Friday, January 15, 2010

Diabetic Nephropathy

PENDAHULUAN

Diabetes mellitus (DM) jika tidak ditangani dengan baik akan mengakibatkan timbulnya komplikasi pada berbagai organ tubuh seperti mata, ginjal, jantung, pembuluh darah kaki, syaraf, komplikasi vascular dll.
Komplikasi-komplikasi metabolic diabetes mllietus dapat dibagi menjadi dua kategori : (1) komplikasi metabolic akut, dan (2) komplikasi-komplikasi vaskuler jangka panjang.
Komplikasi metabolic diabetes merupakan akibat perubahan yang relatife akut dari kadar glukosa plasma. Komplikasi metabolic yang paling serius adalah ketoasidosis. Komplikasi vaskuler jangka panjang dari diabetes melibatkan pembuluh-pembuluh kecil (mikroangiopati) dan pembuluh-pembuluh sedang dan besar (makroangiopati). Mikroangiopati merupakan lesi spesifik diabetes yang menyerang kapiler dan arteriola retina (retinopati diabetik), glomerulus ginjal (nefropati diabetic) dan saraf-saraf perifer (neuropati diabetic), otot-otot dan kulit. Di pandang dari sudut histokimia, penebalan ini disertai peningkatan penimbunan glikoprotein. Selain itu, karena senyawa kimia dari membran dasar dapat berasal dari glukosa, maka hiperglikemia dapat menyebabkan bertambahnya kecepatan pembentukan sel-sel membrane dasar. Penggunaan glukosa dari sel-sel ini tidak membutuhkan insulin.

Pada umumnya, nefropati diabetic didefinisikan sebagai sindrom klinis pada pasien diabetes miletus yang ditandai dengan albuminuria menetap ( ≥300 mg/24 jam atau ≥200 ig/menit) pada minimal dua kali pemeriksaan dalam kurung waktu 3 sampai 6 bulan.
Prevalensi ND di luar negeri (Deckret 1991) berkisar antara 3-16 %. Pandangan baru. Patogenesis ND melibatkan 8 faktor yang penting, yaitu hiperglikemia, hipertensi, lolosnya muatan negative GBM, radikal bebas, TxB2, sitokin (ET, VPFI, A-II, TGF-β, PDGF),glycated albumin, dan palsminogen
Secara epidemologis, ditemukan perbedaan trhadap kerentanan untuk timbulnya nefropati diabetic, yang antara lain dipengaruhi oleh etnis, jenis kelamin, serta umur saat diabetes timbul.

PEMBAHASAN

Diabetic nephropathy (nephropatia diabetica), juga disebut Kimmelstiel-Wilson syndrome dan intercappilary glomerulonephritis, adalah penyakit ginjal progresiv yang disebabkan oleh angiopati kapiler-kapiler glomeruli ginjal,. yang ditandai dengan nodular glomerulosclerosis. Hal ini disebabkan DM yang berkepanjangan dan penyebab dilakukan dialysis banyak di Negara barat.
ND merupakan komplikasi dari diabetes yang disebabkan oleh tidak terkontrolnya gula darah. Gula darah yang tinggi merusak system penyaringan ginjal (Nephron). Disamping itu, kerusakan dapat menyebabkan gagal ginjal,ND yang disebabkan oleh Gagal ginjal paling banyak di AS

I. Sejarah
Sindrom ini ditemukan oleh British physican Clifford Wilson (1906-1997) dan Germany-born American physican paul Kimmelstiel (1900-1970) dan dipublikasikan untuk pertama kalinya pada tahun 1936.

II. Epidemologi
Sindrom ini dapat dilihat pada pasien dengan diabetes kronik (15 tahun atau lebih ) dan pada umur lanjut ( antara 50 dan 70 tahun). Penyakit ini progresiv dan mungkin menyebakan kematian dua atau tiga tahun setelah lesi pertama, dan lebih sering pada wanita. Nefropati diabetic paling sering disebabkan oleh gagal ginjal kronik dan stadium akhir penyakit ginjal di Amerika Serikat. Orang-orang yang menderita DM 1 dan DM 2 berisiko terkena ND. Resiko tinggi jika control glukosa darah kurang baik.

