Wednesday, December 16, 2009

Pemeriksaan Klinis

Dokter atau perawat gigi bertanggungjawab untuk memahami dan mengenali adanya kelainan pada gigi, membran mukosa dan tulang rahang. Hal ini berdasarkan pada dasar-dasar patologi yang berhubungan dengan kepala, leher, dan struktur rongga mulut.

Dokter atau perawat gigi dapat mengamati pasien pada setiap kunjungan. Dengan adanya rencana perawatan, pemeriksaan secara rutin dapat mengenali kondisi normal maupun abnormal. Berbagai kondisi yang dapat didiagnosis pada saat pertama kali diamati, adanya karakteristik utama yang mengindikasikan kemungkinan stadium penyakit. Oleh karena itu, pemeriksaan selanjutnya akan dibutuhkan untuk membuat diagnosis yang pasti. Penemuan dan pengamatan seharusnya dicatat dan diserahkan untuk membuat pertimbangan yang tepat terhadap diagnosis atau perawatan penyakit.

Pengamatan merupakan hal penting dalam identifikasi kesehatan atau penyakit. Kondisi mulut dapat diamati dengan mudah. Jadi, hanya melalui pengamatan klinis, penyakit sesungguhnya dapat ditentukan. Bukan berarti bahwa palpasi maupun pemeriksaan lainnya untuk suatu diagnosis dikatakan tidak penting, namun visualisasi merupakan elemen yang penting.


Prosedur Pemeriksaan

Melalui pengetahuan tentang kondisi normal dan perkiraan penyakit berdasarkan pengamatan, maka dapat menunjukkan pemeriksaan sistematis secara rutin. Hal ini membutuhkan waktu yang singkat dan dapat memberikan informasi yang bermanfaat mengenai status kesehatan pasien. Pemeriksaan harus dilakukan secara rutin, terencana dan tepat sehingga tidak ada informasi spesifik yang berbeda-beda dari pemeriksaan satu ke pemeriksaan yang lain. Meskipun demikian, penting untuk dapat menarik suatu kesimpulan yang sama dari setiap pemeriksaan untuk menentukan suatu diagnosis. Dengan melakukan inspeksi primer dan palpasi, metode pemeriksaan berikut dianggap sebagai dasar untuk menentukan rangkaian dan urutan yang sebenarnya. Bahan dan alat yang dibutuhkan adalah cahaya yang terang, dental mirror berukuran 2x2, dental eksplorer, dan periodontal probe. Pasien dapat dimintai untuk melepaskan kacamata, anting-anting, dan alat lepasan lainnya seperti GTC.


Pemeriksaan Ektraoral

1. Pemeriksaan secara umum pada pasien
2. Pemeriksaan pada wajah
3. Pemeriksaan pada daerah submental dan limfonodus pada mandibula
4. Daerah parotid yang meliputi limfonodus
5. Daerah TMJ
6. Telinga
7. Leher dan limfonodus servikal yang meliputi nodus supraklavikular
8. Glandula tiroid


Pemeriksaan Intraoral

1. Bibir dan sudut mulut
2. Membran mukosa bibir, vestibulum lateral dan bukal, papilla dari duktus parotid
3. Palatum durum dan gingival di palatal
4. Palatum molle
5. Tonsilla dan posterior faring
6. Lidah-dorsum (papilla), ventrum (pembuluh darah, fimbriated fold), batas lateral (papilla foliate, bilateral)
7. Dasar mulut dan gingival lingual
8. Gigi geligi (oklusi, karies, serta kelainan lain)

Teknik Pemeriksaan Dengan Temuan Normal dan Struktur Patologis Penyakit

Pemeriksaan Ektra Oral

Pemeriksaan klinis pasien seharusnya diawali dengan melakukan evaluasi umum secara keseluruhan. Amati pasien pada saat menuju ke dental chair. Dari sikap pasien dapat diketahui secara pasti meskipun tidak melalui perkataan dan segala sesuatu yang tampak pada pasien. Dengan berjabat tangan, pasien dengan ukuran tangan yang agak ekstrim kemungkinan memiliki penyakit acromegali. Adanya pembengkakan pada pergelangan kaki mungkin mengindikasikan adanya edema yang berhubungan dengan masalah ginjal atau jantung. Riwayat kesehatan umum dan gigi seharusnya diketahui sebelum dilakukan pemeriksaan awal.

Melalui pengamatan dan palpasi yang dilakukan pada wajah, pemeriksa dapat mengamati simetris atau tidaknya wajah (figur 1). Adanya ketidaksimetrisan pada wajah, yang secara jelas kemungkinan disebabkan oleh masalah gigi geligi, khususnya berhubungan dengan nyeri. Adanya abses pada gigi atau jaringan periodontal merupakan penyebab umum, adanya pembengkakan pada wajah. Selain itu, bisa juga disebabkan oleh adanya trauma

Figur 1.1 Gambaran pada wajah yang menunjukkan pentingnya kesimetrisan. Amati bahwa pada kasus ini sisi kiri dari wajah pasien agak lebih besar karena kepala pasien agak sedikit condong ke kanan.


