Friday, January 15, 2010

Skoliosis Idiopatik

PENDAHULUAN
Skoliosis berasal dari kata Yunani yang berarti lengkungan, mengandung arti kondisi patologik.Vertebra servikal,torakal, dan lumbal membentuk kolumna vertikal dengan pusat vertebra berada pada garis tengah. Skoliosis adalah deformitas tulang belakang yang menggambarkan deviasi vertebra kearah lateral dan rotasional. Bentuk skoliosis yang paling sering dijumpai adalah deformitas tripanal dengan komponen lateral,anterior posterior dan rotasional.
Skoliosis dapat dibagi atas dua yaitu skoliosis struktural dan non struktural (postural). Pada skoliosis postural, deformitas bersifat sekunder atau sebagai kompensasi terhadap beberapa keadaan diluar tulang belakang, misalnya dengan kaki yang pendek, atau kemiringan pelvis akibat kontraktur pinggul, bila pasien duduk atau dalam keadaan fleksi maka kurva tersebut menghilang. Pada skoliosis struktural terapat deformitas yang tidak dapat diperbaiki pada segmen tulang belakang yang terkena. Komponen penting dari deformitas itu adalah rotasi vertebra; processus spinosus memutar kearah konkavitas kurva.
Skoliosis structural dapat dibagi menjadi tiga kategori utama : kongenital, neuromuskular, dan skoliosis idiopatik.

INSIDEN
Sekitar 80% skoliosis adalah idiopatik, Skoliosis idiopatik dengan kurva lebih dari 10 derajat dilaporkan dengan prevalensi 0,5-3 per 100 anak dan remaja. Prevalensi dilaporkan pada kurva lebih dari 30 derajat yaitu 1,5-3 per 1000 penduduk. Insiden yang terjadi pada skoliosis idiopatik infantil bervariasi, namun dilaporkan paling banyak dijumpai di Eropa daripada Amerika Utara, dan lebih banyak laki-laki dari pada perempuan.

ETIOLOGI
Walaupun penyebab skoliosis idiopatik tidak diketahui, namun ada beberapa perbedaan teori yang menunjukkan penyebabnya seperti faktor genetik, hormonal, abnormalitas pertumbuhan, gangguan biomekanik dan neuromuskular tulang, otot dan jaringan fibrosa.
- Faktor genetik
Dilaporkan bahwa faktor genetik mempunyai komponen pada perkembangan scoliosis, terjadi peningkatan insiden pada keluarga pasien dengan scoliosis idiopatik dibandingkan dengan pasien yang tidak mempunyai riwayat penyakit scoliosis.
- Faktor hormonal.
Defisiensi melatonin diajukan sebgai penyebab scoliosis. Sekresi melatonin pada malam hari menyebabkan penurunan progresivitas scoliosis dibandingkan dengan pasien tanpa progresivitas. Hormon pertumbuhan juga diduga mempunyai peranan pada perkembangan skoliosis. Kecepatan progresivitas skoliosis pada umumnya dilaporkan pada pasien dengan growth hormone.
- Perkembangan Spinal dan Teori Biomekanik
Abnormalitas dari mekanisme pertumbuhan spinal juga menunjukkan penyebab dari perkembangan dan progresivitas skoliosis, dimana dihubungkan dengan waktu kecepatan pertumbuhan pada remaja.
- Abnormalitas Jaringan.
Beberapa teori diajukan sebagai komponen struktural pada komponen tulang belakang (otot, tulang, ligamentum dan atau discus) sebagai penyebab skoliosis. Beberapa teori didasari atas observasi pada kondisi seperti syndrome Marfan (gangguan fibrillin), duchenne muscular dystrophy (gangguan otot) dan displasia fibrosa pada tulang.

ANATOMI TULANG BELAKANG
Pada umumnya vertebra terdiri dari corpus, arcus processus spinosus dan processus transversus. Ditengah setiap vertebra terdapat lubang yang disebut foramen vertebrae, yang berada diantara corpus dan arcus vertebrae. Foramen vertebrae dari ruas-ruas tulang belakang bersama-sama membentuk suatu saluran yang disebut kanalis vertebralis yang berisikan medulla spinalis. Diantara corpus vertebrae yang lain terdapat discus intervertebralis.

