Friday, October 3, 2008

Askep pada COPD

A. Teori Medis Chronic Obstructive Pulmonal Disease (COPD)

1. Pengertian COPD

COPD adalah sekresi mukoid bronchial yang bertambah secara menetap disertai dengan kecenderungan terjadinya infeksi yang berulang dan penyempitan saluran nafas , batuk produktif selama 3 bulan, dalam jangka waktu 2 tahun berturut-turut (Ovedoff, 2002). Sedangkan menurut Price & Wilson (2005), COPD adalah suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai dengan obstruksi aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya.



2. Klasifikasi COPD

Menurut Alsagaff & Mukty (2006), COPD dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Asma Bronkhial: dikarakteristikan oleh konstruksi yang dapat pulih dari otot halus bronkhial, hipersekresi mukoid, dan inflamasi, cuaca dingin, latihan, obat, kimia dan infeksi.

b. Bronkitis kronis: ditandai dengan batuk-batuk hampir setiap hari disertai pengeluaran dahak sekurang-kurangnya 3 bulan berturut-turut dalam satu tahun, dan paling sedikit selama 2 tahun. Gejala ini perlu dibedakan dari tuberkulosis paru, bronkiektasis, tumor paru, dan asma bronkial.

c. Emfisema: suatu perubahan anatomis paru-paru yang ditandai dengan melebarnya secara abnormal saluran udara sebelah distal bronkus terminal, disertai kerusakan dinding alveolus.



3. Fisiologi Pernafasan

Berdasarkan Syaifudin (2006), fungsi umum dari system pernafasan adalah:

a. Hidung Hidung atau naso atau nasal merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai dua lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh secret hidung (septum nasi). Didalamnya terdapat bulu-bulu yang berguna untuk menyaring udara, debu, dan kotoran yang masuk kedalam rongga hidung. Bagiannya terdiri dari : 1) Bagian luar dinding terdiri dari kulit. 2) Lapisan tengah terdiri dari otot-otot dan tulang rawan. 3) Lapisan dalam terdiri dari selaput lendir yang berlipat-lipat yang dinamakan karang hidung (konka nasalis), yang berjumlah 3 buah: a) Konka nasalis inferior (karang hidung bagian bawah). b) Konka nasalis madia (karang hidung bagian tengah) c) Konka nasalis superior (karang hidung bagian atas)

b. Faring Tekak atau faring merupakan tempat persimpangan antara jalan pernafasan dan jalan makanan, terdapat dibawah dasar tengkorak, dibelakang rongga hidung dan mulut sebelah depan ruas tulang leher. Rongga tekak dibagi dalam 3 bagian: 1) Bagian sebelah atas yang sama tingginya dengan kocna isebut naso faring. 2) Bagian tengah yang sama tingginya dengan istmus fausium disebut orofaring. 3) Bagian bawah sekali dinamakan laringofaring.

c. Laring Laring atau pangkal tenggorok merupakan saluran udara dan bertindak sebagai pembentukan suara, terletak di bagian faring sampai ketinggian vertebra servikalis dan masuk ke dalam trakhea dibawahnya. Laring terdiri dari 5 tulang rawan antara lain: 1) Kartilago tiroid (1 buah) depan jakun (adam’s apple), sangat jelas terlihat pada pria. 2) Kartilago Krikoid (1 buah) yang berbentk cincin. 3) Kartilago epiglottis (1 buah).

d. Trakhea Trakhea atau batang tenggorok merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16 sampai 20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berbentuk seperti kuku kuda (huruf C).

e. Bronkus Bronkus atau cabang tenggorok merupakan lanjutan dari trachea, ada 2 buah yang terapat pada ketinggian vertebra trakealis IV dan V mempunyai struktur serupa dengan trakhea dan dilapisi oleh jenis set yang sama.

f. Paru-paru Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembug (gelembung hawa, alveoli). 1. Paru-paru kanan, terdiri dari 3 lobus (belah paru), lobus pulmo dekstra superior, lobus media, lobus inferior. Tap lobus tersusun oleh lobulus. 2. Paru-paru kiri, terdiri dari pulmo sinistra lobus superior dan inferior.