Figur 1.2. Gambaran wajah pasien dengan adanya pembengkakan yang berbahaya pada sisi kiri wajah. Pembengkakan merupakan selulitis yang berhubungan dengan masalah pada gigi molar dengan adanya abses.Pemeriksaan radiografi tampak pada figur 1.3


Figur 1.3 Radiograf periapikal dari pasien pada figur 1.2, menunjukkan adanya kerusakan yang parah pada gigi molar dan adanya 2 gambaran radiolusen periapikal pada setiap apeks gigi. Pembengkakan pada wajah disebabkan adanya penyebaran infeksi dan inflamasi pada periapikal yang patologis.
Lesi berwarna pada tahi lalat dan age spot dengan ulser seperti pada kanker kulit dapat diamati dan seharusnya dipertanyakan (figur 1.5 dan 1.6). Ruam/rash pada kulit wajah mungkin berhubungan dengan alergi yang dapat memberikan informasi tambahan mengenai riwayat pasien dan rencana perawatan selanjutnya. Beberapa kondisi asimetris mungkin disebabkan oleh adanya pembengkakan pada limfonodus atau glandula. Dengan pemeriksaan pada wajah, kepala, dan leher, pemeriksa seharusnya melakukan palpasi pada seluruh daerah dari limfonodus, bukan hanya memperhatikan pembengkakan, sejak munculnya pembengkakan pada glandula namun tidak tampak.



Figur 1.4 Gambaran wajah pasien dengan adanya pembesaran, pigmentasi tahi lalat pada sisi kanan wajah. Tahi lalat memiliki pigmen melanin. Kelebihan pigmen melanin (chloasma atau melasma) tampak pada seluruh bibir atas pasien karena penggunaan kontrasepsi oral.












Figur 1.5 Sisi wajah pada bagian anterior telinga. Adanya 2 lesi pigmentasi. Tampak lesi berwarna coklat gelap, lesi yang besar dengan batas irregular merupakan melanoma, tumor kulit malignant dari sel nevus. Lesi yang berwarna kuning (tanda panah) di sebelah kiri melanoma merupakan seborrheic keratosis atau “age spot”.


Figur 1.6. Basal cell carcinoma, tumor kulit malignant stadium rendah pada sisi hidung. Tidak dapat sembuh dan adanya lubang seperti ulcer dengan tepi yang melingkar.

Limfonodus yang berkonsentrasi pada jaringan limfatik dengan sel T, sel B, dan makrofag yang mengenalkan antigen dan memberikan respon. Jika terjadi respon pada limfonodus, maka akan terjadi hyperplasia dengan peningkatan jumlah sel. Hal ini menyebabkan terjadinya pembesaran pada kelenjar atau jaringan sehingga nampak menjadi jelas. Komponen utama dari sistem imun pertahanan, jaringan limfatik memberi respon terhadap inflamasi, infeksi dan tumor malignan.. beberapa dari hal tersebut dapat menyebabkan adanya pembesaran. Pada inflamasi dan infeksi, nodus dapat membengkak, lunak, dan bergerak. Setelah tahap injuri mulai mereda atau berkurang, dalam beberapa minggu atau bulan, selanjutnya nodus tidak akan kembali normal, namun akan tetap membesar. Jika terdapat tumor pada limfonodus (metastasis limfatik), nodus akan membesar, biasanya tidak lunak, dan tidak bergerak, khususnya jika tumor telah menginvasi bagian luar nodus. Jadi, dengan palpasi tidak dapat dipastikan limfonodus (positif limfadenopati). Perlu adanya pemeriksaan lain untuk dapat menentukan secara pasti. Sebagai contoh, pasien dengan adanya infeksi pernapasan atas, misalnya batuk, mungkin terjadi beberapa pembesaran, nodus yang lunak yang perlu didrainase dari jaringan terinfeksi pada nodus. Nodus dapat mengecil setelah adanya infeksi. Di sisi lain, tumor yang berhubungan dengan nodus tidak akan mengcil namun akan terus meluas. Pasien akan melakukan tindakan medis untuk menangani tumor tersebut.

Limgfonodus berbentuk oval atau struktur berbentuk bean/buncis yang terdapat di sepanjang pembuluh limfe pada tubuh. Normalnya limfonodus tidak sakit, lunak, dan tidak dapat diraba meskipun ada. Oleh karena itu, perlu adanya pengetahuan tentang lokasi anatomi nodus pada saat melakukan palpasi. Pemeriksa melakukan perabaan di bawah kulit dengan gerakan memutar pada bagian dimana nodus berada. Secara umum, biasanya tidak terasa. Meskipun demikan, pada anak-anak, dengan adanya respon terhadap berbagai antigen baru, mudah untuk melakukan palpasi pada nodus dibagian kepala dan leher.