III. Etiopatologi
Perubahan yang dapat dideteksi dengan cepat pada Nefropati diabetic adalah adanya bahan pengental pada glomerulus. Pada stadium ini, ginjal mulai memperlihatkan albumin (pasma protein) yang lebih dari normal pada urin (albuminuria), dan ini dapat dideteksi dengan tes medical sensitive untuk albumin. Stadium ini disebut mikroalbuminuria. Mikroalbuminuria akan kelihatan lima atau sepuluh tahun sebelum gejala lain berkembang. Karena nefropati diabetic bersifat progress, jumlah glomeruli yang dirusak oleh nodular glomerulosclerosis akan meningkat. Jumlah albumin yang disekresikan ke urin meningkat dan mugkin dideteksi teknik urinalisis umum. Pada stadium ini, biopsy ginjal memperlihatkan nefropati diabetic. Gula darah yang tinggi dan persisten disebabkan oleh diabetes yang berkepanjangan, kerusakan pembuluh-pembuluh darah pada ginjal, sehingga menyebabkan nefropati diabetic.
Secara ringkas, factor-faktor etiologis timbulnya penyakit ginjal diabetic sebagai berikut :
• Kurang terkendalinya gula darah
• Factor-faktor genetic
• Kelainan hemodinamik (peningkatan aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus, peningkatan tekanan intraglomerulus)
• Hipertensi sistemik
• Sindroma resistensi insulin (sindroma metabolic)
• Keradangan
• Perubahan permeabilitas pembuluh darah
• Asupan protein berlebih
• Gangguan metabolic ( kelainan metabolisme polyol peningkatan produksi sitokin)
• Pelepasan growth factor
• Kelainan metabolisme karbohidrat/lemak/protein
• Kelainan structural (hipertropi glomerulus, ekspansi mesangium, penebalan membrane basalis glomerulus)
• Gangguan ion pumps
• Hiperlipidemia
• Aktivasi protein kinase C
Patologi
Secara histologis, gambaran utama yang tampak adalah penebalan membrane basalis, ekspansi mesangium (berupa akumulasi matriks kstraseluller; penimbunan kolagen tipe IV, laminin dan fibronectin) yang kemudian akan menimbulkan glomerulosklerosis noduler dan/atau difus (Kimmelstiel-Wilson), hyalinosis arteriolar aferen dan eferen, serta fibrosus tubulo- interstisial

Karasteristik Nefropati Diabetik
• Peningkatan material matriks mesangium
• Penebalan membrane basalis glomerulus
• Hialinosis arteriol aferen dan eferen
• Penebalan membran basalis tubulus
• Atrofi tubulus
• Fibrosis interstisial

IV. Symptoms
Pasien dengan nefropati diabetic dapat menunjukkan gambaran gagal ginjal menahun seperti lemas, mual, pucat sampai keluhan sesak napas akibat penimbunan cairan (edema).Adanya gagal ginjal yang dibuktikan dengan kenaikan kadar kreatinin/ureum serum ditemukan berkisar antara 2 % sampai 7,1 % pasien diabetes miletus. Adanya proteinuria yang persisten tanpa adanya kelainan ginjal yang lain merupakan salah satu tanda awal nefropati diabetic. Proteinuria ditemukan pada 13,1 % sampai 58% pasien diabetes melitus.
Gambaran klinis awalnya asimtomatik, kemudian timbul hipertensi, edema dan uremia.

