Wednesday, December 16, 2009

Peranan Interleukin-1 dan Interleukin-1 Reseptor Antagonis pada Artritis Gout

Abstract
Background
Gouty arthritis is an inflammatory joint disease and is caused by deposition Monosodium Urate (MSU). Acute onset, severity, edema and eriyhema extending beyond the joint margin and systemic manifestation are the hallmarks of joint inflammation in gouty patient. The feature reflected the ability of MSU crystals to activate a remarkable cytokine (IL-1 alpha, IL-1 beta and IL-1Ra) in synovial fluids. The induction of cytokine release by crystals appear to be the central events in the pathogenesis of gouty inflammation.
Purpose
The aim of this study is to determined the level of IL-1 and IL-1Ra in serum of gouty patients.
Patients and Methods
A total of 69 subjects were studied. These subjects were devided in three groups; 25 with acute gouty arthritis, 24 in intercritical phase (chronic), and 20 subjects were normal. Their sera were analysed for the presence of IL-1betha and IL-1Ra by ELISA and commercial kit respectively. Diagnosis of acute gouty arthritis and intercritical gouty arthritis were based on American College of Rheumatology (ACR) criteria.
Results
The level of IL-1 beta were increased in 2 (9,5%) patients of acute gout and only 1 (4,8%) patient the IL-1Ra was high. The mean value of uric acid in acute group were 8,8 + 1,4 mg/dl. In normal group population as control group, IL-1 beta and IL-1Ra were normal as well as uric acid.
Unlikely acute gouty arthritis, in chronic gouty arthritis IL-1 beta were increased in 8 (33,3%) patients and IL-1Ra was 3 (16,7%) patients respectively. In chronic gouty arthritis the mean value of uric acid was 10,2 + 1,9 mg/dl.
Conclusion
This study has shown that IL- 1 beta and IL-1Ra in serum are not clear-cut association with acute inflammatory process in gouty arthritis. There were statistically significantly correlation between IL-1 beta and IL-1Ra and increasing of serum uric acid (p<0,005)