Ruas-ruas tulang belakang tersusun menjadi columna vertebralis yang terdiri atas
• Vertebra cervikalis, terdiri atas 7 ruas
• Vertebra torakalis, terdiri atas 12 ruas
• Vertebra lumbalis, terdiri atas 5 ruas
• Vertebra sacralis, terdiri atas 5 ruas dan membentuk os sacrum
• Vertebra coccygeus, terdiri atas 5 ruas dan membentuk os coccygeus
Bentuk kolumna vertebralis tidak lurus, di beberapa tempat membentuk beberapa lengkungan, yaitu :
• Lordosis cervikalis, melengkung ke anterior didaerah cervical
• Kyphosis torakalis, melengkung ke dorsal didaerah torakal
• Lordosis lumbalis, melengkung ke anterior daerah lumbal
• Kyphosis sacralis, melengkung kedaerah sacral

DIAGNOSIS
Anamnesis
Perlu ditanyakan riwayat keluarga akan skoliosis atau suatu catatan mengenai beberapa kelainan selama kehamilan atau persalinan, kejadian penting dalam perkembangan harus dicatat. Pada kurva yang lebih besar kadang-kadang disertai dengan keluhan nyeri dan sesak.
Gambaran Klinis
Gambaran yang terlihat pada skoliosis adalah manifestasi dari tiga deformitas, gambaran tersebut diakibatkan oleh kombinasi deviasi lateral korpus vertebra dan dinding dada. Bila terjadi deviasi lateral vertebra, vertebra berotasi disekeliling sumbunya yang panjang. Lengkungan yang cembung kekanan memperlihatkan berbagai derajat rotasi, yang menyebabkan penonjolan iga (rib hump).
Jika pasien dilihat dari belakang dapat memperlihatkan deviasi lateral processus spinosus dari garis tengah. Pada kurva thorakal, tampak punggung yang miring, rib hump dan asimetri skapula. Pada kurva lumbal tampak penonjolan asimetris salah satu pinggul.

Setelah pasien dilihat dari belang dalam posisi berdiri tegak, dilakukan tes fleksi ke depan yang disebut Forward Bend Test. Pada posisi fleksi kedepan, deformitas rotasi dapat diamati paling mudah, dan penonjolan iga atau penonjolan paralumbal dapat dideteksi. Lengkung minor sering mudah dideteksi dengan komponen rotasinya. Pada umumnya, jika deviasi lateral vertebra meningkat, begitu juga deformitas rotasinya, tetapi hubungan ini tidak linear dan banyak lengkung minor memperlihatkan rotasi yang nyata sedangkan beberapa deformitas skoliotik sedang dan berat hanya memperlihatkan unsur rotasional yang lebih ringan.

Skoliometer
Skoliometer adalah sebuah alat untuk mengukur sudut kurvaturai. Cara pengukuran dengan skoliometer dilakukan pada pasien dengan posisi membungkuk, kemudian atur posisi pasien karena posisi ini akan berubah-ubah tergantung pada lokasi kurvatura, sebagai contoh kurva dibawah vertebra lumbal akan membutuhkan posisi membungkuk lebih jauh dibanding kurva pada thorakal. Kemudian letakkan skoliometer pada apeks kurva, biarkan skoliometer tanpa ditekan, kemudian baca angka derajat kurva.
Pada screening, pengukuran ini signifikan apabila hasil yang diperoleh lebih besar dari 5 derajat, hal ini biasanya menunjukkan derajat kurvatura > 200 pada pengukuran cobb’s angle pada radiologi sehingga memerlukan evaluasi yang lanjut12,13

- Pemeriksaan Radiologis
1. X-Ray Proyeksi
Foto polos : Harus diambil dengan posterior dan lateral penuh terhadap tulang belakang dan krista iliaka dengan posisi tegak, untuk menilai derajat kurva dengan metode Cobb dan menilai maturitas skeletal dengan metode Risser. Kurva structural akan memperlihatkan rotasi vertebra ; pada proyeksi posterior-anterior, vertebra yang mengarah ke puncak prosessus spinosus menyimpang kegaris tengah; ujung atas dan bawah kurva diidentifikasi sewaktu tingkat simetri vertebra diperoleh kembali.
Cobb Angle diukur dengan menggambar garis tegak lurus dari batas superior dari vertebra paling atas pada lengkungan dan garis tegak lurus dari akhir inferior vertebra paling bawah. Perpotongan kedua garis ini membentuk suatu sudut yang diukur.

