas total

o Aliran udara di mulut, hidung tidak terdengar / dirasakan

o Pada gerakan nafas spontan terlihat retraksi supra klavikula dan sela iga serta tidak ada pengemabngan dada pada inspirasi

b. Gagal nafas partial

o Terdengar suara nafas tambahan gargling, snoring, growing dan wheezing

o Ada retraksi dada

Gejala

o Hiperkapnia yaitu peningkatan kadar CO2 dalam tubuh lebih dari 45 mmHg

o Hipoksemia terjadi takikardia, gelisah, berkeringat atau sianosis atau PO2 menurun

PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. BGA

Hipopksemia

o Ringan : PaO2 <>

o Sedang : PaO2 <>

o Berat : paO2 <>

b. Pemeriksaan rontgen dada

Untuk melihat keadaan patologik dan atau kemajuan proses penyakit yang tidak diketahui

c. Hemodinamik: tipe I terjadi peningkatan PCWP

d. EKG

o Memperlihatkan bukti-bukti regangan jantung di sisi kanan

o Disritmia

PENGKAJIAN

a. Airway

o Terdapat secret di jalan nafas (sumbatan jalan nafas)

o Bunyi nafas krekels, ronchi, dan wheezing

b. Breathing

o Distress pernafasan: pernafasan cuping hidung, takhipnea / bradipnea

o Menggunakan otot asesoris pernafasan

o Kesulitan bernafas: lapar udara, diaforesis, dan sianoasis

o Pernafasan memakai alat Bantu nafas

c. Circulation

o Penurunan curah jantung, gelisah, letargi, takikardi

o Sakit kepala

o Gangguan tingkat kesadaran: gelisah, mengantuk, gangguan mental (ansietas, cemas)

PENATALAKSANAAN MEDIS

1. Terapi oksigen: pemberian oksigen rendah nasal atau masker
2. Ventilator mekanik dengan memberikan tekanan positif kontinu
3. Inhalasi nebulizer
4. Fisioterapi dada
5. Pemantauan hemodinamik / jantung
6. Pengobatan: bronkodilator, steroid
7. Dukungan nutrisi sesuai kebutuhan

DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI

a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sumbatan jalan nafas dan kurangnya ventilasi sekunder terhadap retensi lendir

Tujuan: jalan nafas efektif

Kriteria hasil:

o Bunyi nafas bersih

o Secret berkurang atau hilang

Intervensi:

a. Catat karakteristik bunyi nafas

b. Catat karakteristik batuk, produksi dan sputum

c. Monitor status hidrasi untuk mencegah sekresi kental

d. Berikan humidifikasi pada jalan nafas

e. Pertahankan posisi tubuh / kepala dan gunakan ventilator sesuai kebutuhan

f. Observasi perubahan pola nafas dan upaya bernafas

g. Berikan lavase cairan garam faaal sesuai indiaksi untuk membuang skresi yang lengket

h. Berikan O2 sesuai kebutuhan tubuh

i. Berikan fisioterapi dada

j. Berikan bronkodilator

b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan akumulasi protein dan cairan dalam interstitial / area alveolar, hipoventilasi alveolar, kehilangan surfaktan

Tujuan; pertukaran gas adekuat

Criteria hasil:

o Perbaikan oksigenasi adekuat: akral hangat, peningkatan kesadaran

o BGA dalam batas normal

o Bebas distres pernafasan

Intervensi:

o Kaji status pernafasan

o Kaji penyebab adanya penurunan PaO2 atau yang menimbulkan ketidaknyaman dalam pernafasan

o Catat adanya sianosis

o Observasi kecenderungan hipoksia dan hiperkapnia

o Berikan oksigen sesuai kebutuhan

o Berikan bantuan nafas dengan ventilator mekanik

o Kaji seri foto dada

o Awasi BGA / saturasi oksigen (SaO2)

c. Resiko cidera berhubungan dengan penggunaan ventilasi mekanik

Tujuan: klien bebas dari cidera selama ventilasi mekanik

Intervensi:

o Monitor ventilator terhadap peningkatan tajam pada ukuran tekanan

o Observasi tanda dan gejala barotrauma

o Posisikan selang ventilator untuk mencegah penarikan selang endotrakeal

o Kaji panjang selang ET dan catat panjang tiap shift

o Berikan antasida dan beta bloker lambung sesuai indikasi

o Berikan sedasi bila perlu

o Monitor terhadap distensi abdomen

d. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pemasangan selang ET dengan kondisi lemah

Tujuan: klien tidak mengalami infeksi nosokomial

Intervensi:

o Evaluasi warna, jumlah, konsistensi sputum tiap penghisapan

o Tampung specimen untuk kultur dan sensitivitas sesuai indikasi

o Pertahanakan teknik steril bila melakukan penghisapan

o Ganti sirkuit ventilator tiap 72 jam

o Lakukan pembersihan oral tiap shift

o Monitor tanda vital terhadap infeksi

o Alirkan air hangat dalam selang ventilator dengan cara eksternal keluar dari jalan nafas dan reservoir humidifier

o Pakai sarung tangan steril tiap melakukan tindakan / cuci tangan prinsip steril

o Pantau keadaan umum

o Pantau hasil pemeriksaan laborat untuk kultur dan sensitivitas

o Pantau pemberian antibiotik

e. Perubahan pola nutrisi berhubungan dengan kondisi tubuh tidak mampu makan peroral