Latar belakang
Gout merupakan penyakit yang diakibatkan oleh deposit kristal monosodium urat (MSU) di jaringan, yang akan menimbulkan satu atau beberapa keadaan klinik berikut (5,40) :
Serangan inflamasi sendi akut atau kronik berulang yang disebut artritis gout
Akumulasi deposit kristal pada sendi, tulang, jaringan lunak atau rawan sendi
yang disebut tofus pada keadaan kronis.
Gangguan fungsi ginjal yang disebut nefropati gout
Batu asam urat di saluran kemih.
Sampai saat ini gout dan hiperurisemia masih merupakan masalah kesehatan dan masih banyak hal yang belum diketahui tetapi mudah diobati. (24,31,37,41).
Gout terdistribusi luas dan masih sering ditemukan di masyarakat (31,43). Di kawasan Asia Pasifik, prevalensi hiperurisemia lebih tinggi dari prevalensi gout itu sendiri. Hal ini sesuai dengan penelitian di Cina dan di Indonesia. Di Cina prevalensi hiperurisemia 14,2% sedangkan gout hanya 7,7%. Penelitian Darmawan di pedesaan di Jawa Tengah, mendapatkan prevalensi hiperurisemia cukup tinggi yaitu 23,3% sedangkan prevalensi gout hanya 1,7%. Demikian pula penelitian Raka Putra di Bali pada keluarga penderita gout didapatkan 26% anggota keluarga menderita hiperurisemia sedangkan hanya 8,5% yang menderita artritis gout (40.44). Penelitian Tehupeiory di Sinjai, Sulawesi Selatan mendapatkan prevalensi hiperurisemia adalah 10% pada laki-laki dan 4% pada wanita (44). Jadi tidak semua hiperurisemia menimbulkan klinis artritis gout. Didapatkan adanya berbagai variasi peradangan dari MSU pada sendi (44).
Peradangan merupakan salah satu dari pertahanan tubuh non-spesifik untuk menghindari kerusakan jaringan akibat masuknya bahan penyebab. Tujuan dari proses ini adalah : (a) Untuk menetralisir atau menghancurkan bahan penyebab yang berbahaya, (b) Mencegah perluasan masuknya bahan ke jaringan yang lebih luas, (c) Mempersiapkan perbaikan jaringan yang rusak. Kristal MSU mengaktifasi sel radang terutama makrofag dan netrofil untuk mengeluarkan berbagai mediator kimia. Mediator kimia ini antara lain adalah sitokin (46,47). Sitokin yang penting adalah Interleukin-1 (IL-1) dan Tumor Necrosis Factor – α (TNF- α). Berbagai mediator kimia lainnya adalah IL-2, IL-6, IL-8, Low Molecular Weight Mediator dan berbagai enzim yang menyebabkan kerusakan jaringan (2,3,33,35,46).
Peran IL-1 dalam proses radang bersifat non-spesifik, termasuk dalam patogenesis peradangan pada artritis gout. Kelompok Il-1 (IL-1 family) terdiri dari tiga jenis, yaitu : IL-1 α, IL-1 β dan IL-1 receptor antagonis. IL-1 α dan IL-1 β bersifat agonis untuk menimbulkan reaksi radang . Sedangkan IL-1 Ra bersifat antagonis reseptor spesifik (2,3,13,21).
Interleukin – 1 reseptor antagonis (IL-1 Ra) dapat berada intra sel (icIL-Ra) atau disekresi keluar sel (sIL-1 Ra). Kedua IL-1 Ra ini dapat memblok efek IL-1 dengan menepati reseptor IL-1 (IL-1 R), sehingga menghilangkan efek biologisnya. Di dalam sel, icIL-1 Ra akan menghambat efek IL-1, sehingga kekurangan IL-1 Ra menyebabkan hambatan IL-1 tidak terjadi, dan proses peradangan akan berlanjut (1,8,13).
Dalam proses peradangan sitokin mempunyai peranan baik dalam peradangan akut dan kemungkinan untuk terjadinya perangan kronik. Keseimbangan antara sitokin dan inhibitornya penting dalam proses peradangan. Kekurangan sitokin inhibitor akan menyebabkan proses peradangan akan terus berlangsung manjadi kronis (1,9,8,31).
William Arend, dari Universitas Colorado Denver, dalam Kongres Asia Pasific League of Association for Rheumatology (APLAR) ke IX di Beijing tahun 2000, menyebutkan bahwa IL-1 Ra mempunyai efek anti-inflamsi. IL_1 Ra digambarkan sebagai molekul sekretoir (sIL-1 Ra) yang efek anti-inflamasinya terjadi di luar sel menlalui pengikatan reseptor IL-1 (10). Rekombinan sIL-1 Ra manusia efektif dalam mengobati beberapa binatang percobaan yang menderita penyakit inflamasi akut dan kronik, dan sIL-1 Ra menghentkan perkembangan collagen-induced arthritis dengan perjalanan penyakit yang lebih parah pada tikus secara dini (10,50).
Percobaan klinik telah dilakukan dengan menggunakan sIL-1 Ra dengan injeksi subkutan harian pada pasien-pasien dengan RA dalan suatu penelitian terhadap 472 penderita artritis reumatoid aktif, penelitian – penelitian selanjutnya sedang dilakukan (38).

Populasi dan Metode penelitian
Penelitian dirancang sebagai suatu studi observasional, cross-sectional. Penelitian dilaksanakan di Poliklinik Reumatologi RS. Dr. Wahidin Sudirohusodo, Makassar. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Juni 2002 – Desember 2002.
Terkumpul sebanyak 69 subyek penelitian, dikelompokkan ke dalam 3 kelompok, 25 pasien dengan artritis gout akut, 24 pasien dengan fase intercritikal (tofus), dan 20 orang subyek normal. Diagnosis artritis gout dan fase interkritikal ditegakkan berdasarkan kriteria diagnostik dai Americam College of Rheumatology (ACR). Semua sampel penelitian memenuhi kriteria inklusi dan tidak termasuk dalam kriteria ekslusi. Kriteria inklusi adalah laki-laki usia 25-75 tahun. Kriteria ekslusi adalah, kelianan fungsi ginjal (kreatinin > 1,4 mg/dl), gula darah puasa > 126 mg%, riwayat trauma fisik, tidak sementara menggunakan obat NSAID dan kolkisisn, TBC paru aktif, serangan asma bronkial, irritable bowel syndrome, artritis reumatoid dan osretoartritis.
Pengukuran kadar IL-1 dan IL-1 Ra adalah pengukuran kadar IL-1 β (sIL-1 betha) dan IL-1 Ra (sIL-1 Ra) dalam serum dengan metode ELISA menggunakan alat Rider 530.