Maturitas kerangka dinilai dengan beberapa cara, hal ini penting karena kurva sering bertambah selama periode pertumbuhan dan pematangan kerangka yang cepat. Apofisis iliaka mulai mengalami penulangan segera setelah pubertas; ossifikasi meluas kemedial dan jika penulangan krista iliaka selesai, pertambahan skoliosis hanya minimal. Menentukan maturitas skeletal melalui tanda Risser, dimana ossifikasi pada apofisis iliaka dimulai dari Spina iliaka anterior superior (SIAS) ke posteriormedial. Tepi iliaka dibagi kedalam 4 kuadran dan ditentukan kedalam grade 0 sampai 5.
Derajat Risser adalah sebagai berikut : Grade 0 menandakan tidak ada ossifikasi, grade 1 menandakan penulangan mencapai 25%, grade 2 mencapai 26-50%, grade 3 mencapai 51-75%, grade 4 mencapai 76% dan grade 5 menunjukkan fusi tulang yang komplit.

Skoliosis Idiopatik
Lembaga Penelitian Skoliosis (The Scoliosis Research Society) merekomendasikan bahwa Skoliosis Idiopatik digolongkan berdasarkan umur pasien pada saat diagnosis ditegakkan.
1. Skoliosis Idiopatik Infantil
Kelengkungan vertebra berkembang saat lahir sampai usia 3 tahun. James, pertama kali menggunakan istilah skoliosis idiopatik infantil, mencatat bahwa kurva terjadi sebelum umur 3 tahun, dimana lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan dan sebagian besar torakal melengkung kiri.
Dua tipe kurva dilaporkan pada skoliosis infantil yaitu resolving type (85%) dan progressive type (15%). Perkembangan metode Mehta dilakukan untuk membedakan kedua tipe kurva tersebut, dengan cara pengukuran pada posisi AP radiologi. Pertama, dengan menggambar sebuah garis perpendikular ke end-plate pada apeks vertebra. Kedua menarik garis yang memotong caput dan collum pada costa, sudut yang dibentuk pada perpotongan kedua garis tersebut disebut RVA (Rib-Vertebra Angle). Kurva dengan RVAD > 200 dapat menunjukkan progresivitas. .

Penatalaksanaan :
Penatalaksanaan yang utama pada scoliosis infantile adalah non bedah, untuk pasien dengan resolving type yaitu dilakukan pemeriksaan fisis dan radiologi tiap 3-6 bulan, untuk progressive type maka penggunaan gips atau brace merupakan pilihan. Pada anak-anak yang masih muda, pemberian gips secara bertahap dengan anestesi umum sampai cukup besar untuk ortoshis. Interval antara penggunaan gips ditentukan dengan pertumbuhan rata-rata anak tapi biasanya penggantian gips dibutuhkan selama 2-3 bulan. Penggunaan penyangga (brace) di pakai sampai terjadi stabilisasi kurva minimal 2 tahun. Penggunaan brace dapat dengan jenis Milwaukee Brace (Cervical-Thoracic-Lumbar-Sacral-Orthosis) atau Boston Brace (Thoracic-Lumbar-Sacral-Orthosis). Jika kurva besar atau bertambah walaupun dengan orthosis, pembedahan stabilisasi tetap dibutuhkan. Jika pembedahan dibutuhkan, arthrodesis anterior dan posterior dapat dipertimbangkan, termasuk hanya struktural atau kurva primer. Gabungan antara arthrodesis anterior dan posterior perlu untuk mencegah “crankshaft phenomenon”. Jika tekhnik memungkinkan, batang subkutaneus dapat dipertimbangkan.