Tujuan: klien dapat mempertahankan pemenuhan nutrisi tubuh

Intervensi:

o Kaji status gizi klien

o Kaji bising usus

o Hitung kebutuhan gizi tubuh atau kolaborasi tim gizi

o Pertahankan asupan kalori dengan makan per sonde atau nutrisi perenteral sesuai indikasi

o Periksa laborat darah rutin dan protein

DAFTAR PUSTAKA

1. Corwin, E.J. Handbook of pathophysiology. Alih bahasa : Pendit, B.U. Jakarta: EGC; 2001 (Buku asli diterbitkan tahun 1996)

2. Doengoes, M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C. Nursing care plans: Guidelines for planning and documenting patients care. Alih bahasa: Kariasa,I.M, Jakarta: EGC; 1999 (Buku asli diterbitkan tahun 1993

3. Hudak, Carolyn M, Gallo, Barbara M., Critical Care Nursing: A Holistik Approach (Keperawatan kritis: pendekatan holistik). Alih bahasa: Allenidekania, Betty Susanto, Teresa, Yasmin Asih. Edisi VI, Vol: 2. Jakarta: EGC;1997

4. Price, S.A. & Wilson, L.M. Pathophysiology: Clinical concept of disease processes. 4th Edition. Alih bahasa : Anugerah, P. Jakarta: EGC; 1994 (Buku asli diterbitkan tahun 1992)

5. Reeves, C.J., Roux, G., Lockhart, R. Medical – surgical nursing. Alih bahasa : Setyono, J. Jakarta: Salemba Medika; 2001(Buku asli diterbitkan tahun 1999)

6. Sjamsuhidajat, R., Wim de Jong, Buku-ajar Ilmu Bedah. Ed: revisi. Jakarta: EGC, 1998

7. Suyono, S, et al. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2001

Auhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Sectio Caesarea dengan Akut Respiratory Sindrom (ARDS)

ARDS adalah kondisi disfungsi parenkim paru yang dikarateristikan oleh (1) kejadian antesenden mayor,(2) eksklusikardiogenik menyebabkan edema paru,(3) adanya takipnea dan hipoksia,dan(4) infiltrate pucat pada foto dada.
ARDS ( juga disebutb syok paru) akibat cedera paru dimana sebelumnya paru sehat ,sindrom ini mempengaruhi kurang lebih 150.000 sampai 200.000 pasien tiap tahun ,dengan laju mortalitas 65% untuk semua pasien yang mengalami ARDS. Faktor resiko menonjol adalah sepsis . kondisi pencetus lain termasuk trauma mayor, KID, tranfusi darah, aspirasi tenggelam, inhalasi asap atau kimia, gangguan metabolik toksik, pankreatitis, eklamsia, dan kelebihan dosis obat. Perawatan akut secara khusus menangani perawatan kritis dengan intubasi dan ventilasi mekanik (Doenges 1999 hal 217).
TUJUAN UMUM
Setelah mempelajari dan mengikuti seminar ini peserta didik atau mahasiswa mempunyai pengetahuan baik dari sisi medis dan perawatan tentang Adult Respiratory Distres Sindrom (ARDS).
TUJUAN KHUSUS
Setelah mempelajari, dan mengikut seminar ini pesrta mempunyai pengetahuan yang cukup untuk :
1. Mendefinisikan tentang ARDS
2. Menggambarkan dan mendiskusikan tentang ARDS.
3. Menggambarkan peran surfaktan pada terjadinya ARDS
4. Mendiskusikan abnormalitas ventilasi- perfusi pada ARDS.
5. Mengidentifikasi tanda dan gejala pada ARDS
6. Menggambarkansecara rinci patofisiologi dan penatalksnaan medis pada ARDS.
7. Melakukan pengkajian,mendiagnosa, dan mengidentifikasi intervensi keperawtan yang berhubungan dengan ARDS.
8. Mendiskusikan potensial komplikasi ARDS dan intervensi yang berhubungan. .




