Thursday, January 21, 2010

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN HIPERTROPI PROSTAT

Pengertian Hipertropi Prostat

Hipertropi Prostat adalah hiperplasia dari kelenjar periurethral yang kemudian mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah. (Jong, Wim de, 1998).

Etiologi

Banyak teori yang menjelaskan terjadinya pembesaran kelenjar prostat, namun sampai sekarang belum ada kesepakatan mengenai hal tersebut. Ada beberapa teori mengemukakan mengapa kelenjar periurethral dapat mengalami hiperplasia, yaitu :

Teori Sel Stem (Isaacs 1984)
Berdasarkan teori ini jaringan prostat pada orang dewasa berada pada keseimbangan antara pertumbuhan sel dan sel mati, keadaan ini disebut steady state. Pada jaringan prostat terdapat sel stem yang dapat berproliferasi lebih cepat, sehingga terjadi hiperplasia kelenjar periurethral.

Teori MC Neal (1978)
Menurut MC. Neal, pembesaran prostat jinak dimulai dari zona transisi yang letaknya sebelah proksimal dari spincter eksterna pada kedua sisi veromontatum di zona periurethral.

Teori Di Hidro Testosteron (DHT)
Testosteron adalah hormon pria yang dihasilkan oleh sel leyding. Testosteron sebagian besar dihasilkan oleh kedua testis, sehingga timbulnya pembesaran prostat memerlukan adanya testis yang normal. Jumlah testosteron yang dihasilkan oleh testis kira-kira 90 % dari seluruh produksi testosteron, sedang yang 10 % dihasilkan oleh kelenjar adrenal.
Sebagian besar testosteron dalam tubuh berada dalam keadaan terikat dengan protein dalam bentuk Serum Binding Hormon (SBH). Sekitar 2 % testosteron berada dalam keadaan bebas. Hormon yang bebas inilah yang memegang peranan dalam proses terjadinya pembesaran kelenjar prostat. Testosteron bebas dapat masuk ke dalam sel prostat dengan menembus membran sel ke dalam sitoplasma sel prostat sehingga membentuk DHT – reseptor komplek yang akan mempengaruhi Asam Ribo Nukleat (RNA) yang dapat menyebabkan terjadinya sintetis protein sehingga dapat terjadi proliferasi sel (MC Connel 1990). Perubahan keseimbangan testosteron dan estrogen dapat terjadi dengan bertambahnya usia  50 tahun ke atas.

Anatomi Dan Fisiologi

Spincter externa mengelilingi urethra di bawah vesica urinaria pada wanita, tetapi pada laki-laki terdapat kelenjar prostat yang berada dibelakang spincter penutup urethra. Prostat mengekskresikan cairannya ke dalam urethra pada saat ejakulasi, cairan prostat ini memberi makanan kepada sperma. Cairan ini memasuki urethra pars prostatika dari vas deferens.
Prostat dilewati oleh :

a. Ductus ejakulatorius, terdiri dari 2 buah berasal dari vesica seminalis bermuara ke urethra.
b. Urethra itu sendiri, yang panjangnya 17 – 23 cm.
Secara otomatis besarnya prostat adalah sebagai berikut :
a. Transversal : 1,5 inchi
b. Vertical : 1,25 inchi
c. Anterior Posterior : 0,75 inchi
Prostat terdiri dari 5 lobus yaitu :
a. Dua lobus lateralis
b. Satu lobus posterior
c. Satu lobus anterior
d. Satu lobus medial
Kelenjar prostat kira-kira sebesar buah kenari besar, letaknya di bawah kandung kemih.
Normal beratnya prostat pada orang dewasa diperkirakan 20 gram.