HASIL PENELITIAN
Kadar IL-1 β positif pada 10 subyek, dan negatif pada 39 subyek. Terdapat 2 ( 9,5%) subyek positif pada kelompok artritis gout akut, dan 8 (33,3%) subyek positif pada kelompok interkritikal/ kronis. Secara statistik tidak ada hubungan bermakna antara kadar IL-1 β dengan keadaan klinis artritis gout akut (p> 0,05) (tabel-1).

Tabel – 1. Hubungan antara kadar IL-1 β dengan keadaan klinis Artritis gout.

Kelompok IL – 1 β Total
Positif Negatif
Akut 2 19 21
Interkritikal 8 16 24
Total 10 35 49
P=0,78

Hanya 1 (4,8%) subyek kadar IL-1 Ra positif pada artritis gout akut, dan 4 (16,7%) subyek pada gout interkritikal/ kronik. Secara statistik tidak menunjukkan hubungan bermakna. (tabel-2).

Tabel – 2. Hubungan antara kadar IL-1 Ra dengan keadaan klinis Artritis gout.

Groups IL – 1 Ra Total
Positive Negative
Acute 1 20 21
Intercritical 4 20 24
Total 5 40 45
P=0,352

Rata-rata kadar asam urat dengan klinis artritis gout akut dan interkritikal/ kronik, dan subyek normal berturut-turut 8,8 + 1,4 mg/dl , 10,2 + 1,9 mg/dl dan 6,1 + 0,6 mg/dl (tabel-3).

Tabel – 3 Kadar rata-rata asam urat pada semua subyek penelitian

Gout akut Gout Interkritikal Normal
Mean 8,8 10,2 6,1
Standar Deviasi 1,4 1,9 0,6


Tabel – 4 menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara tofus dengan kadar IL-1 β (p<0,05) dimana dari 65 subyek penelitian sebanya 7 subyek memiliki tofus. Pada kelompok yang memiliki tofus ini 3 subyek memperlihatkan IL-1 B positif dan sebanyak 5 subyek memperlihatkan IL-1 β positif dan 53 subyek menunjukkan IL-1 β negatif


Tabel – 4. Hubungan antara Tofus dengan kadar IL-1 β.

Kelompok T o f u s Total
Positif Negatif
IL-1 β Positif 3 5 5
IL-1 β Negatif 4 53 60
Total 7 58 65
Fisher Exact test p=0,034

Berbeda dengan IL-1 β, kadar IL-1 Ra dengan tofus pada tabel 5 menunjukkan hubungan yang tidak bermakna, dimana dari 65 subyek penelitian, sebanyak 7 subyek mempunyai tofus dan kelompok yang mempunyai tofus sebanyak ini sebanyak 2 subyek memperlihatkan IL-1 Ra positif dan sebanyak 5 subyek memperlihatkan IL-1 Ra negatif. Pada 58 subyek yang tidak memiliki tofus sebanyak 3 subyek menunjukkan IL-1Ra positif dan sebanyak 55 subyek menunjukkan IL-1 Ra negatif (p>0,05).

Tabel – 5. Hubungan antara Tofus dengan kadar IL-1 Ra.

Kelompok T o f u s Total
Positif Negatif
IL-1 Ra Positif 2 3 5
IL-1 Ra Negatif 5 55 60
Total 7 58 65

Fisher Exact test p=0,086



Diskusi

Pada penelitian ini menunjukkan adanya hubungan bermakna secara statistik antara kadar asam urat dengan klinis artritis gout akut (8,8 mg/dl). Nilai ini lebih rendah kadar asam urat pada kelompok interkritikal yaitu 10,2 mg/dl. Hal ini menunjukkan bahwa asam urat tidak selalu merupakan faktor utama yang dapat mencetuskan terjadinya serangan artritis gout akut.
Sarjana Moll JMH, agak meragukan pengaruh langsung asam urat dalam menimbulkan serangan akut. Beberapa alasan yang dikemukakan : (5,28,31,46)
1. Kadar asam urat plasma tidak lebih tinggi selama serangan akut
2. Kolkisin secara cepat menyembuhkan serangan gout akut tanpa mempengaruhi kadar asam urat.
3. Beberapa orang mempunyai kadar asam urat yang tinggi tanpa berkembang menjadi artritis gout.