Fisiologi Pernafasan: Pernafasan paru merupakan pertukaran oksigen dan karbondioksida yang terjadi pada paru-paru. Pernafasan melalui paru-paru atau pernafasan eksterna, oksigen diambil melalui mulut dan hidung pada waktu bernafas kemudian oksigen masuk melalui trakhea sampai ke alveoli berhubungan dengan darah dalam kapiler pulmonar. Alveoli memisahkan oksigen dari darah, oksigen menembus membran, diambil oleh sel darah merah dibawa kejantung dan dari jantung dipompakan ke seluruh tubuh. Didalam paru-paru karbondioksida merupakan hasil buangan yang menembus membran alveoli. Dari kapiler darah di keluarkan melalui pipa bronkus berakhir sampai pada mulut dan hidung. Empat proses yang berhubungan dengan pernafasan pulmoner: a) Ventilasi pulmoner, gerakan pernasfasan yang menukar udara dalam alveoli dengan udara luar. b) Arus darah melalui paru-paru, darah mengandung oksigen masuk ke seluruh tubuh, karbondioksida dari seluruh tubuh masuk ke paru-paru. c) Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian rupa dengan jumlah yang tepat yang bisa dicapai untuk semua bagian. d) Difusi gas yang menembus membran alveoli dan kapiler karbondioksida lebih mudah berdifusi daripada oksigen. Proses pertukaran oksigen dan karbondioksida terjadi ketika konsentrasi dalam darah mempengaruhi dan merangsang pusat peernafasan terdapat dalam otak untuk memperbesar kecepatan dalam pernafasan sehingga terjadi pengambilan O2 dan pengambilan CO2 lebih banyak. Darah merah (hemoglobin) yang banyak mengandung oksigen dari seluruh tubuh masuk ke dalam jaringan yang akhirnya mencapai kapiler. Darah mengeluarkan oksigen ke dalam jaringan, mengambil karbondioksida untuk dibawa ke paru-paru dan di paru-paru terjadi pernafasan eksterna. Besarnya daya muat udara dalam paru-paru 4500-5000 ml(4,4-5 liter). Udara yang diproses dalam paru-paru (inspirasi dan ekspirasi) hanya 10%, ± 500 ml disebut juga udara pasang surut (tidal air) yaitu yang dihirup dan yang dihembuskan pada pernafasan biasa. Kecepatan pernafasan pada wanita lebih tinggi daripada pria. Pernafasan secara normal, ekspirasi akan menyusul inspirasi dan kemudian istirahat. Pada bayi ada kalanya terbalik, inspirasi-istirahat-ekspirasi, disebut juga pernafasan terbalik.



4. Etiologi

Faktor-faktor yang dapat meningkatkan resiko munculnya COPD (Mansjoer, 1999) adalah:

a. Kebiasaan merokok

b. Polusi udara

c. Paparan debu, asap, dan gas-gas kimiawi akibat kerja.

d. Riwayat infeksi saluran nafas.

e. Bersifat genetik yaitu defisiensi -1 antitripsin.



5. Tanda dan gejala berdasarkan Brunner & Suddarth (2005) adalah sebagai berikut:

a. Batuk produktif, kronis pada bulan-bulan musim dingin.

b. Batuk kronik dan pembentukan sputum purulen dalam jumlah yang sangat banyak.

c. Dispnea.

d. Nafas pendek dan cepat (Takipnea).

e. Anoreksia.

f. Penurunan berat badan dan kelemahan.

g. Takikardia, berkeringat.

h. Hipoksia, sesak dalam dada.



6. Manifestasi / gambaran klinis

a. Batuk produktif.

b. Sputum putih atau mukoid, jika ada infeksi menjadi purulen atau mikroperulen.

c. Sesak sampai menggunakan otot-otot pernafasan tambahan untuk bernafas.