Figur 1.7 Gambar sederhana dari kelenjar limfe dan skema drainase pada kepala dan leher.

Palpasi pertama-tama dilakukan pada nodus yang terdapat dalam daerah submental, di bawah dan diseblah lingual dagu, berlawanan dengan otot milohioid. Nodus ini cukup penting karena merupakan nodus yang mudah untuk menentukan daerah drainase. Nodus submental terdapat pada bibir bawah, di gingiva anterior bawah, sudut mulut, saluran-saluran pada kulit dan jaringan di dagu. Jadi. Dengan melakukan palpasi pada pada nodus, kemungkinan adanya lesi dapat diketahui pada daerah tersebut. Seluruh limfonodus yang lain tidak memilki hubungan secara langsung pada daerah dimana terdapat saluran yang berhubungan nodus dan pembuluh limfe lainnya.

Figur 1.8. Palpasi pada area nodus limfe submental disertai tekanan dan gerakan memutar jari di bawah dagu.

Figur 1.9. Adanya limfadenopati submental yang positif dibawah dagu. Terjadi pembesaran dari saluran pada beberapa lesi kulit jerawat.

Nodus mandibula terletak bilateral dan dapat dipalpasi dengan melakukan penekanan pada jaringan di bawah rahang yang berlawanan dengan sisi medial dari mandibula atau palpasi pada 2 arah dengan 1 jari pada mulut dan melakukan penekanan pada bagian luar di sekitarnya. Terdapat 3 kelompok nodus yang berhubungan dengan glandula submandibula. Secara jelas, palpasi dilakukan pada glandula submandibula untuk mengidentifikasi nodus yang ada.


Figure 1.10. Palpasi bimanual pada glandula submandibula terhadap pembengkakan pada glandula dan limfonodus.

Figur 1.11 Pembengkakan pada glandula submandibula bilateral karena adanya reaksi limfonodus pada wanita tua yang berusia 24 tahun disertai primary herpetic gingivostomatitis.

Selanjutnya kelompok nodus dihubungkan dengan glandula parotis. Lebih bermanfaat jika meminta pasien megatupkan gigi geligi agar membuat otot maseter menjadi kencang, sehingga dapat dipalpasi jika terdapat pembengkakan. Selanjutnya gerakkan lobus telinga dari sisi ke sisi dan amati serta raba di belakang telinga pada nodus postaurikular. Untuk mengetahui adanya nodus, dapat pula melihat sudut deviasi normal. Tumor kulit dapat ditemukan di belakang telinga.

Pada telinga, palpasi dapat dilakukan pada TMJ, dengan meminta pasien membuka tutup mulut, sementara jari tangan diletakkan pada saluran atau dekat tragus pada telinga. Bunyi klicking atau kelainan lain dapat diketahui dan kita dapat mengajukan pertanyaan pada pasien jika ini terjadi.


Figur 1.12. Palpasi pada temporomandibular join pada tragus dari telinga pasien
pada saat membuka dan menutup mandibula.

Figur 1.13. Palpasi bilateral dan meremas secara hati-hati pada otot sternokleidomastoideus yang terdapat di bagian servikal dagu dari nodus, agak ke tengah dan ke dalam otot.



Figur 1.14. Pembengkakan limfonodus di area postaurikuler (kiri) dan pada bagian posterior servikal dagu di leher (kanan). Kedua kasus tersebut berhubungan dengan infeksi mononucleosis pada wanita muda.

Selanjutnya palpasi dilakukan pada bagian servikal dagu. Bagian posterior dari servikal dagu terdapat di bagian belakang leher (sering positif pada infeksi mononukleusis dan HIV+pasien) dan pada bagian anterior dan bagian yang dalam pada servikal dagu terdapat di bagian depan.

Untuk dapat memudahkan penentuan yang dilakukan pada bagian superfisial anterior dan nodus yang dalam, pemeriksaan dilakukan pada otot sternokleidomastodeus. Pemeriksaan dapat dimulai pada bagian balakang telinga dan otot klavikula. Umumnya nodus letaknya agak dalam dan ke tengah daripada otot, dan dilakukan peremasan untuk mencoba menemukan nodus. Lalu, ketika telah mencapai klavikula, palpasi dilakukan di belakang dan di sepanjang klavikula pada bagaian leher (figur 1.1.5). nodus supraklavikula tersebut mungkin mengalami pembesaran karena adanya penyakit dalam mediastinum atau pada glandula tiroidea. Glandula tiroidea dipalpasi dengan meletakkan jari-jari secara hati-hati yang mencakup seluruh daerah dengan meminta pasien menelan, glandula akan terasa dibawah jari-jari tersebut.