Walaupun demikian sudah diterima bahwa kristal asam urat, dalam banyak hal terlihat pada timbulnya serangan akut. Beberapa bukti yang mendukung hal ini : (28)
1. Kristal urat ditemukan pada cairan sendi selama serangan akut gout
2. Injeksi kristal intra-artikuler menyebabkan sinovitis akut baik pada hewan percobaan maupun manusia
3. Gout yang timbul harus diawali hiperuricemia sebelumnya.

Matsukawa (26) di Jepang, melakukan analisa cairan sendi pada kelinci dengan diinduksi kristal MSU, hasilnya dilaporkan terjadi peningkatan kadar IL-1 β, TNF alpha , IL-8 dan IL-1 Ra . Chapman (6) melaporkan terjadinya peningkatan IL-1 dan TNF alpha oleh monosit setalah diinkubasi dengan kristal MSU. Peichl (33) melaporkan aktivasi monosit – makropfag dan sinoviosit oleh MSU menghasilkan kadar yang tinggi dari sitokin proinflamasi seperti IL-1 dan TNF alpha, IL-1 β dan IL-1 Ra merupakan mediator utama di dalam sendi (30,46).
Dalam penelitian ini diukur kadar IL-1 β dan IL-1 Ra serum bukan cairan sendi dari subyek penelitian. Hasil menunjukkan tidak adanya hubungan bermakna antara kadar IL-1 beta dan IL-1 Ra serum dengan klinis artritis gout (tabel 1, dan 3). Disini kami menyimpulkan bahwa IL-1 β dan IL-1 Ra tidak berperan secara sistemik pada artritis gout akut maupun pada gout kronik, mungkin hanya berperan lokal pada sendi. Berbeda dengan artritis reumatoid, kadar IL-1 dan TNF alfa ditemukan tinggi baik dalam cairan sinovium maupun serum (10,37). Penelitian sama yang dilaporkan oleh Guerne PA (18), yang memperlihatkan bahwa IL-1 berperan lokal pada tempat inflamasi sedangkan IL-6 berperan dalam sirkulasi.
Terkeltaub RA (46) menyatakan bahwa manifestasi sistemik artritis gout akut diakibatkan oleh pelepasan IL-1, TNF alfa, IL-8 dan IL-6 ke dalam sirkulasi. Namun hingga kini belum diketahui mediator inflamasi mana yang paling berperan dalam reaksi sistemik ini. Sitokin ini meningkatkan pertumbuhan dan diferensiasi limfosit T serta limfosit B, juga meningkatkan sintesis protein fase akut. Penelitian lain yang dilakukan oleh Cartmell T, dkk (6) berpendapat bahwa IL-6 yang ada di sirkulasi ini berasal dari tempat inflamsi, karena 10 menit setelah injeksi IL-6 ke dalam kantong, IL-6 dapat dideteksi pada plasma dengan menggunakan ELISA.
Hiperurisemia juga akan bermanifestasi klinis sebagai tofus, keadaan hiperurisemia yang berkepanjangan menyebabkan akumulasi dan deposit kristal pada sendi, tulang, jaringan lunak atau rawan sendi. Pada penelitian ini secara statistik memperlihatkan adanya kaitan antara jumlah sampel penelitian yang memiliki tofus dengan kadar IL-1 β dan IL-1 Ra serum (tabel 1 dan 2). Secara teori tofus merupakan faktor predisposisi serangan akut, karena aktivasi mediator radang dapat berasal dari mikrotofi sinivial yang sudah ada sebelumnya atau dari pembentukan kristal MSU baru (31,46). Hingga kini belum ada penelitian menyangkut efek tofus terhadap aktivasi mediator inflamasi. Penelitian yang berkaitan dengan itu adalah studi tentang aktivasi endotel melalui injeksi IL-1 dan TNF alfa ke dalam kulit yang merangsang respon inflamasi subakut dan emigrasi leukosit secar in vitro. Injeksi kristal MSU ke dalam kulit manusia juga menyebabkan reaksi eritematosus yang mencapai maksimal dalam 24 jam dan kemudian hilang dengan sendirinya. Penelitian-penelitian tersebut merupakan model bagaimana aktivasi endotel dan penarikan leukosit pada jaringan lunak berhubungan dengan perjalanan penyakit (durasi) inflamasi yang diinduksi oleh kristal MSU (22). Bagaimana hubungan antara reaksi inflamasi yang ditimbulkan oleh deposit kristal MSU pada jaringan lunak sendi (tofus) masih memerlukan penelitian lebih lanjut.
Pada penelitian ini dinilai pula hubungan anatara IL-1 β dan IL-1 Ra dengan rata-rata umur, serta kadar urat sampel penelitian, secara statistik tidak didapatkan hubungan bermakna