BAB II
KONSEP DASAR

ADULT RESPIRATTORY DISTERSS SYNDROM
A. MEDIS
1. PENGERTIAN
Sindrom Gawat Nafas Dewasa atau ARDS juga dikenal dengan edema paru non kardiogenik adalah sindrom klinis yang di tandai dengan penurunan progesif kandungan oksigen arteri yang terjadi setelah enyakit atau cedera serius (Brunner& Suddart hal :615) menurut TJ. Pettty 1967 Adult respiratory distress sindrom adalah istilah yang diterapkan untuk sindrom gagal nafas , hioksemia akut tanpa hiperkapnea . Sedangkan menurut (Doenges 1999) sindrom distress pernafasan dewasa adalah kondisi disfungsi parenkim paru yang dikarakteristikan oleh kejadian antesenden mayor, ekslusi kardiogenik menyebabkan edema paru , adanya takipnea , hipoksia, dan infiltrate pucat pada foto dada.
2. ETIOLOGI
a. Syok sepsis , hemoragis, kardiogenik ,dan analfilatik.
b.Trauma ; kontusio pulmonal , non pulmonal dan multisistem.
c. Infeksi : pneumonia, tuberculosis dan miliaris.
d.Koagulasi intravaskuler diseminata.( KID ).
e. Emboli lemak.
f. Aspirasi kandungan lambung yang sangat asam
g. Menghirup agen beracun ,asap, fosgen dan nitrogen oksida dan atau bahan korosif.
h. Pankreatitis
i. Toksisitas oksigen
j. Penyalahgunaan obat-obatan dan narkotika (Yasmin Asih …Hal 126).
3. PATOFISIOLOGI
ARDS terjadi sebagai akibat cedera atau trauma pada membran alveolar kapiler yang mengakibatkan kebocoran cairan kedalam ruang interstisiel alveolar dan perubahan dalam jaring- jaring kapiler , terdapat ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi yang jelas akibat akibat kerusakan pertukaran gas dan pengalihan ekstansif darah dalam paru- paru.ARDS menyebabkan penurunan dalam pembentuka surfaktan , yang mengarah pada kolaps alveolar . Komplians paru menjadi sangat menurun atau paru- paru menjadi kaku akibatnya adalah penuruna karakteristik dalam kapasitas residual fungsional, hipoksia berat dan hipokapnia ( Brunner & Suddart 616).
. Peubahan patofisiologi berikut ini mengakibatkan sindrom klinis yang dikenal sebagai ARDS ( Philip etal,1995) :
a. Sebagai konsekuensi dari serangan pencetus , complement cascade menjadi aktif yang selanjutnya meningkatkan permeabilitas dinding kapiler.
b. Cairan , lekosit, granular, eritrosit, makrofag , sel debris, dan protein bocor kedalam ruang interstisiel antar kapiler dan alveoli dan pada akhirnya kedalam ruang alveolar.
c. Karena terdapat cairan dan debris dalam interstisium dan alveoli maka area permukaan untuk pertukaran oksigen dan CO2 menurun sehingga mengakibatkan rendahnyan rasio ventilasi - perfusi dan hipoksemia .
d. Terjadi hierventilasi kompensasi dari alveoli fungsional, sehingga mengakibatkan hipokapnea dan alkalosis resiratorik.
e. Sel- sel yang normalnya melaisi alveoli menjadi rusak dan diganti oleh sel-sel yang tidak menghasilkan surfaktan ,dengan demikian meningkatkan tekanan pembukaan alveolar.
ARDS biasanya terjadi pada individu yang sudah pernah mengalami trauma fisik, meskipun dapat juga terjadi pada individu yang terlihat sangat sehat segera sebelum awitan ,misalnya awitan mendadak seperti infeksi akut.Biasanya terdapat periode laten sekitar 18- 24 jam dari waktu cedera paru sampai berkembang menjadi gejala .durasi sindrom dapat dapat beragam dari beberapa hari sampai beberapa minggu .asien yang tampak akan pulih dari ARDS data secara mendadak relaps kedalam penyakit pulmonary akut akibat serangan sekunder seperti pneumotorak atau infeksi berat (Yasmin Asih…Hal 125).
Sebenarnya sistim vaskuler paru sanggup menampung penambahan volume darah sampai 3 kali normalnya ,namun pada tekanan tertentu , catran bocor keluar masuk ke jaringan interstisieldan terjadi edema paru.( Jan Tambayog 2000 , hal 109).


4. MANIFESTASI KLINIS
a. Distres pernafasan akut ; takipnea, dispnea , pernafsan menggunakan otot aksesoris pernafasan dan sianosis sentral.
b. Batuk kering dan demam yang terjadi lebih dari beberapa jam sampai sehari- an.
c. Krkels halus di seluruh bidang paru.
d. Perubahan sensorium yang berkisar dari kelam pikir dan agitasi sampai koma ( YasminAsih …Hal 128 ).


5. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Sinar X dada ,terdapat infiltrsi jaringan parut lokasi terpusat pada region perihilir paru .Pada tahap lanjut , interstisial bilatareral difus dan alveolar infiltrate menjadi bukti dan dapat melibatkan semua lobus paru .Ukuran jantung normal,berbeda dari edema paru kardogenik .
Gas darah arteri seri membedakan gambaran kemajuan hipoksemia,hipokabniadapat terjadi pada tahap awal sehubungan dengan hierventilasi .Alkalosis respiratorik dapat terjadipada tahap dini dan pada tahap lanjut terjadi asidosis metabolik.
Tes fungsi paru ,Pengukuran pirau, dan kadar asam laktat meningkat (Doenges1999 Hal 218 – 219 ).

6. PENATALAKSANAAN
a. Mengidentifikasi dan mengatasi penyebab
b. Memastikan ventilasi yang adekuat.
c. Memberikan dukungan sirkulasi
d. Memastikan volume cairan yang adekuat
e. Memberikan dukungan nutrisi adekuat ( Brunner & Suddart Hal 616)
7. PROGNOSIS
ARDS telah menunjukan hubungan dengan angka kematian 50% samai 60%.Angka bertahan hidup sedikit meningkat ketika penyebabnya dapat ditentukan, serta diobati secara dini dan agresif, terutama penggunaan tekanan akhir ekspirasi positif. ( Brunner & Suddart Hal 616).