Patofisiologi

Biasanya ditemukan gejala dan tanda obstruksi dan iritasi. Adanya obstruksi jalan kemih berarti penderita harus menunggu pada permulaan miksi, miksi terputus, menetes pada akhir miksi, pancaran miksi menjadi melemah, dan rasa belum puas selesai miksi. Gejala iritasi disebabkan oleh hipersentivitas otot detrusor, berarti bertambahnya frekuensi miksi, nokturia, miksi sulit ditahan dan disuria. Gejala obstruksi terjadi karena detrusor gagal berkontraksi dengan cukup kuat atau gagal berkontraksi cukup lama sehingga kontraksi terputus-putus. Gejala iritasi terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna pada saat miksi atau pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada kandung kemih, sehingga vesica sering berkontraksi meskipun belum penuh. Keadaan ini membuat sistem scoring untuk menentukan beratnya keluhan klinik penderita hipertropi prostat.
Apabila vesica menjadi dekompensasi, akan terjadi retensi urine sehingga pada akhir miksi masih ditemukan sisa urine di dalam kandung kemih dan timbul rasa tidak tuntas pada akhir miksi.
Jika keadaan ini berlanjut, pada suatu saat akan terjadi kemacetan total, sehingga penderita tidak mampu lagi miksi karena produksi urine terus terjadi maka pada suatu saat vesika tidak mampu lagi menahan urine, sehingga tekanan vesika terus meningakat. Apabila tekanan vesika menjadi lebih tinggi dari pada tekanan spincter dan obstruksi, akan terjadi Inkotinensia Paradoks Retensi kronik menyebabkan refluks vesicoureter, hidroureter, hidronefrosis dan gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila ada infeksi.
Pada waktu miksi penderita harus selalu mengedan sehingga lama kelamaan menyebabkan hernia atau haemorhoid. Karena selalu terdapat sisa urine dapat terbentuk batu endapan di dalam kandung kemih. Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuria. Batu tersebut dapat pula menyebabkan cystitis dan bila terjadi refluks dapat terjadi pyelonefritis.
Ada 3 cara untuk mengukur besarnya hipertropi prostat, yaitu (a) rectal grading (b) clinical grading dan (c) intra urethra grading.

Rectal grading
Recthal grading atau rectal toucher dilakukan dalam keadaan buli-buli kosong. Sebab bila buli-buli penuh dapat terjadi kesalahan dalam penilaian. Dengan rectal toucher diperkirakan dengan beberapa cm prostat menonjol ke dalam lumen dan rectum. Menonjolnya prostat dapat ditentukan dalam grade. Pembagian grade sebagai berikut :
0 – 1 cm……….: Grade 0
1 – 2 cm……….: Grade 1
2 – 3 cm……….: Grade 2
3 – 4 cm……….: Grade 3
Lebih 4 cm…….: Grade 4
Biasanya pada grade 3 dan 4 batas dari prostat tidak dapat diraba karena benjolan masuk ke dalam cavum rectum. Dengan menentukan rectal grading maka didapatkan kesan besar dan beratnya prostat dan juga penting untuk menentukan macam tindakan operasi yang akan dilakukan. Bila kecil (grade 1), maka terapi yang baik adalah T.U.R (Trans Urethral Resection) Bila prostat besar sekali (grade 3-4) dapat dilakukan prostatektomy terbuka secara trans vesical.

Clinical grading
Pada pengukuran ini yang menjadi patokan adalah banyaknya sisa urine. Pengukuran ini dilakukan dengan cara, pagi hari pasien bangun tidur disuruh kemih sampai selesai, kemudian dimasukkan catheter ke dalam kandung kemih untuk mengukur sisa urine.
Sisa urine 0 cc……………….…… Normal
Sisa urine 0 – 50 cc…………….… Grade 1
Sisa urine 50 – 150 cc……………. Grade 2
Sisa urine >150 cc………………… Grade 3
Sama sekali tidak bisa kemih…… Grade 4
Intra urethra grading
Untuk melihat seberapa jauh penonjolan lobus lateral ke dalam lumen urethra. Pengukuran ini harus dapat dilihat dengan penendoskopy dan sudah menjadi bidang dari urology yang spesifik.
Efek yang dapat terjadi akibat hypertropi prostat:

Terhadap urethra
Bila lobus medius membesar, biasanya arah ke atas mengakibatkan urethra pars prostatika bertambah panjang, dan oleh karena fiksasi ductus ejaculatorius maka perpanjangan akan berputar dan mengakibatkan sumbatan.
Terhadap vesica urinaria
Pada vesica urinaria akan didapatkan hypertropi otot sebagai akibat dari proses kompensasi, dimana muscle fibro menebal ini didapatkan bagian yang mengalami depresi (lekukan) yang disebut potensial divertikula.
Pada proses yang lebih lama akan terjadi dekompensasi dari pada otot-otot yang hypertropi dan akibatnya terjadi atonia (tidak ada kekuatan) dari pada otot-otot tersebut.
Kalau pembesaran terjadi pada medial lobus, ini akan membentuk suatu post prostatika pouch, ini adalah kantong yang terdapat pada kandung kemih dibelakang medial lobe.
Post prostatika adalah sebagai sumber dari terbentuknya residual urine (urine yang tersisa) dan pada post prostatika pouch ini juga selalu didapati adanya batu-batu di kandung kemih.
Terhadap ureter dan ginjal
Kalau keadaan urethra vesica valve baik, maka tekanan ke ekstra vesikel tidak diteruskan ke atas, tetapi bila valve ini rusak maka tekanan diteruskan ke atas, akibatnya otot-otot calyces, pelvis, ureter sendiri mengalami hipertropy dan akan mengakibatkan hidronefrosis dan akibat lanjut uremia.
Terhadap sex organ
Mula-mula libido meningkat, teatapi akhirnya libido menurun.

Gejala Klinik

Terbagi 4 grade yaitu :
Pada grade 1 (congestic)

1.)Mula-mula pasien berbulan atau beberapa tahun susah kemih dan mulai mengedan.
2.)Kalau miksi merasa puas.
3.)Urine keluar menetes dan pancaran lemah.
4.)Nocturia
5.)Urine keluar malam hari lebih dari normal.
6.)Ereksi lebih lama dari normal dan libido lebih dari normal.
7.)Pada cytoscopy kelihatan hyperemia dari orificium urethra interna. Lambat laun terjadi varices akhirnya bisa terjadi perdarahan (blooding)

Pada grade 2 (residual)
8.)Bila miksi terasa panas.
9.)Dysuri nocturi bertambah berat.
10.)Tidak bisa buang air kecil (kemih tidak puas).
11.)Bisa terjadi infeksi karena sisa air kemih.
12.)Terjadi panas tinggi dan bisa menggigil.
13.)Nyeri pada daerah pinggang (menjalar ke ginjal).

Pada grade 3 (retensi urine)
14.)Ischuria paradosal.
15.)Incontinensia paradosal.

Pada grade 4
16.)Kandung kemih penuh.
17.)Penderita merasa kesakitan.
18.)Air kemih menetes secara periodik yang disebut over flow incontinensia.
19.)Pada pemeriksaan fisik yaitu palpasi abdomen bawah untuk meraba ada tumor, karena bendungan yang hebat.
20.)Dengan adanya infeksi penderita bisa menggigil dan panas tinggi sekitar 40 – 410 C.
21.)Selanjutnya penderita bisa koma.

Diagnostik test

Diagnosa klinik pembesaran prostat dapat ditegakkan dengan pemeriksaan sebagai berikut :