7. Pemeriksaan Diagnostik

a. Anamnesis : riwayat penyakit ditandai 3 gejala klinis diatas dan faktor-faktor penyebab.

b. Pemeriksaan fisik: 1) Pasien biasanya tampak kurus dengan barrel-shapped chest (diameter anteroposterior dada meningkat). 2) Fremitus taktil dada berkurang atau tidak ada. 3) Perkusi pada dada hipersonor, peranjakan hati mengecil, batas paru hati lebih rendah, pekak jantung berkurang. 4) Suara nafas berkurang.

c. Pemeriksaan radiologi 1) Foto thoraks pada bronkitis kronik memperlihatkan tubular shadow berupa bayangan garis-garisyang pararel keluar dari hilus menuju ke apeks paru dan corakan paru yang bertambah. 2) Pada emfisema paru, foto thoraks menunjukkan adanya overinflasi dengan gambaran diafragma yang rendah yang rendah dan datar, penciutan pembuluh darah pulmonal, dan penambahan corakan kedistal.

d. Tes fungsi paru : Dilakukan untuk menentukan penyebab dispnea untuk menentukan penyebab dispnea, untuk menentukan apakah fungsi abnormal adalah obstimulasi atau restriksi, untuk memperkirakan derajat disfungsi dan untuk mengevaluasi efek terapi, misalnya bronkodilator.

e. Pemeriksaan gas darah.

f. Pemeriksaan EKG

g. Pemeriksaan Laboratorium darah : hitung sel darah putih.



8. Komplikasi

Infeksi yang berulang, pneumotoraks spontan, eritrosit karena keadaan hipoksia kronik, gagal nafas, dan kor pulmonal.



9. Penatalaksanaan

a. Pencegahan : Mencegah kebiasaan merokok, infeksi dan polusi udara.

b. Terapi ekserbasi akut dilakukan dengan: 1) Antibiotik, karena eksaserbasi akut biasanya disertai infeksi a) Infeksi ini umumnya disebabkan oleh H. Influenza dan S. Pneumonia, maka digunakan ampisilin 4 x 0,25 – 0,5 g/hari atau aritromisin 4 x 0,5 g/hari. b) Augmentin (amoxilin dan asam klavuralat) dapat diberikan jika kuman penyebab infeksinya adalah H. Influenza dan B. Catarhalis yang memproduksi B. Laktamase. Pemberian antibiotic seperti kotrimoksosal, amoksisilin atau doksisilin pada pasien yang mengalami eksaserbasi akut terbukti mempercepat penyembuhan dan membantu mempererat kenaikan peak flowrate. Namun hanya dalam 7 – 10 hari selama periode eksaserbasi. Bila terdapat infeksi sekunder atau tanda-tanda pneumonia, maka dianjurkan antiobiotik yang lebih kuat. 2) Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernafasan karena hiperkapnia dan berkurangnya sensitivitas CO2. 3) Fisioterapi membantu pasien untuk mengeluarkan sputum dengan baik. 4) Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan nafas, termsuk didalamnya golongan adrenergic B dan antikolinergik. Pada pasien dapat diberikan sulbutamol 5 mg dan atau protropium bromide 250 g diberikan tiap 6 jam dengan rebulizer atau aminofilin 0,25 – 05 g IV secara perlahan.

c. Terapi jangka panjang dilakukan dengan : 1) Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisilin 4 x 0,25 – 0,5/hari dapat menurunkan ekserbasi akut. 2) Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran nafas tiap pasien, maka sebelum pemberian obat ini dibutuhkan pemeriksaan obyektif fungsi foal paru. 3) Fisioterapi. 4) Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi akivitas fisik. 5) Mukolitik dan ekspekteron. 6) Terapi oksigen jangka panjang bagi pasien yang mengalami gagal nafas Tip II dengan PaO2 < 7,3 kPa (55 mmHg). 7) Rehabilitasi, pasien cenderung menemui kesulitan bekerja, merasa sendiri dan terisolasi, untuk itu perlu kegiatna sosialisasi agar terhindar dari depresi. Rehabilitasi untuk pasien PPOK/COPD: a) Fisioterapi b) Rehabilitasi psikis c) Rehabilitasi pekerjaan