Pemeriksaan Intraoral

Pemeriksaan pada oral dapat diawali dengan melakukan pemeriksaan pada bibir. Pengamatan dapat dilakukan pada vermilion border dan pada sudut mulut terhadap adanya deviasi. Sebagai contoh, pasien dengan adanya pembengkakan sering terdapat hilangnya garis vermillion dan lesi putuh dan mungkin menandakan lesi premalignant. Selanjutnya, pemeriksan dilakukan pada gigi geligi dan meminta pasien untuk relaks pada otot bibir. Buka bibir atas dan bibir bawah dan lakukan pengamatan pada membran mukosa pada bagian bawah vestibulum (figur 1.16). Pada bibir atas, akan nampak frenulum labialis atas pada struktur normal. Sering terdapat puncak tab atau tag kecil secara normal yang menggantung pada frenulum ini (figur 1.17). Hal ini merupakan mucosa tug dan mungkin dapat terjadi infeksi, jika tersangkut pada gigi-gigi atas. Hal tersebut merupakan hal yang normal. Pada beberapa pasien ditemukan kumpulan kelenjar submukosa berwarna kuning-putih berbentuk pinhead/kepala peniti di sepanjang bibir atas, berdekatan dengan vermilion yang disebut Fordice glands (figur 1.18). Terdapat glandula sebasea ektopik yang tidak berhubungan dengan rambut-rambut. Demikian juga pada bibir bawah jika dibuka sesaat dan dikeringkan, dapat dilakukan pemeriksaan pada glandula saliva minor untuk menentukan ada atau tidaknya lender yang nampak. Dapat pula diamati pada daerah vestibulum, gingival, dan gigi-gigi anterior.

Figur 1.15. Palpasi pada area supraclavikular dibelakang tulang klavikular.


Figur 1.16. Bibir atas ditarik pada saat mulut ditutup, menampakkan bagian dalam bibir, frenulum labial maksila, vestibulum, gingival dengan garis mukogingival, dan gigi geligi. Nampak normal, namun adanya sedikit pigmentasi melanin pada gingiva.

Figur 1.17. Mukosa tag atau tab yang nampak pada frenulum labialis maksila. Juga adanya stippling gingival dan garis mukogingiva pada gambar kiri.



Figur 1.18 Fordice gland pada bagian dalam dari bibir atas. Glandula ektopik sebaseus nampak kekuning-kuningan pada submukosa, lesi popular ukuran pin-head,sering muncul berkelompok secara bersamaan yang nampak pada kedua pasien.


Figur 1.19. Retraksi bibir atas bersamaan dengan gigi geligiadanya bekas luka berwarna putih pada mukosa bibir, vestibulum labial dengan gingiva pada frenulum labial disertai pigmentasi melanin dengan sedikit kerusakan pada gigi 23 dan 26.

Figur 1.20. Mukosa pada bibir bawah menunjukkan white scar (panah hijau) dan adanya butiran-butiran mucus. Adanya trauma pada bibir dan tampak beberapa leukoplakia/non removable white patches.

Selanjutnya tarik sudut mulut untuk melihat mukosa bukal (figur 1.21). nampak 2 landmark secara normal. Adanya papilla dan duktus parotid yang terbuka (Stensen). Pemeriksaan dapat dilakukan untuk mengetahui adanya saliva pada duktus melalui pijatan pada wajah dimana glandula parotid berada dan mengamati aliran dari duktus. Dapat nampak kering atau berair jika pada parotid lebih banyak serous (figur 1.22). jumlah aliran yang berkurang dapat mengindikasikan adanya infeksi bakteri pada glandula parotid, yang membutuhkan perawatan.


Figur 1.21 Retraksi pipi pada mukosa bukal mencakup papilla pada duktus Stensen yang berlawanan dengan M2 maksila dan garis oklusal atau bite line yang berlawana pada saat oklusi gigi.

Figur 1.22 Mukosa bukal dengan papilla pada duktus Stensen yang menonjol yang berwarna cerah, aliran saliva dari glandula parotid. Juga tampak kelompok glandula ektopik sebaseus yang berukuran besar, lokasinya umum.

Landmark lainnya pada mukosa bukal adalah adanya garis putih yang terdapat pada bagian oklusal atau pada garis gigitan, garis horizontal dari sudut mulut posterior dimana gigi-gigi bertemu dengan mukosa (figur 1.23). Hal tersebut dapat nampak secara berlebihan pada beberapa pasien dan menyerupai penyakit.


Figur 1.23 Mukosa bukal yang menonjol dengna garis oklusal putih dan papilla dari duktus Stensen. Adanya kebiasaan pasien menghisap mukosa bukal dan menekan lidah ke gigi, menghasilkan garis putih.



Figur 1.24.Pemeriksaan pada palatum durum menunjukkan papilla incisivus, rugae, warna putih pada permukaan yang terkeratinisasi, warna kebiru-biruan pada glandula di mukosa dan pembuluh darah yang menonjol, linea alba atau garis putih berjalan di bagian tengah mukosa mulut.