KESIMPULAN
Pada penelitian ini tidak ditemukan hubungan bermakna antara IL-1 dan IL-1 Ra pada penderita artritis gout. Dapat disimpulkan bahwa peranan IL-1 dan IL-1 Ra hanya terdapat peninggian pada cairan sinovial pada sendi yang mengalami peradangan, sedangakan secara sistemik tidak terjadi peningkatan kadar IL-1 dan IL-1 Ra. Hal ini telah dibuktikan pada penelitian ini.

Saran-saran
Penelitian ini hanyalah langkah awal dalam memahami fenomena-fenomena menarik dari arthritis gout yang belum sepenuhnya dipahami. Perlu dilakukan penelitian – penelitian lain untuk menjawab pertanyaan – pertanyaan baru yang timbul dari penelitian ini, antara lain :
1. Mediator sistemik utama apa yang penting pada arthritis gout akut?
2. Sampai seberapa jauh keberadaan tofus mempengaruhi respon inflamasi akut pada arthritis gout ?
3. Bagaimana mekanisme asam urat serum yang tinggi mempengaruhi respon inflamasi ?













Refferences :

1. Aren WP, Guthride CJ : Biological Role of Interleukin-1 Receptor Antagonist Isoforms. Ann Rheum. Dis, 59 (suppl 1), 2000 : 160-164
2. Arend WP, Malyak M, Gutheridge CJ, Gabay C : Interleukin-1 Receptor Antagonist : Role of Biology. Annu. Rev. Immunol., 16, 1998 : 27-55
3. Arend WP, Malyak M, Smith MF, Whisenand TD, Slack JL, Giri JG, Dower SK : Binding of IL-1 alpha, IL-1 beta and IL-1 Receptor Antagonist by Soluble IL-1 Receptor and Levels of Soluble IL01 Receptor in Synovial Fluid, J Immunol, 153, 1994 : 4766-74
4. Becker MA : Clinical Gout and Pathogenesis of Hyperuricemia. In Arthritis and Allied Condition, a Textbook of Rheumatology, 14th ed. Edited by Koopman WJ, Vol.2, Lippincott Williams & Wilkins Co.,Philadelphia, Baltimore, New York : 2281-2313, 1995
5. Cartmell T, Poole S, Turnbull AV, Rothwell NJ, Luheshi GN : Circulating Interleukin-6 Mediates the Febrile Response to Localised Inflammation in Rats, J.Physiol.,526.3,2000 : 653-61
6. Chapman PT, Yarwood H, et al : Endothelial Activation in Monosodium Urate Monohydrat Crystal-Induced Inflammation : in Vitro and in Vivo Studies on the Roles of Tumor Necrosis Factor Alpha and Interleukin – 1, Arthritis Rheum, 40(5), 1997 : 955-65
7. Chomarat P, Vannier E et al : Balance of IL-1 Receptor Antagonist/ IL-1 Beta in Rheumatoid Synovium and Its Regulation by IL-4 and IL-10, J Immunol, 1995 : 1432-9
8. Choy EHS, Panayi GS : Cytokine Pathway and Joint Inflammation in Rheumatoid Arthritis, NEJM, 334, 2001 : 907-16
9. Dequeker J, Khan MA. The 9th Asia Pacific League of Association for Rheumatology (APLAR) Congress. Beijing, May 21-26, 2000
10. Dinarello CA, Wolff SM : The Role of Interleukin-1 in Disease. NEJM, 328, 1993 : 106-13
11. Guerne PA, Zuraw BL, Vaughan JH, Carson DA, Lotz M : Synovium as a source of Interleukin – 6 in vitro. Contribution to Local and Systemic Manifestations of Arthritis, J. Clin.Invest,83,1989 : 585-92
12. Horai R, Saijo S, Tanioka H e al : Development of Chronic Inflammatory Arthropaty Resembling Rheumatoid Arthritis in Interleukin-1 Receptor Antagonist – deficient Mice. J Exp Med, 191(2),2000 : 313-20
13. Haskard DO, Landis RC : Interaction Between Leukocytes and Endothelial Cell in Gout : Lessons from a Self-Limiting Inflammation Response, Arthritis Res., 4,2002:S91-S97
14. Kasjmir Y I : Diagnosis dan Penatalaksanaan Arthropati Kristal. Dalam Temu Ilmiah Reumatologi 1999, Editor Setiyohadi B, Kasjmir Y I, Jakarta : 62-66,1999