a. Anamnese yang baik
b. Pemeriksaan fisik
Dapat dilakukan dengan pemeriksaan rectal toucher, dimana pada pembesaran prostat jinak akan teraba adanya massa pada dining depan rectum yang konsistensinya kenyal, yang kalau belum terlalu besar masih dapat dicapai batas atasnya dengan ujung jari, sedang apabila batas atasnya sudah tidak teraba biasanya jaringan prostat sudah lebih dari 60 gr.
c. Pemeriksaan sisa kemih
d. Pemeriksaan ultra sonografi (USG)
Dapat dilakukan dari supra pubic atau transrectal (Trans Rectal Ultra Sonografi :TRUS). Untuk keperluan klinik supra pubic cukup untuk memperkirakan besar dan anatomi prostat, sedangkan TRUS biasanya diperlukan untuk mendeteksi keganasan.
e. Pemeriksaan endoskopy
Bila pada pemeriksaan rectal toucher, tidak terlalu menonjol tetapi gejala prostatismus sangat jelas atau untuk mengetahui besarnya prostat yang menonjol ke dalam lumen.
f. Pemeriksaan radiologi
Dengan pemeriksaan radiology seperti foto polos perut dan pyelografi intra vena yang sering disebut IVP (Intra Venous Pyelografi) dan BNO (Buich Nier Oversich). Pada pemeriksaan lain pembesaran prostat dapat dilihat sebagai lesi defek irisan kontras pada dasar kandung kemih dan ujung distal ureter membelok ke atas berbentuk seperti mata kail/pancing (fisa hook appearance).
g. Pemeriksaan CT- Scan dan MRI
Computed Tomography Scanning (CT-Scan) dapat memberikan gambaran adanya pembesaran prostat, sedangkan Magnetic Resonance Imaging (MRI) dapat memberikan gambaran prostat pada bidang transversal maupun sagital pada berbagai bidang irisan, namun pameriksaan ini jarang dilakukan karena mahal biayanya.
h. Pemeriksaan sistografi
Dilakukan apabila pada anamnesis ditemukan hematuria atau pada pemeriksaan urine ditemukan mikrohematuria. pemeriksaan ini dapat memberi gambaran kemungkinan tumor di dalam kandung kemih atau sumber perdarahan dari atas apabila darah datang dari muara ureter atau batu radiolusen di dalam vesica. Selain itu sistoscopi dapat juga memberi keterangan mengenai besar prostat dengan mengukur panjang urethra pars prostatica dan melihat penonjolan prostat ke dalam urethra.
i. Pemeriksaan lain
Secara spesifik untuk pemeriksaan pembesaran prostat jinak belum ada, yang ada ialah pemeriksaan penanda adanya tumor untuk karsinoma prostat yaitu pemeriksaan Prostatic Spesifik Antigen (PSA), angka penggal PSA ialah 4 nanogram/ml.

Diagnosa banding

Oleh karena adanya proses miksi tergantung pada kekuatan kontraksi detrusor, elastisitas leher kandung kemih dengan tonus ototnya dan resistensi urethra yang merupakan faktor dalam kesulitan miksi. Kelemahan detrusor disebabkan oleh kelainan saraf (kandung kemih neurologik) misalnya : Lesi medulla spinalis, penggunaan obat penenang. Kekakuan leher vesica disebabkan oleh proses fibrosis, sedangkan resistensi urethra disebabkan oleh pembesaran prostat jinak atau ganas, tumor di leher kandung kemih, batu di urethra atau striktur urethra.

Pengobatan

Setiap kesulitan miksi yang diakibatkan dari salah satu faktor seperti berkurangnya kekuatan kontraksi detrusor atau menurunya elastisitas leher vesica, maka tindakan pengobatan ditujukan untuk mengurangi volume prostat, mengurangi tonus leher vesica atau membuka urethra pars prostatica dan menambah kekuatan kontraksi detrusor agar proses miksi menjadi mudah.

Pengobatan untuk hipertropy prostat ada 2 macam :
a.Konsevatif
b.Operatif

Dalam pengobatan ini dilakukan berdasarkan pembagian besarnya prostat, yaitu derajat 1 – 4.
a.Derajat I
Dilakukan pengobatan koservatif, misalnya dengan fazosin, prazoin dan terazoin (untuk relaksasi otot polos).
b.Derajat II
Indikasi untuk pembedahan. Biasanya dianjurkan resekesi endoskopik melalui urethra.
c.Derajat III
Diperkirakan prostat cukup besar dan untuk tindakan yang dilakukan yaitu pembedahan terbuka melalui transvesical, retropubic atau perianal.
d.Derajat IV
Membebaskan penderita dari retensi urine total dengan memasang catheter, untuk pemeriksaan lebih lanjut dalam pelaksanaan rencana pembedahan.

Konservatif.

Pengobatan konservatif ini bertujuan untuk memperlambat pertumbuhan pembesaran prostat. Tindakan dilakukan bila terapi operasi tidak dapat dilakukan, misalnya : menolak operasi atau adanya kontra indikasi untuk operasi.

Tindakan terapi konservatif yaitu :
a.Mengusahakan agar prostat tidak mendadak membesar karena adanya infeksi sekunder dengan pemberian antibiotika.
b.Bila retensi urine dilakukan catheterisasi.

Operatif
Pembedahan merupakan pengobatan utama pada hipertropi prostat benigna (BPH), pada waktu pembedahan kelenjar prostat diangkat utuh dan jaringan soft tissue yang mengalami pembesaran diangkat melalui 4 cara yaitu (a) transurethral (b) suprapubic (c) retropubic dan (d) perineal.