B. KEPERAWATAN
1. FOKUS PENGKAJIAN
a. Aktifitas / Istirahat
Gejala Kekurangan energi/ kelelehan. dan Insomnia.
b. Sirkulasi
Gejala Riwayat adanya bedah jantung / bypass jantung paru, fenomena emboli.
Tanda Tekanan darah dapat normal atau meningkat pada awal berlanjut menjadi hipoksia . Hipotensi terjadi pada tahap lebih (syok) atau dapat faktor pencetus seperti pada eklamsia.
Frekuensi jantung takikardia
Bunyi jantung normal pada tahap dini ,S2 dapat terjadi, disritmia,EKG sering normal.
Kulit dan membrane mukosa lembab.

c. Integritas Ego
Gejala Ketakutan ,ancaman perasaan takut.
Tanda Gelisah, agitsi, gemetar, mudah terangasang, Perubahan mental.
d. Makanan / cairan
Gejala Anoreksia dan mual.
Tanda Edema/ perubahan berat badan.
e. Neurosensori
Gejala / Tanda Adanya trauma kepala,mental lamban ,disfungsi
motor.
f. Pernafasan
Gejala Adanya apirasi / tenggelam ,inhalasi asap /gas,
Infeksi difus paru,kesulitan nafas,lapar udara.
Tanda Pernafasan cepat dan dangkal ,peningkatan kerja
nafas,penggnaan otot- otot aksesoris pernafasan
Bunyi nafas pada awl normal , krekels, ronki, bronchial, perkusi dada bunyi pekak diatas area konsolidasi, Espansi dad menurun /tak sama,peningkatan fremitus, sputum sedikit dan berbusa.Pucat dan sianosis. Penurunan memtal dan bingung.
g. Keamanan
Gejala Riwayat trauma ortopedi/fraktur,sepsis,tranfusi darah,episode analfilatik.
h. Seksualitas
Gejala/ Tanda Kehamilan dengan adanya komplikasi eklamsia
i. Penyuluhan / pembelajaran
Gejala Makanan / kelebihan dosis obat.
( Dongoes 1999,hal 217-218).



FOKUS INTERVENSI
DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN RASIONAL
Bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan peningkatan / kekentalan sekret paru ,meningkatnya tahananjalan nafas, dan kehilangan fungsi silia jalan nafas.ditandai dengan:
Laporan dispnea,perubahan kedalman dan fekuensi pernafasan ,penggunaan otot aksesori pernafasan batuk dengan atau tanpa seputum,dan gelisah.
Hasil yang diharapkan :
o Menyatakan / menunjukan hilangnya dispnea.
o Mempertahan kan jalan nafas yang paten .
o Mengeluarkan sekret tanpa kesulitan.
o Menunjukan perilaku mempertahankan bersihan jalan nafas.
Intervensi
a. Catat perubahan upaya dan pola bernafas.
b. Observasi penurunan ekspansi diding dada dan adnya peningkatan fremitus
c. Catat karakteristik bunyi nafas.
d. Catat karakteristik batuk.
e. Pertahankan posisi kepala tepat dan gunakan alat jalan nafas sesuai kebutuhan
f. Bantu dengan batuk/ nafas dalam ubah posisi penghisapan sesuai indikasi.
g. Berikan oksigen lembab, cairan IV , berikan kelembaban ruangan yang tepat.
h. Berikan terapi aerosol/ nebulaizer.
i. Lakukan fisiotherapi dada.
j. Berikan bronkodilator
Rasional
a. Penggunaan otot aksesoris pernafasan dan pelebaran hidung menunjukan peningkatan upaya bernafas.
b. Ekspansi dada tak sama /terbatas sehubungan akumulasi cairan, edema, dan secret.konsolidasi paru dapat meningkatkan fremitus.
c. Bunyi nafas menujukan aliran udara melalui trakheobronkial dipengaruhi adanya mi\ukus atau adanya obstrusi aliran udara lain.
d. Karakteristik batuk dapat berubah tergantung etiologi gagal nafas.
e. Memudahkan memelihara jalan nafas paten.
f. Penggumpulan sekresi mengganggu ventilasi.
g. Kelembaban menghilangkan dan memobilisasi secret , meningkatka transport oksigen.
h. Pengobatan ditujukan untuk mengirimkan oksigen/ bronkodilatasi.
i. Meningkatkan drainase sekret paru ke sentral bronchus.
j. Menghilangkan sepasme dan meurunkan viskositas sekret.