Palatum durum dapat dilihat secara tidak langsung menggunakan kaca mulut (figur 1.24). pada bagian anterior tampak menonjol berupa lipatan-lipatan yang tegas dinamakan rugae yang tampak membesar pada beberapa pasien. Pada bagian posterior palatum durum nampak warna keputih-putihan karena adanya permukaan yang mengalami keratinisasi. Pada bagian lateral, terdapat sejumlah glandula saliva minor dan pembuluh darah , yang nampak berwarna kebiru-biruan. Adanya ukuran kecil seperti peniti, berwarna merah muda, duktus yang terbuka pada glandula minor. Pada perokok, nampak kemerah-merahan dan adanya warna putih yang lebih menonjol daripada warna dasar secara normal. Terdapat pula linea alba atau garis putih yang nampak pada middle line yang berjalan dari anterior ke posterior. Pada daerah posterior, di midline tampak cekungan kecil yang disebut fovea palatina, mulai dari bagian anterior hingga ke garis getar di bagian palatinal.

Pada midline dari palatum durum tampak adanya tulang yang menonjol (figur 1.25, 2.34, dan 2.35). dinamakan torus, bisa berukuran kecil atau sangat besar. Penonjolan tersebut nampak terasa keras akan radioopak pada pemeriksaan radiografi yang menunjukkan susunan yang berkebih, namun tulangnya normal.

Selanjutnya, jika dilakukan pemeriksaan pada bagian posterior, akan nampak palatum molle yang berakhir pada struktur yan bentuknya menggantung yang dinamakan uvula (figur 1.26). Kita dapat meminta meminta pasien untuk mengatakan kata “ah” atau “eh” dan akan nampak adanya getaran pada palatum molle yang juga berhubungan dengan nervus cranial VIII.


Figur 1.25 Edentulus pada palatum durum dan palatum molle menunjukkan pertumbuhan tulang di garis tengah yang dinamakan torus maksila. Terdapat perbedaan warna antara palatum durum dan palatum molle, palatum molle tampak merah muda karena kekurangan keratin.


Figur 1.26. Gambaran palatum lunak dengan adanya cekungan pada lidah yang dilihat dengan menggunakan kaca mulut. Amati adanya warna merah muda, uvula, fauces bilateral yang disertai tonsila palatine. Dinding posterior faringeal berdada paling posterior.

Pada bagian posterior dari palatum molle terdapat lingkaran jaringan limfoid cincin Waldeyer yang mencakup lidah (figur 1.27). jaringan tonsila mayor dapat diidentifikasi. Tonsila palatine berada di setiap sisi antara lipatan palatoglossal dan palatofaringeal. Tonsila tersebut dapat mengalami pembesaran yang biasanya terjadi pada anak-anak, namun pada orang dewasa biasanya menyusut diantara ke-2 lipatan tersebut. Jika terjadi pembesaran pada tonsila palatina dan menekan ke arah midline, bisa berkembang menjadi tumor, abses faringeal lateral atau kondisi lain (figur 1.28).


Figur 1.27. Diagram menunjukkan lokasi jaringan tonsila pada rongga mulut.

Figur 1.28. Pembesaran tonsila palatine dengan beberapa crypta yang tampak pada permukaan
Pada bagian bawah tonsil terdapat lekukan yang dapat ditempati bakteri. Akumulasi bakteri dalam jumlah besar pada bagian bawah tonsil tersebut adalah bacterial plug (figur 1.29). Bakteri tersebut menyebabkan rasa gatal pada kerongkongan dan malodor. Adanya bakterial plug merupakan diagnosis terbaik yang menunjukkan adanya massa berwarna kakuning-kuningan pada bagian tonsil (figur 1.30). lesi lainnya yang mungkin terdapat pada jaringan tonsil adalah pseudokista tonsil (figur 1.31), jaringan terkenal sebagai kista limfoepitelial oral. Kista tersebut terbentuk secara keseluruhan pada kripta tonsilla yang terbuka yang kemudian terjadi deskuamasi pada sel epitel yang kemudian berakumulasi menyebabkan adanya pembesaran, lesi tampak berwarna kuning. Diagnosis dilakukan dengan mencoba mengamati warna lesi yang kekuning-kuningan. Pada pseudokista, terdapat selaput dan nampak kekuning-kuningan yang tidak dapat menunjukkan adanya bacterial plug. Pada akhirnya, kandungannya secara spontan dapat diamati. Lesi tidak perlu dihilangkan meskipun dapat menimbulkan kebingungan dengan adanya fatty tumor (lipoma). Pseudokista dapat muncul pada jaringan tonsilla mayor dan minor.


Figur 1.29. Bacterial plug mengisi kripta tonsila. Plug nampak berwarna kuning yang tersusun atas bakeri diserta sedikit deskuamasi sel epitel.


Figur 1.30.Bacterial plug mengisi kripta tonsila palatina, kiri. Bacterial plug yang berwarna kekuning-kuningan telah menghilang perlahan-laahn, dan adanya kripta yang terbuka, kanan.