Transurethral.
Dilaksanakan bila pembesaran terjadi pada lobus medial yang langsung mengelilingi urethra. Jaringan yang direseksi hanya sedikit sehingga tidak terjadi perdarahan dan waktu pembedahan tidak terlalu lama. Rectoscope disambungkan dengan arus listrik lalu di masukkan ke dalam urethra.Kandung kemih di bilas terus menerus selama prosedur berjalan.Pasien mendapat alat untuk masa terhadap shock listrik dengan lempeng logam yang di beri pelumas di tempatkan pada bawah paha.Kepingan jaringan yang halus di buang dengan irisan dan tempat-tempat perdarahan di tutup dengan cauter.
Setelah TURP di pasang catheter Foley tiga saluran yang di lengkapi balon 30 ml.Setelah balon catheter di kembangkan, catheter di tarik ke bawah sehingga balon berada pada fosa prostat yang bekerja sebagai hemostat.Ukuran catheter yang besar di pasang untuk memperlancar pengeluaran gumpalan darah dari kandung kemih.
Kandung kemih diirigasi terus dengan alat tetesan tiga jalur dengan garam fisiologisatau larutan lain yang di pakai oleh ahli bedah.Tujuan dari irigasi konstan ialah untuk membebaskan kandung kemih dari ekuan darah yang menyumbat aliran kemih.Irigasi kandung kemih yang konstan di hentikan setelah 24 jam bila tidak keluar bekuan dari kandung kemih.Kemudian catheter bisa dibilas biasa tiap 4 jam sekali sampai catheter di angkat biasanya 3 sampai 5 hari setelah operasi.Setelah catheter di angkat pasien harus mengukur jumlah urine dan waktu tiap kali berkemih.

Suprapubic Prostatectomy.
Metode operasi terbuka, reseksi supra pubic kelenjar prostat diangkat dari urethra lewat kandung kemih.

Retropubic Prostatectomy
Pada prostatectomy retropubic dibuat insisi pada abdominal bawah tapi kandung kemih tidak dibuka.

Perianal prostatectomy.
Dilakukan pada dugaan kanker prostat, insisi dibuat diantara scrotum dan rectum.

Komplikasi

a.Perdarahan
b.Inkotinensia
c.Batu kandung kemih
d.Retensi urine
e.Impotensi
f.Epididimitis
g.Haemorhoid, hernia, prolaps rectum akibat mengedan
h.Infeksi saluran kemih disebabkan karena catheterisasi
i.Hydronefrosis

Hal-hal yang harus dilakukan pada pasien setelah pulang dari rumah sakit adalah ;
latihan berat, mengangkat berat dan sexual intercourse dihindari selama 3 minggu setelah dirumah.
Tidak boleh membawa kendaraan.
Mengedan pada saat defekasi harus dihindari, faeces harus lembek kalau perlu pemberian obat untuk melembekkan faeces.
Menganjurkan banyak minum untuk mencegah statis dan infeksi dan membuat faeces lembek.

Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

Asuhan keperawatan pasien dengan hipertropi prostat melalui pendekatan proses keperawatan yang terdiri dari pengkajian keperawatan, perencanaan keperawatan, pelaksanaan dan evaluasi keperawatan.

Pengkajian Keperawatan
Pengumpulan data
Data dasar yang berhubungan dengan post operasi hipertropi prostat. Mengelompokkan data merupakan langkah yang dilakukan setelah mengadakan pengumpulan data yang diperoleh sebagai berikut :
Nyeri pada daerah tindakan operasi.
Pusing.
Perubahan frekuensi berkemih.
Urgensi.
Dysuria
Flatus negatif.
Luka tindakan operasi pada daerah prostat.
Retensi, kandung kemih penuh.
Inkontinensia
Bibir kering.
Puasa.
Bising usus negatif.
Ekspresi wajah meringis.
Pemasangan catheter tetap.
Gelisah.
Informasi kurang.
Urine berwarna kemerahan.

Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan disusun menurut prioritas masalah pada pasien post operasi hipertropi prostat, adalah sebagai berikut :
Perubahan eliminasi urine berhubungan obstruksi mekanikal : bekuan darah, oedema, trauma, prosedur bedah, tekanan dan iritasi catheter/balon.
Resiko terjadi kekurangan volume cairan berhubungan dengan area bedah vaskuler : kesulitan mengontrol perdarahan.
Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasive : alat selama pembedahan, catheter, irigasi kandung kemih sering, trauma jaringan, insisi bedah.
Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa kandung kemih : refleks spasme otot sehubungan dengan prosedur bedah dan / tekanan dari balon kandung kemih.
Resiko terjadi disfungsi seksual berhubungan dengan situasi krisis (inkontinensia, kebocoran urine setelah pengangkatan catheter, keterlibatan area genital).
Anxietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan, salah interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi.

Perencanaan Keperawatan

Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi mekanikal : bekuan darah, oedema, trauma, prosedur bedah, tekanan dan irigasi catheter/balon, ditandai dengan :
Nyeri pada daerah tindakan operasi.
Perubahan frekuensi berkemih.
Urgensi.
Dysuria.
Pemasangan catheter tetap.
Adanya luka tindakan operasi pada daerah prostat.
Urine berwarna kemerahan.
Tujuan : Klien mengatakan tidak ada keluhan, dengan kriteria :
Catheter tetap paten pada tempatntya.
Tidak ada sumbatan aliran darah melalui catheter.
Berkemih tanpa aliran berlebihan.
Tidak terjadi retensi pada saat irigasi.
Intervensi :
Kaji haluaran urine dan sistem catheter/drainase, khususnya selama irigasi kandung kemih.
Rasional :
Retensi dapat terjadi karena edema area bedah, bekuan darah dan spasme kandung kemih.
Perhatikan waktu, jumlah berkemih dan ukuran aliran setelah catheter dilepas.
Rasional :
Catheter biasanya dilepas 2 – 5 hari setelah bedah, tetapi berkemih dapat berlanjut menjadi masalah untuk beberapa waktu karena edema urethral dan kehilangan tonus.
Dorong klien untuk berkemih bila terasa dorongan tetapi tidak lebih dari 2 – 4 jam.
Rasional :
Berkemih dengan dorongan dapat mencegah retensi, urine. Keterbatasan berkemih untuk tiap 4 jam (bila ditoleransi) meningkatkan tonus kandung kemih dan membantu latihan ulang kandung kemih.
Ukur volume residu bila ada catheter supra pubic.
Rasional :
Mengawasi keefektifan kandung kemih untuk kosong. Residu lebih dari 50 ml menunjukkan perlunya kontinuitas catheter sampai tonus otot kandung kemih membaik.
Dorong pemasukan cairan 3000 ml sesuai toleransi.
Rasional :
Mempertahankan hidrasi adekuat dan perfusi ginjal untuk aliran urine.
Kolaborasi medis untuk irigasi kandung kemih sesuai indikasi pada periode pasca operasi dini.
Rasional :
Mencuci kandung kemih dari bekuan darah dan untuk mempertahankan patensi catheter/aliran urine.

Resiko terjadi kekurangan volume cairan berhubungan dengan area bedah vaskuler : kesulitan mengontrol perdarahan, ditandai dengan :
Pusing.
Flatus negatif.
Bibir kering.
Puasa.
Bising usus negatif.
Urine berwarna kemerahan.
Tujuan : Tidak terjadi kekurangan volume cairan, dengan kriteria :
Tanda-tanda vital normal.
Nadi perifer teraba.
Pengisian kapiler baik.
Membran mukosa baik.
Haluaran urine tepat.
Intervensi :
Benamkan catheter, hindari manipulasi berlenihan.

Rasional :
Penarikan/gerakan catheter dapat menyebabkan perdarahan atau pembentukan bekuan darah.
Awasi pemasukan dan pengeluaran cairan.
Rasional :
Indicator keseimbangan cairan dan kebutuhan penggantian. Pada irigasi kandung kemih, awasi perkiraan kehilangan darah dan secara akurat mengkaji haluaran urine.
Evaluasi warna, komsistensi urine.
Rasional :
Untuk mengindikasikan adanya perdarahan.
Awasi tanda-tanda vital
Rasional :
Dehidrasi/hipovolemia memerlukan intervensi cepat untuk mencegah berlanjut ke syok. Hipertensi, bradikardi, mual/muntah menunjukkan sindrom TURP, memerlukan intervensi medik segera.
Kolaborasi untuk pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi (Hb/Ht, jumlah sel darah merah)
Rasional :
Berguna dalam evaluasi kehilangan darah/kebutuhan penggantian.

Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan, catheter, irigasi kandung kemih sering, trauma jaringan, insisi bedah, ditandai dengan :
Nyeri daerah tindakan operasi.
Dysuria.
Luka tindakan operasi pada daerah prostat.
Pemasangan catheter tetap.
Tujuan : Menunjukkan tidak tampak tanda-tanda infeksi, dengan kriteria :
Tidak tampak tanda-tanda infeksi.
Inkontinensia tidak terjadi.
Luka tindakan bedah cepat kering.
Intervensi :
Berikan perawatan catheter tetap secara steril.
Rasional :
Mencegah pemasukan bakteri dan infeksi/cross infeksi.
Ambulasi kantung drainase dependen.
Rasional :
Menghindari refleks balik urine, yang dapat memasukkan bakteri ke kandung kemih.
Awasi tanda-tanda vital.
Rasional :
Klien yang mengalami TUR beresiko untuk syok bedah/septic sehubungan dengan instrumentasi.
Ganti balutan dengan sering, pembersihan dan pengeringan kulit sepanjang waktu.
Rasional :
Balutan basah dapat menyebabkan iritasi, dan memberikan media untuk pertumbuhan bakteri, peningkatan resiko infeksi.
Kolaborasi medis untuk pemberian golongan obat antibiotika.
Rasional :
Dapat membunuh kuman patogen penyebab infeksi.

Gangguan rasa nyaman ; nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa kandung kemih : refleks spasme otot berhubungan dengan prosedur bedah dan/tekanan dari balon kandung kemih, ditandai dengan :
Nyeri pada daerah tindakan operasi.
Luka tindakan operasi.
Ekspresi wajah meringis.
Retensi urine, sehingga kandung kemih penuh.
Intervensi :
Kaji tingkat nyeri.
Rasional :
Mengetahui tingkat nyeri yang dirasakan klien dan memudahkan kita dalam memberikan tindakan.
Pertahankan posisi catheter dan sistem drainase.
Rasional :
Mempertahankan fungsi catheter dan sistem drainase, menurunkan resiko distensi/spasme kandung kemih.
Ajarkan tekhnik relaksasi.
Rasional :
Merileksasikan otot-otot sehingga suplay darah ke jaringan terpenuhi/adekuat, sehingga nyeri berkurang.
Berikan rendam duduk bila diindikasikan.
Rasional :
Meningkatkan perfusi jaringan dan perbaikan edema dan meningkatkan penyembuhan.
Kolaborasi medis untuk pemberian anti spasmodic dan analgetika.
Rasional :
Golongan obat anti spasmodic dapat merilekskan otot polos, untuk memberikan/menurunkan spasme dan nyeri.
Golongan obat analgetik dapat menghambat reseptor nyeri sehingga tidak diteruskan ke otak dan nyeri tidak dirasakan.

Resiko terjadi disfungsi seksual berhubungan dengan situasi krisis (inkontinensia, kebocoran urine setelah pengangkatan catheter, keterlibatan area genital) ditandai dengan :
Tindakan pembedahan kelenjar prostat.
Tujuan : Fungsi seksual dapat dipertahankan, kriteria :
Pasien dapat mendiskusikan perasaannya tentang seksualitas dengan orang terdekat.
Intervensi :
Berikan informasi tentang harapan kembalinya fungsi seksual.
Rasional :
Impotensi fisiologis : terjadi bila saraf perineal dipotong selama prosedur bedah radikal ; pada pendekatan lain, aktifitas seksual dapat dilakukan seperti biasa dalam 6 – 8 minggu.
Diskusikan dasar anatomi.
Rasional :
Saraf pleksus mengontrol aliran secara posterior ke prostat melalui kapsul. Pada prosedur yang tidak melibatkan kapsul prostat, impoten dan sterilitas biasanya tidak terjadi.
Instruksikan latihan perineal.
Rasional :
Meningkatkan peningkatan kontrol otot kontinensia urine dan fungsi seksual.
Kolaborasi ke penasehat seksualitas/seksologi sesuai indikasi.
Rasional :
Untuk memerlukan intervensi professional selanjutnya.

Anxietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan, salah interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi, ditandai dengan :
Gelisah.
Informasi kurang
Tujuan : Klien mengungkapkan anxietas teratasi, dengan kriteria :
Klien tidak gelisah.
Tampak rileks
Intervensi :
Kaji tingkat anxietas.
Rasional :
Mengetahui tingkat anxietas yang dialami klien, sehingga memudahkan dalam memberikan tindakan selanjutnya.
Observasi tanda-tanda vital.
Rasional :
Indikator dalam mengetahui peningkatan anxietas yang dialami klien.
Berikan informasi yang jelas tentang prosedur tindakan yang akan dilakukan.
Rasional :
Mengerti/memahami proses penyakit dan tindakan yang diberikan.
Berikan support melalui pendekatan spiritual.
Rasional :
Agar klien mempunyai semangat dan tidak putus asa dalam menjalankan pengobatan untuk penyembuhan

Pelaksanaan Asuhan Keperawatan.
Pada langkah ini, perawat memberikan asuhan keperawatan, yang pelaksanaannya berdasarkan rencana keperawatan yang telah disesuaikan pada langkah sebelumnya (perencanaan tindakan keperawatan).

Evaluasi Keperawatan.
Asuhan keperawatan dalam bentuk perubahan prilaku pasien merupakan focus dari evaluasi tujuan, maka hasil evaluasi keperawatan dengan post operasi hipertropi prostat adalah sebagai berikut :
Pola eliminasi urine dapat normal.
Kriteria hasil :
Menunjukkan prilaku untuk mengendalikan refleks kandung kemih.
Pengosongan kandung kemih tanpa adanya penekanan/distensi kandung kemih/retensi urine.
Terpenuhinya kebutuhan cairan.
Kriteria hasil :
Tanda-tanda vital normal
Nadi perifer baik/teraba.
Pengisian kapiler baik.
Membran mukosa lembab.
Haluaran urine tepat.
Mencegah terjadinya infeksi.
Kriteria hasil :
Tercapainya penyembuhan dan tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi.
Melaporkan nyeri hilang/terkontrol.
Kriteria hasil :
Menunjukkan keterampilan penggunaan relaksasi dan aktifitas terapeutik sesuai indikasi dan situasi individu.
Tampak rileks.
Fungsi seksual dapat dipertahankan.
Kriteria hasil :
Menyatakan pemahaman situasi individual
Menunjukkan keterampilan pemecahan masalah.
Klien mengerti/memahami tentang penyakitnya.
Kriteria hasil :
Berpartisipasi dalam program pengobatan.
Melakukan perubahan prilaku yang perlu.
Melakukan dengan benar prosedur yang perlu dan menjelaskan alasan tindakan.

Sumber:

1.Basuki B Purnomo, 2000, Dasar-Dasar Urologi, Perpustakaan Nasional RI, Katalog Dalam Terbitan (KTD), Jakarta.
2.Doenges, Marilynn E, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan – Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Alih Bahasa : I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati, Editor : Monica Ester, Yasmin Asih, Edisi : Ketiga, EGC ; Jakarta,.
3.Guyton, Arthur C, 1997, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Editor, Irawati. S, Edisi : 9, EGC ; Jakarta.
4.Kumpulan Kuliah, 2001, Modul Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Perkemihan, Makassar.

5.Long, Barbara C, 1996, Keperawatan Medikal Bedah; Suatu Pendekatan Proses Keperawatan, Edisi I, Volume 3, Yayasan IAPK Padjajaran, Bandung.
6.Schwartz, dkk, 2000, Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah. Editor : G. Tom Shires dkk, EGC ; Jakarta.
7.Jong, Wim de, dan Syamsuhidayat R, 1998, Buku Ajar Ilmu Bedah, Editor : R. Syamsuhidajat, Wim De Jong, Edisi revisi : EGC ; Jakarta.

No comments:

Post a Comment