(2). Skoliosis Idiopatik Juvenil
Skoliosis Idiopatik Juvenil terjadi pada umur 4-10 tahun. Berbagai bentuk dapat terjadi namun kurva torakal biasanya kekanan. Skoliosis Juvenil biasanya lebih progresif dari adolesent. Lonstein menemukan bahwa 67% pasien dengan umur dibawah 10 tahun menunjukkan progresivitas kurva dan resiko progresivitas 100% pada pasien yang berumur < 10 tahun yang mempunyai kurva lebih dari 200. Jenis bentuk tipe kurva yang terlihat pada skoliosis juvenil adalah kurva thoracic > double thoracic > thorakolumbal > Lumbal. Pada scoliosis juvenile ini, metode Mehta RVAD kurang digunakan dalam menentukan prognosis dibandingkan dengan skoliosis infantil. .
Penatalaksanaan:
Walaupun cenderung progresif dan membutuhkan pembedahan, skoliosis juvenil ditangani sesuai pedoman yang sama terhadap skoliosis adolescent. Untuk kurva yang kurang dari 200 maka dilakukan observasi dengan pemeriksaan radiologi PA tegak setiap 4-6 bulan. Tanda adanya progresif pada radiologi jika terdapat perubahan paling sedikit 5-70 sehingga dibutuhkan Brace. Jika kurva tidak progresif maka observasi diteruskan sampai skelet matur. Walaupun banyak literatur yang menunjukkan pengobatan orthotik pada scoliosis juvenile, Milwaukee brace tetap diprioritaskan. TLSO biasanya digunakan untuk kurva thorakal dengan apeks pada T8 atau dibawah. Pada awalnya, brace digunakan full-time (23 jam perhari) kemudian dikurangi secara berangsur-angsur. Bagaimanapun, pasien harus tetap berhati-hati adanya tanda progresivitas, jika terdapat progresivitas maka program brace full-time dilanjutkan kembali. .
Pembedahan dilakukan pada kurva >500, dapat digunakan dengan subcutaneous rod, multihook segmental system atau spinal fusion. Spinal fusion dapat dilakukan dengan anterior dan posterior perlu untuk mencegah “crankshaft phenomenon”. .

(3). Skoliosis Idiopatik Adolescent
Skoliosis Idiopatik adolescent terjadi pada umur 10 tahun atau lebih, scoliosis jenis ini paling sering terjadi pada remaja putri. Untuk mendiagnosa sebagai scoliosis idiopatik, harus mempunyai derajat kurvatura minimal 100 dengan rotasional dan deviasi lateraral pada radiologi ( < 10 derajat dapat dikatakan normal). .
Bentuk Kurva
Ada lima bentuk kurva scoliosis idiopatik adolescent yang pertama diklasifikasikan oleh Ponseti dan Friedman, sedangkan Moe mengklasifikasikan kedalam 6 bentuk
1. Single major lumbar curve. Kurva lumbal mempunyai apeks antara discus L1-L2 dan L4.
2. Single major thoracolumbar curve. Apeks kurva thorakolumbal pada T12 atau L1.
3. Combined thoracic and lumbar curves (double major kurves)
4. Single major thoracic curve. Bentuk kurva ini umumnya melengkung kekanan.
5. Single majorhigh thoracic curve. Apeks biasanya pada T3 dengan kurva memanjng dari C7 atau T1 sampai T4 atau T5.
6. Double major thorakal curve11,12
Klasifikasi King
Sejak awal tahun 1983, system King-Moe telah mengklasifikasikan scoliosis idiopatik adolescent (AIS) untuk terapi pembedahan kemudian semua pasien diterapi dengan menggunakan instrument batang Harrington untuk mengoreksi deformitas. King tidak memasukkan thorakolumbal, lumbal, atau ganda atau tiga kurva mayor pada klasifikasinya.
1.King I- Kurva lumbal lebih besar dari kurva torakal
2. King II- Kurva thorakal lebih besar daripada kurva lumbal
3. King III-kurva torakal dngan kurva lumbal tidak melewati garis tengah
4. King IV-Kurva thorakal panjang dimana L4 miring kedalam kurva
5. King V- Kurva thorakal ganda