B. Teori Keperawatan

1. Pengkajian Pola Kesehatan Fungsional Gordon di kutip dari Hidayat (2004).

a. Persepsi kesehatan /penanganan kesehatan : Pada pengumpulan data tentang persepsi dan pemeliharaan kesehatan yang perlu ditanyakan adalah persepsi terhadap penyakit atau sakit, persepsi terhadap kesehatan, persepsi terhadap penatalaksanaan kesehatan seperti penggunaan atau pemakaian tembakau, atau penggunaan alkohol dan sebagainya.

b. Nutrisi-metabolik : Pada pola nutrisi dan metabolik yang ditanyakan adalah diet khusus,/suplemen yang di konsumsi, instruksi diet sebelumnya, nafsu makan, jumlah makan atau jumlah minum serta cairan yang masuk, ada tidaknya mual-muntah, stomatitis, fluktuasi BB 6 bulan terakhir naik/turun, adanya kesukaran menelan, penggunaan gigi palsu atau tidak, riwayat masalah/penyembuhan kulit, ada tidaknya ruam, kekeringan, kebutuhan jumlah zat gzinya, dll.

c. Eliminasi : Pada pola ini yang perlu ditanyakan adalah jumlah kebiasaan defekasi perhari, ada/tidaknya konstipasi, diare, inkontinensia, tipe ostomi yang di alami, kebiasaan alvi, ada/tidaknya disuria, nuctoria, urgensi, hematuri, retensi, inkontinensia, apakah kateter indwing atau kateter eksternal, dll.

d. Aktivitas dan latihan : Pada pengumpulan data ini yang perlu ditanyakan adalah kemampuan dalam menata diri antara lain seperti makan, mandi, berpakaian, toileting, tingkat mobilitas di tempat tidur, berpindah, berjalan, dll.

e. Kognitif-perseptual : Pada pola ini yang ditanyakan adalah keadaan mental, cara berbicara normal atau tidak, kemampuan berkomunikasi, keadekuatan alat sensori, seperti penglihatan pendengaran, pengecapan, penghidu, persepsi nyeri,kemampuan fungsional kognitif.

f. Istirahat-tidur : Pengkajian pola tidur dan istirahat ini yang ditanyakan adalah jumlah jam tidur pada malam hari , pagi hari, siang hari, merasa tenang setelah tidur, masalah selama tidur, adanya terbangun dini, insomnia atau mimpi buruk.

g. Persepsi diri/konsep diri : Pada persepsi ini yang ditanyakan adalah persepsi tentang dirinya dari masalah-masalah yang ada seperti perasaan kecemasan, ketakutan atau penilaian terhadap diri mulai dari peran, ideal diri, konsep diri, gambaran diri dan identitas tentang dirinya.

h. Peran/hubungan : Pada pola yang perlu ditanyakan adalah pekerjaan, status pekerjaan, kemampuan bekerja, hubungan dengan klien atau keluarga, dan gangguan terhadap peran yang dilakukan.

i. Seksualitas dan reproduksi : kepuasan atau ketidakpuasan yang dirasakan oleh klien dengan seksualitas, tahap dan pola reproduksi.

j. Koping/toleransi stress : Pola koping yang umum, toleransi stress, sistem pendukung, dan kemampuan yang dirasakan untuk mengendalikan dan menangani situasi. k. Nilai-keyakinan : Yang perlu ditanyakan adalah pantangan dalam agama selama sakit serta kebutuhan adanya rohaniawan, dll.