V. Cara mendiagnosa
Karena ginjal menjadi kurang mampu menyaring zat-zat sisa, protein dari darah masuk kedalam urin. Protein, albumin, membantu mengontrol keseimbangan cairan dalam tubuh. Segera dalam ND, sebelum gejala lain muncul, ginjal masih bias menyaring Zat sisa dan berfungsi normal. Hanya tanda dari penyakit ginjal mungkin ada peningkatan dalam albumin pada urin. Tes urin untuk albumin dapat mendeteksi penyakit ginjal sedini mungkin.
Test microalbumin urin dapat mendeteksi protein dalam jumlah yang sangat kecil di dalam urin yang tidak dapat dideteksi oleh test urin rutin, memperlihatkan deteksi dini nefropaty. Deteksi dini sangat penting untuk mencegah kerusakan ginjal lebih lanjut. Test urin satu kali setahun untuk protein direkomendasikan untuk orang yang diabetes.
• Jika seseorang dengan DM tipe I, seharusnya melakukan tes mikroalbumin setiap tahun.
• Jika sejak kecil telah mengidap diabetes,Test satu kali setahunseharusnya dimulai pada saat mamsuki pubertas.
• Jika seseorang memiliki DM tipe II, seharusnya memulai tes satu kali setahun pada saat didiagnose mengidap diabetes.


VI. Patogenesis dan temuan klinis
Setiap tahunnya, sekitar 4000 kasus penyakit ginjal stadium akhir akibat nefropati diabetik terjadi pada pasien-pasien diabetes di AS. Angka ini mewakili seperempat dari seluruh pasien yang dirawat sebagai kasus gagal ginjal. Penebalan membrane basalis kapiler dan mesangium glomerulus ginjal menyebabkan glomerulosklerosis dalam berbagai tingkatan dan insufisiensi ginjal. Glumerulosklerosis difus lebih sering terjadi dibandingkan glumerulosklerosis interkapiler (lesi-lesi Kimelstiel-Wilson): keduanya menyebabkan proteinuria yang berat.
a. Mikroalbuminuria, cara-cara baru yang dikembangkan untuk mendeteksi dalam kadar mikrorgam, sangat berbeda dari uji carik celup yang kurang sensitive, dimana batas deteksi minimal adalah 0,3-0,5 %. Pengumpulan kemih 24 jam konvensional, selain tidak menyenangkan bagi pasien juga memperlihatkan sedikit albumin dalam kemih telah memungkinkan deteksi variabilitas ekskresi albumin yang luas, oleh karena beberapa factor seperti berdiri lama, protein dari diet, dan latihan fisik cenderung meningkatkan laju ekskresi albumin. Karena alasan-alasan inilah kebanyakan laboratorium lebih suka melakukan pemeriksaan penyaring pada pasien dengan kumpulan kemih semalam yang dimulai menjelang tidur di mana kemih ini dibuang, dan jamnya dicatat. Orang normal akan mensekresikan kurang dari 15 µg/menit selama pengumpulan kemih semalam ; angka di atas 20 µg/menit atau lebih tinggi dianggap menggambarkan mikroalbuminaria abnormal. Kemungkinan gagal ginjal dapat diramalkan dari laju sekresi albumin kemih yang melampaui 30µg/menit. Mikroalbuminuria yang makin berat berikatan dengan tekanan darah yang makin tinggi pula, dan hal ini mungkin dapat menjelaskan mengapa proteinuria yang makin berat pada pasien diabetes berkorelasi dengan meningkatnya kematian akibat penyakit kardiovaskuler bahkan bila tidak ada gagal ginjal sekalipun. Kontrol glikemik yang cermat dan juga diet rendah protein (0,6 g/kg/hari) dapat mengurangi baik hiperfiltrasi maupun mikroalbuminaria yang meningkat pada pasien-pasien diabetes stadium awal dan mereka yang dengan ancaman nefropati diabetic. Terapi antihipertensi juga menurunkan albuminuria, dan penelitian klinis dengan penghambat enzim konversi angiotensin I(misal, enalapril 20 mg/hari) memperlihatkan berkurangnya mikroabuminuria pada pasien diabetes bahkan bila tanpa hipertensi sekalipun.
b. Nefropati diabetic progresif, gambaran nefropati diabetic progresif berupa proteinuria dalam berbagai derajat, terkadang menyebababkan sindroma nefrotik dengan hipoalbuminemia, edema dan peningkatan betalipoprotein dalam sirkulasi, demikian pula azotemia progresif. Berbeda dengan penyakit-penyakit ginjal lainnya, maka proteinuria yang menyertai nefropati diabetic tidak menjadi berkurang pada gagal ginjal progresif. (pasien terus mengekskresi 10-11 gram/hari kendatipun bersihan kreatinin turun). Dengan perkembangan gagal ginjal, ambang ginjal untuk terjadinya glikosuria menjadi meningkat.
Hipertensi kemudian berkembang seiring gangguan progresif pada ginjal, dan aterosklerosis pada pembuluh koroner dan serebral tampaknya dipercepat. Setelah nefropati diabetic mencapai tahap dimana terjadi hipertensi, proteinuria, atau gagal ginjal awal, maka control glikemik tidak lagi bermanfaat untuk mempengaruhi perjalanan penyakit.Pada keadaan ini, maka dapat dianjurkan pemberian obat-obatan antihipertensi, termasuk penghambat enzim konversi angiotensin (ACE inhibitor), dan pembatasan protein diet yaitu 0,6 g/kg BB per hari.