Klasifikasi Lenke
Klasifikasi Lenke merupakan system yang dikembangkan dalam mengklasifikasikan scoliosis Idiopatik Adolescent (AIS), kini telah direkomendasikan dalam pengobatan spesifik dengan perbedaan metode pengobatan.
Sistem Klasifikasi Lenke memadukan tiga komponen
(1). Tipe Kurva (1-6)
(2). Lumbar spine modifier (A,B,or C)
(3). Sagittal thoracal modifier (-,N or +)

PENANGANAN
Prinsip Penanganan
1. Mencegah Progresifitas dan menjaga keseimbangan
2. Menjaga fungsi respirasi
3. Mengurangi Nyeri5,8,10,11

Penanganan Non operatif
a. Observasi
Observasi diindikasikan pada derajat kurva yang kurang dari 250 pada pasien immatur dan kurang dari 500 pada pasien matur.
- melakukan pemeriksaan 3 bulan setelah pertamakali knjungan dan setiap6-9 bulan untuk kurva yang kurang dari 200 dan tiap 4-6 bulan untuk kurva yang lebih dari 200. 5,8,10,11
b.. Orthosis (Brace)
Pasien disarankan untuk menggunakan brace untuk mencegah pertambahan kelengkungan ketika :
- pasien masih bertumbuh dan derajat kelengkungan berkisar 25-300
- memilih waktu pertumbuhan kurang lebih 2 tahun lagi, derajat kelengkungan 20-290, dan jika perempuan belum mencapai periode menstruasi pertama, atau
- Masih bertumbuh dan memiliki derajat kelengkungan 20-290 yang semakin memburuk5,8,10,11
Brace membantu mengurangi progresivitas kurva akan tetapi tidak mengurangi besarnya deformitas. Brace harus digunakan 16-23 jam sehari dan harus dipakai sampai ada maturitas skeletal, yang biasanya terjadi pada usia 14 tahun pada wanita dan 16 tahun pada laki-laki. Pada saat skeletal matur, pasien secara bertahap dilepaskan dari brace. Secara periodik, selama terapi brace, radiograf dilakukan untuk mengetahui manfaat terapi. Meskipun memakai brace, kira-kira 15-20 % pasien yang diterapi akan memperlihatkan progresifitas lengkung yang nyata. Pemasangan penyangga dapat digunakan seperti penyangga dari Milwaukee atau penyangga dari Boston.

2. Pengobatan operatif
I. Indikasi operasi :
a. operasi dilakukan apabila sudut lebih dari 400 atau terjadi progresifitas dari sudut sebelum usia penderita mencapai dewasa. Patokan untuk melakukan operasi ini adalah dengan melakukan follow up secara teratur.
b. Apabila terdapat deformitas yang memberikan gangguan dan pengobatan
c. Pengobatan konservatif yang tidak berhasil
d. Progresifitas kurva melebihi 500 pada orang dewasa
II. Tujuan Pengobatan
a. Mencegah progresivitas kurva
b. Menjaga keseimbangan vertebra dan pelvis
c. Menjaga fungsi respirasi
d. Mencegah nyeri
III. Pemilihan fusi posterior
a. Tergantung klasifikasi skoliosis ( King atau Lenke)
b. Tingkat/luas fusi
- Harus termasuk dalam Harrington Stable Zone , dimana ditentukan dengan dua garis perpendicular dari pedikel sacral
- Harus termasuk Neutral Vertebra , dimana tidak ada rotasi vertebra
- Jika mungikin, hindari fusi dibawah L4 untuk menjaga gerakan segmen distal. Distal Vertebra harus Neutral Stable dan horizontal sampai sacrum setelah instrumentasi.
- Untuk King Tipe I dan IV, fusi harus dihentikan satu level diatas Stable vertebra.
- Untuk mencegah dekompensasi koronal post operative, utamanya pada King tipe II, overkoreksi pada kurva torakal harus dihindari.

PROGNOSIS
Prognosis tergantung atas besarnya derajat kurva, deformitas dan maturitas skelertal. Pada derajat kurva yang ringan dengan skeletal yang sudah matur umumnya tidak mengalami progresif.

No comments:

Post a Comment