Kerusakan pertukaran gas berhubungan akumulasi cairan dan protein dalam area alveolar,hipoventilasi alveolar dan kehilangan surfaktan menyebabkan kolap alveolar yang ditandai dengan :
Takipnea,penggunaan otot aksesoris pernafasan, sianosis, perubahan GDA,ketidakcocokan ventilasi /perfusi.
Hasil yang diharapkan :
o Menunjukan perbaikan ventilasi dan oksigenasi adekuat dengan GDA dalam rentang normal.
o Berpartisipasi dalam program pengobatan sesuai kemampuan.
Intervensi
a. Kaji status pernafasan pasien
b. Catat ada tidaknya bunyi nafas tambahan.
c. Kaji adanya sianosis
d. Observsi kecenderungan tidur, apatis, tidak perhatian gelisah, bingung, somnolen.
e. Auskultasi frekuensi dan irama jantung.
f. Berikan peiode istirahat dan lingkungan yang tenang.
g. Dorong penggunaan nafas bibir bila di indikasikan
h. Berikan oksigen lembab dengan masker sesuai indikasi.
i. Kaji seri foto dada.
j. Awasi gambaran seri GDA/ oksimetri nadi.
k. Berikan obat – obat sesuai indikasi.
Rasional
a. Takipnea mekanisme kompensasi untuk hipoksemia.
b. Bunyi nafas dapat menurun ,krekels adalah bukti adanya cairan dalam area jaringan akibat peningkatan permeabilitas membrane alveolar kapiler. Mengi diakibatkan adanya penyempitan jalan nafas .
c. Penurunan O2 bermakna terjdi sebelum sianosis,sianosis sentaral terlihat pada bibir, lidah dan daun telinga. Sedangkan perifer kuku dan ekstrimitas sehubungan dengan vasokontriksi.
d. Dapat menunjukan berlanjutnya hipoksemia dan / asidosis.
e. Hipoksemia dapat menyebabkan mudah terangsang pda myocardium , menghasilkan berbagai disritmia.
f. Menghemat energi pasien dan menurunkan kebutuhan O2.
g. Dapat membantu pasien yang sembuh dari penyakit kronis, yang mengakibatkan destruksi parenkim paru.
h. Memaksimalkan sediaan O2 untuk pertukaran dengan tekanan jalan nafas positif kontinu.
i. Menunjukan kemajuan dan kemunduran kongesti paru.
j. Menunjukan ventilasi / oksigenasi dan status asam basa.

Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan penggunaan deuretik ,perpindahan cairan kearea lain.

Hasil yang di harapkan yaitu menunjukan volume cairan normal ysng dibuktikan dengan TD normal,kecepatan berat badan dan haluaran urin dalam batas normal.
Intervensi
a. Awasi tanda – tanda vital.
b. Catat peubahan mental, turgor kulit,Hidrasi membrane mukosa dan karakter sputum.
c. Monitor masukan dan pengeluaran cairan ,keseimbangan cairan dan catat kehilamngan tak tampak.
d. Timbang berat badan setiap hari.
e. Berikan cairan dalam observasi ketat sesuai indikasi.
f. Awasi / ganti elektrolit sesuai indikasi.
Rasional
a. Kekurangan / perpindahan cairan meningkatkfrekuensi jantung ,nenurunkan tekanan darah dan mengurangi volume nadi.
b. Penuruna curah jntung mempengaruhi perfusi jaringan.
c. Memberikan informasi tentang status cairan pasien.
d. Perubahan cepat menujukan gangguan dalam cairan tubuh total.
e. Memperbaiki/ mempertahan kan volume sirkulasi.
f. Elektrolit dapat menurun akibat terapi deuretik.
Ansients /Ketakutan berhubungan dengan krisis situasi,ancaman untuk perubahan status kesehatan ,takut mati dan factor psikolgis( efek hipoksemia).ditandai dengan:
· Menyatakan masalah sehubungan dengan perubahan kejadian hidup.
· Peningatan tegangan dan tak berdaya.
· Ketakutan dan gelisah.
Hasil yang di harapkan :
· Menyatakan kesadaran terhadap ansientas dan cara sehat untuk mengatsinya
· Mengakui dan mendiskusikan takut.
· Tampak rileks dan melaporkan ansientas menurun.
Intervensi
a. Observasi peningakatan kegagalan pernafasan,agitasi ,gelisah dan emosi labil.
b. Bantu dengan teknik relaksasi, bimbingan imaginasi.
c. Indentifikasi persepsi pasien terhadap ancaman yang ada oleh situasi.
d. Dorong pasien untuk menyatakan persaanya.
e. Akui kenyataan stress tanpa menyangkal atau meyakinkan bahwa segalanya akn baik
f. Identifikasi tehnik yang digunakan pasien sebelunya untukmengatasi ansientas
g. Bantu orang terdekat untuk berrespon positif pada pasien / situasi .
h. Berikan sedative sesuai indikai.
Rasional
a. Memburuknya hipoksemia dapat menyebabkan / meningkatkan ansientas.
b. Menurunkan ansietas dengan meningkatkanrelaksasi.
c. Memberikan kesempatan kepada pasien menangani/ mengontrol ansetasnya sendiri.
d. Membantu mengenal ansetas dan membantu mengidntifiksi tindakan yng dapat membantu individu.
e. Langkah awal dalam mengatasi perasaan adalah identifikasi tehadap identifikasi dan ekspresi . Mendorong penerimaan situasi dan kemampuan diri untuk mengatasi.
f. Membantu pasien menerima apa yang terjadi dan dapat menurunkan tingkat ansietas.
g. Fokus pehatian pada ketrampilan pasien yang telah dilalui dan meningkatkan rasa kontrol diri.
h. Meningkatkan penurunan ansietas melihat orang lain tetap tenang.karena ansietas dapat menular keorang lain
i. Mungkn diperlukanuntuk membantu menangani ansietas .( Doenges 1999 hal 218 - 223 )

Auhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)

A. DEFINISI
BPH adalah pembesaran atau hypertropi prostat. Kelenjar prostat membesar, memanjang ke arah depan ke dalam kandung kemih dan menyumbat aliran keluar urine, dapat menyebabkan hydronefrosis dan hydroureter. Istilah Benigna Prostat Hipertropi sebenarnya tidaklah tepat karena kelenjar prostat tidaklah membesar atau hipertropi prostat, tetapi kelenjar-kelenjar periuretralah yang mengalami hiperplasian (sel-selnya bertambah banyak. Kelenjar-kelenjar prostat sendiri akan terdesak menjadi gepeng dan disebut kapsul surgical. Maka dalam literatur di benigna hiperplasia of prostat gland atau adenoma prostat, tetapi hipertropi prostat sudah umum dipakai.