Figur 1.31. Pseudokista/ kista limphoepitelial oral pada tonsila palatina, kiri. Mengelupas hal tersebut tidak dapat menghilangkan lesi kuning yang tertututp oleh epitel. Lesi secara spontan tidak akan muncul dalam 4 bulan, kanan.

Tonsilla tambahan dapat diamati pada bagian posterior dari palatum molle, sering berdekatan dengan dasar uvula (figur 1.32). Nampak seperti tumor kecil. Meskipun demikian, tonsila tersebut dapat menjadi lebih besar setelah adanya reaksi terhadap stimulus dan hal ini merupakan petunjuk terhadap daerah tonsila tersebut.

Jika tonsila palatina telah dihilangkan, adanya 2 penemuan yang dapat diamati salah satunya berupa pita yang menunjukkan adanya jaringan parut. Hal lainnya berupa massa dari jaringan tonsila yang dinamakan residual tonsil (figur.1.33). Massa tersebut dapat menjadi reaktif yang dapat membesar. Hal tersebut menunjukkan adanya foci yang tidak dapat dihilangkan secara total pada saat dilskukan tonsilektomi.



Figur 1.32. Tonsila tambahan di pangkal uvula. Berwarna merah muda, hingga kekungng-kuningan, dapat bereaksi menjadi lebih besar ataui lebih kecil. Tampak permukaan yang halus jika dibandingkan dengan papilloma yang memiliki permukaan yang berbatu-batu dan dapat muncul pada lokasi tersebut.


Figur 1.33. Tonsil residual di area tonsila palatine. Jaringan parut yang berasal dari penghilangan tonsila palatina tampak berwarna putih. Adanya tonsil residual bagian bawah yang diserta pseudokista/ kista liphoepitelial oral.

Jika tonsil lainnya dapat dimati dengan adanya cekungan pada bagian terendah lidah pada saat pasien mengatakan kata “ah”. Pada dinding posterior faring terdapat terdapat jaringan yang merupakan tonsil dan dapat menjadi reaktif dan adanya warna merah muda terang, dan massa (figur 1.34 dan 1.35). Kadang-kadang pseudokista juga ditemukan. Pada beberapa pasien terdapat daerah yang berwarna kuning, putih dan mucus yang lengket (figur 1.36).


Figur 1.34. Dinding posterior faring pada pasien yang telah melakukan tonsilektomi. Amati massa kemerahan yang meningkat sebagai reaksi dari tonsila faringea.


Figur 1.35.Dinding posterior faringeal dengan pseudokista berwarnna kuning pada tonsil faringea.


Figur 1.36. Massa berwarna putih yang dapat hilang berasal dari mucus di dinding posterior pada pasienyang telah dihilangkan tonsila palatine dan juga uvulanya.

Jaringan tonsila nampak menonjol pada dasar lidah dan biasanya sukar diamati (figur 1.37 dan 1.38). jaringan tonsila lainnya pada lidah ditemukan pada permukaan lateral, lebih ke posterior, pada papilla foliata bilateral (figur 1.39). Terdapat daerah yang nampak sedikit kemerahan, dengan benjolan dan lekukan yang kecil. Pada perokok, benjolan pada lekukan tersebut dapat membesar dan terjadi hiperplasia reaktif yang menyerupai tumor (figur 1.40). dapat muncul papilla foliata reaktif yang menandakan adanya kemunduran. Bacterial plug dan pseudokista dapat muncul juga (figur 1.41).

Figur 1.37. Jaringan vaskuler tonsila di dasar lidah, tanda panah hijau. Beberapa papilla sirkumvalata di anterior jaringan tonsila.


Figur 1.38. Pembesaran tonsila lingual, tanda panah abu-abu.juga, adanya papilla foliata yang menonjol (jaringan tonsila) di batas posterior lateral lidah, tanda panah hijau. Juga, amati papilla lingual yang paling besar, sirkumvalata, tanda panah biru.


Figur 1.39.Papila foliata bilateral (jaringan tonsilar) di batas posterior lateral lidah, tanda panah hijau. Juga, amati papilla lingual terbesar, sirkumvalata, tanda panah biru.


Figur 1.40. Dua pasien dengan pembesaran yang berbeda, papilla foliata yang reaktif.


Figur 1.41.Dua pasien yang berbeda dengan pembesaran pseudokista pada papilla foliata di sisi kanan lidah.


Figur 1.42. Permukaan dorsal lidah menunjukkan papilla filiformis putih dan papilla fungiformis merah.