2. Pemeriksaan Fisik Head to Toe (Hidayat, 2004)

a. Keadaan umum : Keadaan umum ini dapat meliputi kesan keadaan sakit termasuk ekspresi wajah dan posisi pasien, kesadaran yang dapat meliputi penilaian secara kualitatif seperti compos mentis, apathis, somnolent, sopor, koma dan delirium.

b. Pemeriksaan tanda vital : Meliputi nadi (frekuensi, irama, kualitas), tekanan darah, pernafasan (frekuensi, irama, kedalaman, pola pernafasan) dan suhu tubuh.

c. Pemeriksaan kulit, rambut dan kelenjar getah bening. Kulit : Warna (meliputi pigmentasi, sianosis, ikterus, pucat, eritema dan lain-lain), turgor, kelembaban kulit dan ada/tidaknya edema. Rambut : Dapat dinilai dari warna, kelebatan, distribusi dan karakteristik lain. Kelenjar getah bening : Dapat dinilai dari bentuknya serta tanda-tanda radang yang dapat dinilai di daerah servikal anterior, inguinal, oksipital dan retroaurikuler.

d. Pemeriksaan kepala dan leher Kepala : Dapat dinilai dari bentuk dan ukuran kepala, rambut dan kulit kepala, ubun-ubun (fontanel), wajahnya asimetris atau ada/tidaknya pembengkakan, mata dilihat dari visus, palpebrae, alis bulu mata, konjungtiva, sklera, pupil, lensa, pada bagian telinga dapat dinilai pada daun telinga, liang telinga, membran timpani, mastoid, ketajaman pendengaran, hidung dan mulut ada tidaknya trismus (kesukaran membuka mulut), bibir, gusi, ada tidaknya tanda radang, lidah, salivasi. Leher : Kaku kuduk, ada tidaknya massa di leher, dengan ditentukan ukuran, bentuk, posisi, konsistensi dan ada tidaknya nyeri telan.

e. Pemerksaan dada : Yang diperiksa pada pemeriksaan dada adalah organ paru dan jantung. Secara umum ditanyakan bentuk dadanya, keadaan paru yang meliputi simetris apa tidaknya, pergerakan nafas, ada/tidaknya fremitus suara, krepitasi serta dapat dilihat batas pada saat perkusi didapatkan bunyi perkusinya, bagaimana(hipersonor atau timpani), apabila udara di paru atau pleura bertambah, redup atau pekak, apabila terjadi konsolidasi jarngan paru, dan lain-lain serta pada saat auskultasi paru dapat ditentukan suara nafas normal atau tambahan seperti ronchi, basah dan kering, krepitasi, bunyi gesekan dan lain-lai pada daerah lobus kanan atas, lobus kiri bawah, kemudian pada pemeriksaan jantung dapat diperiksa tentang denyt apeks/iktus kordis dan aktivitas ventrikel, getaran bising(thriil), bunyi jantung, atau bising jantung dan lain-lain.

f. Pemeriksaan abdomen : data yang dikumpulkan adalah data pemeriksaan tentang ukuran atau bentuk perut, dinding perut, bising usus, adanya ketegangan dinding perut atau adanya nyeri tekan serta dilakukan palpasi pada organ hati, limpa, ginjal, kandung kencing yang ditentukan ada tidaknya dan pembesaran pada organ tersebut, kemudian pemeriksaan pada daerah anus, rektum serta genetalianya.

g. Pemeriksaan anggota gerak dan neurologis : diperiksa adanya rentang gerak, keseimbangan dan gaya berjalan, genggaman tangan, otot kaki, dan lain-lain.



3. Diagnosa Keperawatan Teori (Doengoes, 1999 & NANDA-I 2007-2008)

a. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d bronkospasme, peningkatan produksi sekret, sekret tertahan, tebal, sekresi kental.

b. Kerusakan pertukaran gas b/d gangguan suplai oksigen (obstruksi jalan nafas oleh sekresi, spasme bronkus, jebakan udara) kerusakan alveoli.

c. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b/d Dispena, kelemahan, efek samping obat, produksi sputum, anorexia, mual/muntah

d. Resiko infeksi b/d tidak adekuatnya pertahanan utama (penurunan kerja silia, menetapnya secret) tidak adekuatnya imunitas (kerusakan jaringan peningkatan, pemajangan pada lingkungan)

e. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi, tindakan b/d kurang informasi, tidak mengenal sumber informasi, salah mengerti tentang informasi, kurang mengingat/keterbatasan kognitif

No comments:

Post a Comment