Tuesday, November 17, 2009

Biomekanik Fraktur Pada Tulang Panjang

Biomekanik tulang telah diteliti dan dipresentasikan oleh beberapa penulis. Seperti dinyatakan sebelumnya, jaringan tulang bisa resisten terhadap kekuatan tekanan dengan tetap mengekalkan dengan baik kekuatan tulang tersebut. Pada dasarnya, kebanyakan tulang adalah kuat tapi pada beberapa tulang yang lemah akan mengendap “brittle crystals”(tofus). Pada sudut penelitian material sains, hal ini menghasilkan suatu komposit yang secara umumnya lebih kuat per unit berat dari sampel asli dari substansi individu. Dua faktor penting untuk menerangkan bahan material, yaitu : kekuatan dan kekakuan. Untuk memahami faktor-faktor ini, seseorang harus mempelajari bahan material ini dari awalnya. Bahan material tulang ini telah diteliti dengan sampel kecil dengan ukuran panjang, lebar, dan kedalaman standard tanpa melihat structural geometri secara keseluruhannya. Sampel tulang ini diuji pada stress atau tekanan dari luar.(1)

Negara Indonesia merupakan negara berkembang yang berada dalam taraf halusinasi menuju industrialisasi tentunya akan mempengaruhi peningkatan mobilisasi masyarakat /mobilitas masyarakat yang meningkat otomatisasi terjadi peningkatan penggunaan alat-alat transportasi /kendaraan bermotor khususnya bagi masyarakat yang tinggal diperkotaan. Sehingga menambah “kesemrawutan” arus lalu lintas. Arus lalu lintas yang tidak teratur dapat meningkatkan kecenderungan terjadinya kecelakaan kendaraan bermotor. Kecelakaan tersebut sering kali menyebabkan cidera tulang atau disebut fraktur. 2
Penanganan segera pada klien yang dicurigai terjadinya fraktur adalah dengan mengimobilisasi bagian fraktur adalah salah satu metode mobilisasi fraktur adalah fiksasi Interna melalui operasi Orif. Penanganan tersebut dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi. Komplikasi umumnya oleh akibat tiga fraktur utama yaitu penekanan lokal, traksi yang berlebihan dan infeksi.2
Untuk menghilangkan tekanan/beban yang tidak seimbang pada tulang perlu dilakukan perbaikan pada semua hal yang berkaitan dengan biomekanik termasuk cara berjalan, bekerja, bergerak, berolah raga, duduk, tidur, dan sebagainya.
Dengan cara memperbaiki biomekanik sedemikian rupa, tekanan pada tulang akan merata pada seluruh permukaan tulang. Apabila masalahnya adalah adanya kelainan atau perubahan bentuk, maka kesalahan tersebut harus diperbaiki dengan tindakan operasi.
DEFINISI
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, Arif, et al, 2000). Sedangkan menurut Linda Juall C. dalam buku Nursing Care Plans and Documentation menyebutkan bahwa fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang. Sedangkan menurut Prof. Chairuddin Rasjad, MD, Ph.D, fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun yang parsial. Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu sendiri, dan jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap. (Price and Wilson, 1995 : 1183)2,3
Tulang Panjang adalah tulang yang panjang berbentuk silinder dimana ujungnya bundar dan sering menahan beban berat (Ignatavicius, Donna. D, 1995). Tulang panjang terdiri atas epifisis, tulang rawan, diafisis, periosteum, dan medula tulang. Epifisis (ujung tulang) merupakan tempat menempelnya tendon dan mempengaruhi kestabilan sendi. Tulang rawan menutupi seluruh sisi dari ujung tulang dan mempermudah pergerakan, karena tulang rawan sisinya halus dan licin. Diafisis adalah bagian utama dari tulang panjang yang memberikan struktural tulang. Metafisis merupakan bagian yang melebar dari tulang panjang antara epifisis dan diafisis. Metafisis ini merupakan daerah pertumbuhan tulang selama masa pertumbuhan. Periosteum merupakan penutup tulang sedang rongga medula (marrow) adalah pusat dari diafisis.

ETIOLOGI
Untuk mengetahui mengapa dan bagaimana tulang mengalami kepatahan, kita harus mengetahui keadaan fisik tulang dan keadaan trauma yang dapat menyebabkan tulang patah. Tulang kortikal mempunyai struktur yang dapat menahan kompresi dan tekanan memuntir (shearing). Kebanyakan fraktur terjadi karena kegagalan tulang menahan tekanan terutama tekanan membengkok, memutar dan tarikan.
1) Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan. Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah melintang atau miring. Fraktur dapat bersifat komunitif dan jaringan lunak ikut mengalami kerusakan.
2) Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan. Pada fraktur jenis ini biasanya jaringan lunak tetap utuh.
3) Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.
Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.
(Oswari E, 1993)
Tekanan pada tulang dapat berupa :
• Tekanan berputar yang menyebabkan fraktur bersifat spiral atau oblik
• Tekanan membengkok yang menyebabkan fraktur transversal
• Tekanan sepanjang aksis tulang yang dapat menyebabkan fraktur impaksi, dislokasi atau fraktur dislokasi
• Fraktur oleh karena remuk
• Trauma karena tarikan pada ligament atau tendo akan menarik sebagian tulang