Selanjutnya pengamatan dapat dilakukan pada lidah, dengan memegang lidah nampak adanya kabut tipis dan mnenggerakkannya secara hati-hati, atau minta pasien untuk mengerakkannya dari sisi ke sisi, dilanjutkan dengan memegang bagian mukosa bukal pada bagian sisinya yang diteruskan ke bagian depan pada saat mulut terbuka lebar. (Hal ini juga dilakukan untuk memeriksa nervus cranial XII). Beberapa struktur anatomis dapat diperiksa. Dapat ditemukan sejumlah besar papilla filiformis. Tampak permukaan yang mengalami keratinisasi, berwarna putih atau keputih-putihan (figur 1.42). Kadang-kadang di bagian permukaan lidah ditutupi oleh suatu lapisan atau hairy tongue (figur 1.43). Pada keadaan tersebut, lapisan yang ada nampak berwarna, misalnya nampak coklat pada perokok berat atau peminum teh. Pada papilla filiformis nampak kecil, merah muda, bentuk kubah pada papila fungiformis, dengan atau tanpa taste buds (figur 1.44). Papilla circumvallata sebagai papilla terbesar yang terdapat pada bagian posterior lidah sebagai 2 struktur yang berderet membentuk huruf “V” yang terdapat pada kerongkongan (figur 1.45). Kadang-kadang papilla tersebut meluas secara berlebihan diatas permukaan dan dapat menyerupai tumor kecil. Tonsila lingual (figur 1.37) melebihi papilla circumfalata dan biasanya hanya dapat diamati dengan menggunakan mirror sebagai refleksi dari cahaya. Papilla foliata (figur 1.38, 1.39, 1.40) nampak berupa penonjoloan atau cekungan dari jaringan tonsila pada batas lateral dari lidah yang sebagian besar terdapat pada bagian posterior dimana lidah bertemu dengan dasar mulut. Penting untuk melakukan pengamatan karena pada bagian anteriornya dapat menunjukkan adanya peningkatan sel skuamous kanker pada lidah. Dasar lidah nampak kebiru-biruan karena kaya akan pembuluh vaskuler.


Figur 1.43. Perluasan lidah disertai adanya kabut tipis ,menunjukkan permukaan dorsal dengan elongasi papilla filiformis (hairy tongue).


Figur 1.44. Permukaan dorsal lidah berwarna putih, keratosis papilla filiformis dan berukuran besar, papilla fungiformis berwarna merah.


Figur 1.45. Permukaan dorsal lidah menunjukkan deretan papilla sirkumvallata yang berlapis yang berjalan kearah posterior membentuk “V”. terjadi peningkatan di atas permukaan, dan nampak seperti tumor kecil.


Figur 1.46. Permukaan ventral lidah dan dasar mulut pada pasien dengan ankiloglossia atau “tonguetie”.Frenulum lingual berlekatan terlalu jauh ke depan terhadap ujung lidah dan pasien tidak dapat mneyentuh palatum durum dengan mulut terbuka.



Figur 1.47. Permukaan ventral lidah yang normal menunjukkan midline frenulum lingual, dan pembuluh darah di bagian lingual yang berjalan pada setiap sisi. Juga namapak fimbriated folds atau garis yang berjalan paralel terhadap pembuluh darah.


Figur 1.48. Varises pembuluh darah, permukaan ventral lidah pada pasien lanjut usia. Adanya dilatasi pembuluh darah karena kekurangan elastisitas dan tidak adanya refleksi dari kondisi sitemik.

Kemudian, pasien diminta untuk membuka mulut dan mencoba menyentuh palatum durum dengan lidah. Beberapa pasien tidak dapat melakukan hal tersebut dan mengindikasikan adanya frenulum lingualis yang pendek pada kondisi yang dinamakan ankiloglossia atau tongue-tie (figur 1.46). selain itu untuk memeriksa adanya frenulum lingual di midline dari permukaan ventral lidah, dapat dilakukan pengamatan pada pembuluh vena besar yang berwarna biru yang berjalan pada setiap sisi (figur 1.47). pembuluh-pembuluh tersebut nampak menonjol dan sering terjadi pada orang tua, adanya pembuluh vena yang dalam berwarna biru yang agak menonjol (varicose veins) (figur 1.48 dan 5.15). Varicosities secara umum merupakan dilatasi pembuluh darah yang berlekuk-lekuk dan dapat menyerupai lesi vascular seperti hemangioma, tumor benigna yang mengandung pembuluh darah atau malformasi vaskuler.

Selanjutnya dilakukan pemeriksaan pada dasar mulut. Pada bagian anterior pada setiap sisi mulut terdapat plika sublingual atau carunculae, nampak terang, adanya struktur silindris yang berjalan dari midline ke setiap sisi, dan adanya pembukaan pada glandula sublingual (figur 1.49). Kebanyakan pada bagian anterior terdapat nodul yang agak membesar dengan adanya bagian yang terbuka pada glandula submandibular (duktus Wharton). Glandula submandibula nampak seperti susu namun kurang dapat diamati pada duktus. Adanya batu pada duktus dapat mencegah keluarnya aliran saliva. Pada pasien yang mengalami edentulous dan adanya resorbsi pada mandibula, bagian dasar mulut dapat berbentuk kubah dengan adanya massa yang meningkat pada mandibula dan menyerupai suatu penyakit (figur 1.50). Kadang-kadang, adanya hiperplastik, jaringan tonsil pada mulut yang reaktif dapat ditemukan di dasar mulut (figur 1.51). Hal tersebut berkaitan dengan adanya pseudokista atau kista limfoepitelial.