B. ETIOLOGI
Penyebab terjadinya Benigna Prostat Hipertropi belum diketahui secara pasti. Prostat merupakan alat tubuh yang bergantung kepada endokrin dan dapat pula dianggap undangan(counter part). Oleh karena itu yang dianggap etiologi adalah karena tidak adanya keseimbangan endokrin. Namun menurut Syamsu Hidayat dan Wim De Jong tahun 1998 etiologi dari BPH adalah:
 Adanya hiperplasia periuretral yang disebabkan karena perubahan keseimbangan testosteron dan estrogen.o Ketidakseimbangan endokrin.
 Faktor umur / usia lanjut.
 Unknown / tidak diketahui secara pasti.

C. ANATOMI FISIOLOGI
Kelenjar prostate adalah suatu kelenjar fibro muscular yang melingkar Bledder neck dan bagian proksimal uretra. Berat kelenjar prostat pada orang dewasa kira-kira 20 gram dengan ukuran rata-rata:- Panjang 3.4 cm- Lebar 4.4 cm- Tebal 2.6 cm. Secara embriologis terdiro dari 5 lobur:- Lobus medius 1 buah- Lobus anterior 1 buah- Lobus posterior 1 buah- Lobus lateral 2 buahSelama perkembangannya lobus medius, lobus anterior dan lobus posterior akan menjadi saru disebut lobus medius. Pada penampang lobus medius kadang-kadang tidak tampak karena terlalu kecil dan lobus ini tampak homogen berwarna abu-abu, dengan kista kecil berisi cairan seperti susu, kista ini disebut kelenjar prostat. Pada potongan melintang uretra pada posterior kelenjar prostat terdiri dari:
- Kapsul anatomis
- Jaringan stroma yang terdiri dari jaringan fibrosa dan jaringan muskuler- Jaringan kelenjar yang terbagi atas 3 kelompok bagian:
o Bagian luar disebut kelenjar sebenarnya
o Bagian tengah disebut kelenjar sub mukosal, lapisan ini disebut juga sebagai adenomatus zone
o Di sekitar uretra disebut periuretral gland

Saluran keluar dari ketiga kelenjar tersebut bersama dengan saluran dari vesika seminalis bersatu membentuk duktus ejakulatoris komunis yang bermuara ke dalam uretra. Pada laki-laki remaja prostat belum teraba pada colok dubur, sedangkan pada oran dewasa sedikit teraba dan pada orang tua biasanya mudah teraba.Sedangkan pada penampang tonjolan pada proses hiperplasi prostat, jaringan prostat masih baik. Pertambahan unsur kelenjar menghasilkan warna kuning kemerahan, konsisitensi lunak dan berbatas jelas dengan jaringan prostat yang terdesak berwarna putih ke abu-abuan dan padat. Apabila tonjolan itu ditekan keluar cairan seperti susu.Apabila jaringan fibromuskuler yang bertambah tonjolan berwarna abu-abu, padat dan tidak mengeluarkan cairan sehingga batas tidak jelas. Tonjolan ini dapat menekan uretra dari lateral sehingga lumen uretra menyerupai celah. Terkadang juga penonjolan ini dapat menutupi lumen uretra, tetapi fibrosis jaringan kelenjar yang berangsur-angsur mendesak prostat dan kontraksi dari vesika yang dapat mengakibatkan peradangan.

D. PATOFISIOLOGI
Menurut syamsu Hidayat dan Wim De Jong tahun 1998 adalah Umumnya gangguan ini terjadi setelah usia pertengahan akibat perubahan hormonal. Bagian paling dalam prostat membesar dengan terbentuknya adenoma yang tersebar. Pembesaran adenoma progresif menekan atau mendesak jaringan prostat yang normal ke kapsula sejati yang menghasilkan kapsula bedah. Kapsula bedah ini menahan perluasannya dan adenoma cenderung tumbuh ke dalam menuju lumennya, yang membatasi pengeluaran urin. Akhirnya diperlukan peningkatan penekanan untuk mengosongkan kandung kemih. Serat-serat muskulus destrusor berespon hipertropi, yang menghasilkan trabekulasi di dalam kandung kemih.Pada beberapa kasus jika obsruksi keluar terlalu hebat, terjadi dekompensasi kandung kemih menjadi struktur yang flasid, berdilatasi dan sanggup berkontraksi secara efektif. Karena terdapat sisi urin, maka terdapat peningkatan infeksi dan batu kandung kemih. Peningkatan tekanan balik dapat menyebabkan hidronefrosis.Retensi progresif bagi air, natrium, dan urea dapat menimbulkan edema hebat. Edema ini berespon cepat dengan drainage kateter. Diuresis paska operasi dapat terjadi pada pasien dengan edema hebat dan hidronefrosis setelah dihilangkan obstruksinya. Pada awalnya air, elekrolit, urin dan beban solutlainya meningkatkan diuresis ini, akhirnya kehilangan cairan yang progresif bisa merusakkan kemampuan ginjal untuk mengkonsentrasikan serta menahan air dan natrium akibat kehilangan cairan dan elekrolit yang berlebihan bisa menyebabkan hipovelemia.Menurut Mansjoer Arif tahun 2000 pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan pada traktus urinarius, terjadi perlahan-lahan. Pada tahap awal terjadi pembesaran prostat sehingga terjadi perubahan fisiologis yang mengakibatkan resistensi uretra daerah prostat, leher vesika kemudian detrusor mengatasi dengan kontraksi lebih kuat.Sebagai akibatnya serat detrusor akan menjadi lebih tebal dan penonjolan serat detrusor ke dalam mukosa buli-buli akan terlihat sebagai balok-balok yang tampai (trabekulasi). Jika dilihat dari dalam vesika dengan sitoskopi, mukosa vesika dapat menerobos keluar di antara serat detrusor sehingga terbentuk tonjolan mukosa yang apabila kecil dinamakan sakula dan apabila besar disebut diverkel. Fase penebalan detrusor adalah fase kompensasi yang apabila berlanjut detrusor akan menjadi lelah dan akhirnya akan mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk kontraksi, sehingga terjadi retensi urin total yang berlanjut pada hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas

E. PATHWAY
Obstruksi uretra Penumpukan urin dlm VU Pembedahan/prostatektomiKompensasi otot destrusorSpasme otot spincterMerangsang nociseptorHipotalamusDekompensasi otot destrusorPotensi urinTek intravesikalRefluk urin ke ginjalTek ureter & ginjal meningkatGagal ginjalRetensi urinPort de entrée mikroorganismekateterisasiLuka insisiResiko disfungsi seksualNyeriResti infeksiResiko kekurangan vol cairanResiko perdarahan: resiko syok hipovolemikHilangnya fungsi tbhPerub pola eliminasiKurang informasi ttg penyakitnyaKurang pengetahuanHyperplasia periuretralUsia lanjutKetidakseimbangan endokrinBPH

F. MANIFESTASI KLINIS
Walaupun Benigna Prostat Hipertropi selalu terjadi pada orang tua, tetapi tak selalu disertai gejala-gejala klinik, hal ini terjadi karena dua hal yaitu:1. Penyempitan uretra yang menyebabkan kesulitan berkemih2. Retensi urin dalam kandung kemih menyebabkan dilatasi kandung kemih, hipertrofi kandung kemih dan cystitis.Adapun gejala dan tanda yang tampak pada pasien dengan Benigna Prostat Hipertrofi:a. Retensi urinb. Kurangnya atau lemahnya pancaran kencingc. Miksi yang tidak puasd. Frekuensi kencing bertambah terutama malam hari (nocturia)e. Pada malam hari miksi harus mengejanf. Terasa panas, nyeri atau sekitar waktu miksi (disuria)g. Massa pada abdomen bagian bawahh. Hematuriai. Urgency (dorongan yang mendesak dan mendadak untuk mengeluarkan urin)j. Kesulitan mengawali dan mengakhiri miksik. Kolik renall. Berat badan turunm. AnemiaKadang-kadang tanpa sebab yang diketahui, pasien sama sekali tidak dapat berkemih sehingga harus dikeluarkan dengan kateter. Karena urin selalu terisi dalam kandung kemih, maka mudah sekali terjadi cystitis dan selaputnya merusak ginjal.

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pada pasien Benigna Prostat Hipertropi umumnya dilakukan pemeriksaan:
1. LaboratoriumMeliputi ureum (BUN), kreatinin, elekrolit, tes sensitivitas dan biakan urin
2. RadiologisIntravena pylografi, BNO, sistogram, retrograd, USG, Ct Scanning, cystoscopy, foto polos abdomen. Indikasi sistogram retrogras dilakukan apabila fungsi ginjal buruk, ultrasonografi dapat dilakukan secara trans abdominal atau trans rectal (TRUS = Trans Rectal Ultra Sonografi), selain untuk mengetahui pembesaran prostat ultra sonografi dapat pula menentukan volume buli-buli, mengukut sisa urine dan keadaan patologi lain seperti difertikel, tumor dan batu (Syamsuhidayat dan Wim De Jong, 1997).
3. Prostatektomi Retro PubisPembuatan insisi pada abdomen bawah, tetapi kandung kemih tidak dibuka, hanya ditarik dan jaringan adematous prostat diangkat melalui insisi pada anterior kapsula prostat.
4. Prostatektomi ParinealYaitu pembedahan dengan kelenjar prostat dibuang melalui perineum.

H. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada hipertropi prostat adalaha. Retensi kronik dapat menyebabkan refluks vesiko-ureter, hidroureter, hidronefrosis, gagal ginjal.b. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi pada waktu miksic. Hernia / hemoroidd. Karena selalu terdapat sisa urin sehingga menyebabkan terbentuknya batue. Hematuriaf. Sistitis dan Pielonefritis

I. FOKUS PENGKAJIAN
Dari data yang telah dikumpulkan pada pasien dengan BPH : Post Prostatektomi dapat penulis kelompokkan menjadi:
a) Data subyektif :
o Pasien mengeluh sakit pada luka insisi.
o Pasien mengatakan tidak bisa melakukan hubungan seksual.
o Pasien selalu menanyakan tindakan yang dilakukan
o Pasien mengatakan buang air kecil tidak terasa.
b) Data Obyektif:
o Terdapat luka insisi
o Takikardi
o Gelisah
o Tekanan darah meningkat
o Ekspresi w ajah ketakutan
o Terpasang kateter

J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan rasa nyamam: nyeri berhubungan dengan spasme otot spincter
2. Perubahan pola eliminasi : retensi urin berhubungan dengan obstruksi sekunder
3. Disfungsi seksual berhubungan dengan hilangnya fungsi tubuh
4. Potensial terjadinya infeksi berhubungan dengan port de entrée mikroorganisme melalui kateterisasi
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakit, perawatannya.