VII. Tatalaksana
Evaluasi. Pada saat diagnosa diabetes melitus ditegakkan, kemungkinan adanya penurunan fungsi ginjal harus diperiksa, demikian pula saat pasien sudah menjalani pengobatan rutin, Pemantauan yang dianjurkan oleh American Diabetes Associatio (ADA) adalah pemeriksaan terhadap adanya mikroalbuminuria serta penentuan kreatinin serum dan klirens kreatinin.
Terapi. Tatalaksana nefropati diabetic tergantung pada tahapan-tahapan apakah masih normoalbuminuria, sudah terjadi mikroalbuminuria atau makroalbuminuria, tetapi pada prinsipnya, pendekatan utama tatalaksana nefropati diabetic adalah melalui : 1). Pengendalian gula darah (olahraga, diet, obat anti diabetes); 2). Pengendalian tekanan darah ( diet rendah garam, obat-obat antidiabetes); 3). Perbaikan fungsi ginjal (diet rendah protein, pemberian Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACE-1) dan/ atau Angiotensim Receptor Blocker (ARB); 4). Pengendalian factor-faktor ko-morbiditas lain (pengendalian kadar lemak, mengurangi obesitas).
Rujukan. Baik ADA maupun ISN dan NKF menganjurkan rujukan kepada seorang dokter yang ahli dalam perawatan nefropati diabetic jika laju filtrasi glomerulus mencapai ‹60 ml/men/ 1,73 m2, atau jika kesulitan mengatasi hipertensi atau hiperkalemia, serta rujukan kepada konsultan nefrologi lebih awal jika pasien berisiko mengalami penurunan fungsi ginjal yang cepat atau diagnosis dan prognosis pasien diragukan.

VIII. Komplikasi
Komplikasi yang bias timbul yaitu :
• Hypoglikemia (penurunan sekresi insulin)
• Stadium akhir penyakit ginjal
• Hyperkalemia
• Berbagai Hipertensi
• Komplikasi dari hemodialisis
• Komplikasi dari transplantasi ginjal
• Peritonisis (jika dilakukan dialysis peritoneal)
• Berdampingan dengan komplikasi lain penyakit diabetes

KESIMPULAN

Diabetic nephropathy (nephropatia diabetica), juga disebut Kimmelstiel-Wilson syndrome dan intercappilary glomerulonephritis, adalah penyakit ginjal progresiv yang disebabkan oleh angiopati kapiler-kapiler glomeruli ginjal,. yang ditandai dengan nodular glomerulosclerosis.
Pada umumnya, nefropati diabetic didefinisikan sebagai sindrom klinis pada pasien diabetes miletus yang ditandai dengan albuminuria menetap ( ≥300 mg/24 jam atau ≥200 ig/menit) pada minimal dua kali pemeriksaan dalam kurung waktu 3 sampai 6 bulan.
ND merupakan komplikasi dari diabetes yang disebabkan oleh tidak terkontrolnya gula darah. Gula darah yang tinggi merusak system penyaringan ginjal (Nephron).

No comments:

Post a Comment