Figur 1.49. Dasar mulut yang normal menunjukkan plika sublingual bilateral atau carunculae. Pada aspek medial nampak terbukanya duktus Wharton, tanda panah hijau.


Figur 1.50. Dasar mulut menyerupai adanya penyakit dengan adanya pembengkakan pada 2 pasien yang memiliki edentulous pada mandibula disertai tingkat resorbsi yang meningkat.


Figur 1.51. Hiperplastik, tonsil yang reaktif di dasar mulut. Dalam keadaan normal, hal tersebut tidak dapat dipisahkan. Pseudokista/ kista limphoepitelial oral muncul pada tonsil, yang menyebar di mukosa palatal dan bukal.

Melalui kaca mulut dan secara langsung, unattached dan attached gingival dapat diamati (figur 1.52). Garis mukogingiva akan nampak dan adanya sejumlah jaringan yang melekat yang dapat diamati. Pada beberapa pasien, khususnya beberpa tahun terakhir ini, adanya papilla retrocuspid mungkin ditemukan.(figur 1.53). hal tersebut terdapat pada bagian attached gingival mandibula, sering secra bilateral, sebelah lingual pada bagian cuspid atau pada gigi caninus yang tinggi, adanya nodul biasanya berukuran 0,5 mm, yang dapat berkurang seiring dengan usia, tidak membutuhkan perawtan, namun dapat menimbulkan kekeliruan terhadap penyakit.


Figur 1.52. Gambaran vestibulum labial dan bukal, gingival dan gigi geligi. Amati garis mukogingival, freni, dan sedikit pigmentasi melanin pada gingival. Papila duktus Stensen juga tampak.





Figur 1.53. Papila retrocuspid, nampak kemerahan, sedikit-banyak nodul sesille kecil dibelakang atau di sebelah lingual dari tonjol gigi bawah.


Figur 1.54. Papila retrocuspid dari 2 pasien. Tampak bilateral, tanda panah hijau. Sering mengalami kekeliruan dengan penyakit.

Pada bagian anterior gingival, biasanya pada mandibula, hal yang sama dapat ditemukan pada garis mukogingiva. Yang dinamakan nodul fibrous gingival atau nodul gingival, berukuran kecil, berwarna merah muda, nodul disertai adanya sessile yang mengandung kolagen (figur 1.55 dan 1.56). biasanya munyul sendiri atau berkelompok, dapat dihilangkan atau dapat kambuh lagi. Namun struktur normalnya menyerupai suatu penyakit.









Figur 1.55. Nodul fibrous gingival pada mucogingival junction diatas perlekatan gingival yang tampak pada 2 pasien yang terpisah. Pada struktur normal, tersusun atas kolagen yang tebal seperti fibroma. Lesi yang besar muncul berulang setelah dihilangkan.


Figur 1.56. Nodul fibrous gingival pada mucogingival junction pada perlekatan gingiva dari 2 pasien yang terpisah. Dapat terjadi multiple sebagaimana tampak pada gambar di bawah.


Hal lain yang dapat ditemukan pada gingival dalah ridge mandibula gingival. Terdapat pada attached gingival pada gigi molar, nampak kecil, waerna putih hingga merah muda, berjalan linear disepanjang lesi (figur 1.57). dengan adanya kemiripan histology pada retrocuspid papilla dan nodul pada gingival, struktur normal dapat menimbulkan kekeliruan dengan adanya penyakit.

Berikutnya pemeriksaan dilakukan pada gigi geligi. Pemeriksaan yang dilakukan meliputi adanya kerusakan pada gigi geligi, maloklusi (figur 1.58) atau kehilangan gigi (figur 1.59).

Melalui pemeriksan secara rutin, sistematis, dan pemeriksan pada mulut, adanya penyimpangan dari kondisi normal dapat diamati.kelihaian dalam melakukan pengamatan dapat memberikan diagnosis dan perawatan yang tepat.



Figur 1.57. Tepi reticular gingival pada mandibula dari 2 pasien. Foto atas menunjukkan bagian tepi yang biasanya bilateral. Tepi tersususn atas kolagen padat dan struktur normalnya menimbulkan kekeliruan dengan penyakit.

Figur 1.58. Maloklusi dengan incisivus lateral maksila agak ke palatinal dan gigi posterior maksila crossbite.



Figur 1.59. Tidak adanya gigi incisivus lateral maksila pada anak-anak. Juga nampak adanya plak berwarna di margin servikal gigi.

No comments:

Post a Comment