K. RENCANA KEPERAWATAN
1. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan spasme otot spincter
Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan selama 3-5 hari pasien mampu mempertahankan derajat kenyamanan secara adekuat.
Kriteria hasil:
a. Secara verbal pasien mengungkapkan nyeri berkurang atau hilang
b. Pasien dapat beristirahat dengan tenang.
Intervensi:
c. Monitor dan catat adanya rasa nyeri, lokasi, durasi dan faktor pencetus serta penghilang nyeri.
d. Observasi tanda-tanda non verbal nyeri (gelisah, kening mengkerut, peningkatan tekanan darah dan denyut nadi)
e. Beri ompres hangat pada abdomen terutama perut bagian bawah
f. Anjurkan pasien untuk menghindari stimulan (kopi, teh, merokok, abdomen tegang)
g. Atur posisi pasien senyaman mungkin, ajarkan teknik relaksasif. Lakukan perawatan aseptik terapeutikg. Laporkan pada dokter jika nyeri meningkat

2. Perubahan pola eliminasi urine: retensi urin berhubungan dengan obstruksi sekunder.
Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan selama 5-7 hari pasien tidak mengalami retensi urin
Kriteria :
Pasien dapat buang air kecil teratur bebas dari distensi kandung kemih.
Intervensi :
a. Lakukan irigasi kateter secara berkala atau terus- menerus dengan teknik steril
b. Atur posisi selang kateter dan urin bag sesuai gravitasi dalam keadaan tertutup
c. Observasi adanya tanda-tanda shock/hemoragi (hematuria, dingin, kulit lembab, takikardi, dispnea)
d. Mempertahankan kesterilan sistem drainage cuci tangan sebelum dan sesudah menggunakan alat dan observasi aliran urin serta adanya bekuan darah atau jaringan
e. Monitor urine setiap jam (hari pertama operasi) dan setiap 2 jam (mulai hari kedua post operasi)
f. Ukur intake output cairang. Beri tindakan asupan/pemasukan oral 2000-3000 ml/hari, jika tidak ada kontra indikasih. Berikan latihan perineal (kegel training) 15-20x/jam selama 2-3 minggu, anjurkan dan motivasi pasien untuk melakukannya.

3. Resiko tinggi disfungsi seksual berhubungan dengan sumbatan saluran ejakulasi, hilangnya fungsi tubuh
Tujuan :
Setelah dilakukan perawatn selama 1-3 hari pasien mampu mempertahankan fungsi seksualnya
Kriteria hasil :
Pasien menyadari keadaannya dan akan mulai lagi intaraksi seksual dan aktivitas secara optimal.
Intervensi :
a. Motivasi pasien untuk mengungkapkan perasaannya yang berhubungan dengan perubahannya
b. Jawablah setiap pertanyaan pasien dengan tepat
c. Beri kesempatan pada pasien untuk mendiskusikan perasaannya tentang efek prostatektomi dalam fungsi seksual
d. Libatkan kelurga/istri dalam perawatan pmecahan masalah fungsi seksual
e. Beri penjelasan penting tentang:
f. Impoten terjadi pada prosedur radikal
g. Adanya kemungkinan fungsi seksual kembali normal
h. Adanya kemunduran ejakulasif. Anjurkan pasien untuk menghindari hubungan seksual selama 1 bulan (3-4 minggu) setelah operasi.

4. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan port de entrée ikroorganisme melalui kateterisasi
Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan selama 1-3 hari pasien terbebas dari infeksi
Kriteria hasil:
a. Tanda-tanda vital dalam batas normal
b. Tidak ada bengkak, aritema, nyeri
c. Luka insisi semakin sembuh dengan baik
Intervensi:
a. Lakukan irigasi kandung kemih dengan larutan steril.
b. Observasi insisi (adanya indurasi drainage dan kateter), (adanya sumbatan, kebocoran)
c. Lakukan perawatan luka insisi secara aseptik, jaga kulit sekitar kateter dan drainage
d. Monitor balutan luka, gunakan pengikat bentuk T perineal untuk menjamin dressing
e. Monitor tanda-tanda sepsis (nadi lemah, hipotensi, nafas meningkat, dingin)

5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakit, perawatannya
Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan selama 1-2 hari
Kriteria :
Secara verbal pasien mengerti dan mampu mengungkapkan dan mendemonstrasikan perawatan
Intervensi :
a. Motivasi pasien/ keluarga untuk mengungkapkan pernyataannya tentang penyakit, perawat
b. Berikan pendidikan pada pasien/keluarga tentang:
o Perawatan luka, pemberian nutrisi, cairan irigasi, kateter
o Perawatan di rumahc. Adanya tanda-tanda hemoragi