15. Matsukawa A, Yoshimura T, Maeda T, Takahashi T, Ohkawara S, Yoshinaga M : Analysis of the Cytokine Network among TNF alpha, IL-1 beta, IL-8 and IL-1 Receptor Antagonist in Monosodium Urate Crystal-Induced Rabbit Arthritis. J Lab Invest, 78(5),1998 : 559-69
16. Moll JMH : Crystal Deposition Disorders In Rheumatology in Clinical Practice, Blackwell Scientific Publication, Oxford, 375-84, 1987
17. Palmer G, Guerne PA, et al : Production of Interleukin-1 Receptor Antagonist by Human Articular Chondrocyte, Arthritis Res,4(3),2002 : 226-31
18. Pascual E : Management of Gout. Rheumatology,38,1999:912-6
19. Peichl P : Uric Acid Crystals and Chemotactic Cytokine – Pathogenesis of Acute Gout Attack, Wien Med Wochenschr,147(16),1997:373-4
20. Pouliot M, James MJ, Mc Coll JS, Naccache PH, Cleland LG : Monosodium Urate Microcrystals Induced Cyclooxygenase-2 in Human Monocytes. Blood,91, 1998:1769-76
21. Putra TR. Faktor Genetik Pada Hyperurisemia Primer. Dalam KONAS VII IRA, Surabaya, 2001
22. Reginato AJ : Gout and Other Crystal Arthropathies. In Harrison’s Principles of Internal Medicine, 15th ed. Editors : Fauci AS, Braunwald E, Isselbacher KJ, et al., McGraw-Hill Co.,New York: 1994-98,2001
23. Schiff MH : Role of Interleukin – 1 and Interleukin – 1 Receptor Antagonist in the Mediation Rheumatoid Arthritis. Ann.Rheum.Dis.,59(suppl 1),2000:i103-18
24. Setiyohadi B : Hiperurisemia dan Gout. Dalam Pertemuan Ilmiah Tahunan Ilmu Penyakit Dalam 1999, Editor : Sudoyo AW, Setiati S, Alwi I, Bawazier LA, Mansjoer A, Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta : 149-58,1999
25. Snaith ML : ABC of Rheumatology : Gout, Hyperuricemia, and Ceystal Arthritis. BMJ,310,1995:521-524
26. Tehupeiory E S. Asam Urat dan Beberapa Masalah Klinik. Dalam KONAS VII IRA, Surabaya, 2001
27. Tehupeiory ES. Gouty Arthritis and Uric Acid Distribution in Several Ethnic Groups in Ujung Pandang. A Dissertation submitted as a part of DOCTOR degree in Medical Science, Graduate Studies Programme, Hasanuddin University, Makassar, Indonesia, 1992
28. Terkeltaub R : Pathogenesis and Treatment of Crystal Induced Inflammation. In Arthritis and Allied Condition, a Textbook of Rheumatology, 14th ed. Edited by Koopman WJ, Vol.2, Lippincott Williams & Wilkins Co., Philadelphia, Baltimore, New York : 2281-2313, 1995
29. Va de Loo AA, Arntz OJ, Bakker AC, Van den Berg : Role of Interleukin – 1 in Antigen – Induced Exacerbation of Murine Arthritis. Am J Parth, 146, 1995, 239-49

No comments:

Post a Comment