EPIDEMIOLOGI
Berdasarkan data dari rekam medik RS Fatmawati di ruang Orthopedi periode Januari 2005 s/d Juli 2005 berjumlah 323 yang mengalami gangguan muskuloskletel, termasuk yang mengalami fraktur Tibia Fibula berjumlah 31 orang (5,59%).
Fraktur radius ulna yang paling sering terjadi adalah fraktur radius ulna pars sepertiga distal. Fraktur ini mencakup 14% dari kasus fraktur tulang panjang yang muncul (Harasen, 2003b). Tipe fraktur radius ulna meliputi fraktur radius, fraktur ulna atau keduanya (Brinker, 1965). Penyebab paling umum dari fraktur ini adalah trauma saat jatuh atau tertabrak kendaraan bermotor (Degner, 2004).
Kebanyakan fraktur ekstremitas depan merupakan fraktur displasia dan tidak stabil. Pemeriksaan fisik merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan untuk menentukan level fraktur. Kemungkinan bahwa fraktur tersebut merupakan fraktur terbuka atau tertutup juga harus diperhatikan, karena open fracture sering terjadi pada fraktur pars distalis. Pemeriksaan radiologi mutlak dilakukan untuk menentukan penanganan selanjutnya dan prognosis dari fraktur tersebut (Nunamaker, 1985).

KLASIFIKASI FRAKTUR
Klasifikasi Etiologis :
• Fraktur traumatik terjadi karena trauma yang tiba – tiba
• Fraktur patologis terjadi karena kelemahan tulang sebelumnya akibat kelainan patologis di dalam tulang. Fraktur ini terjadi akibat adanya kelainan atau penyakit yang menyebabkan kelemahan pada tulang. Fraktur patologis dapat terjadi secara spontan atau akibat trauma ringan.
• Fraktur stress terjadi karena adannya trauma yang terus menerus pada suatu tempat tertentu atau stress yang kecil dan berulang-ulang pada daerah tulang yang menopang berat badan. Fraktur stress jarang sekali ditemukan pada anggota gerak atas.
Klasifikasi Klinis :
• Fraktur tertutup (simple fracture) adalah suatu fraktur yang tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar.
• Fraktur terbuka (compound fracture) adalah fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar sehingga terjadi kontaminasi bakteri sehingga timbul komplikasi berupa infeksi.
Luka pada kulit yang dapat berupa tusukan tulang yang tajam keluar menembus kulit (from within) atau dari luar oleh karena tertembus misalnya oleh karena peluru atau trauma langsung (from without).
Fraktur terbuka merupakan suatu keadaan darurat yang memerlukan penanganan terstandar untuk mengurangi resiko infeksi. Selain untuk mencegah infeksi juga diharapkan terjadi penyembuhan fraktur dan restorasi fungsi anggota gerak.
• Fraktur dengan komplikasi (complicated fracture) adalah fraktur yang disertai dengan komplikasi misalnya malunion, delayed union, nonunion, infeksi tulang
Klasifikasi Radiologis :
Klasifikasi ini berdasarkan atas :
1. Lokalisasi
Diafisial
Metafisial
Intra-artikuler
Fraktur dengan dislokasi
Gambar 1 (Klasifikasi Fraktur Menurut Lokalisasi)
2. Konfigurasi
Fraktur transversal, Fraktur oblik, Fraktur spiral, Fraktur kupu – kupu, Fraktur segmental dan Fraktur komunitif (fraktur lebih dari dua fragmen)
Gambar 2 ( Klasifikasi Fraktur Menurut Konfigurasi)
3. Menurut Ekstensi
Fraktur total, Fraktur tidak total, Fraktur buckle atau torus, Fraktur garis rambut, dan Fraktur green stick
4. Menurut hubungan antar fragmen dengan fragmen lainnya
Tidak bergeser (undisplaced)
Bergeser (displaced), dapat terjadi dalam 6 cara: bersampingan, angulasi, rotasi, distraksi, over-riding dan impeksi.
Gambar 3 (Klasifikasi Fraktur Berdasarkan Hubungan Antar Fragmen Tulang)
GAMBARAN KLINIS FRAKTUR
Biasanya penderita datang dengan suatu trauma (Traumatik Fraktur),baik yang hebat maupun trauma ringan dan diikuti dengan ketidak mampuan untuk menggunakan anggota gerak. Anamnesis harus dilakukan dengan cermat, karena fraktur tidak selamanya terjadi di daerah trauma dan mungkin fraktur terjadi pada daerah lain. Trauma dapat terjadi karena kecelakaan lalu lintas,jatuh dari ketinggian atau jatuh dari kamr mandi pada orang tua, pnganiyayaan, tertimpa benda berat,kecelakaan pada pekerja oleh karena mesin atau karena trauma olah raga. Penderita biasanya datang karena adanya nyeri, pembengkakan, gangguan fungsi anggota gerak, deformitas, kelainan gerak, krepitasi atau datang dengan gejala-gejala lain.
ANATOMI DAN FISIOLOGI
Perbedaan anatomi tulang pada anak terdapat lempeng epifisis yang merupakan tulang rawan pertumbuhan. Periostium sangat tebal dan kuat dan menghasilkan kalis yang cepat dan lebih besar dari pada orang dewasa.
Pebedaan biomekanik terdiri atas :
a. Struktur Tulang
Tulang sangat bermacam-macam baik dalam bentuk ataupun ukuran, tapi mereka masih punya struktur yang sama. Lapisan yang paling luar disebut Periosteum dimana terdapat pembuluh darah dan saraf. Lapisan dibawah periosteum mengikat tulang dengan benang kolagen disebut benang sharpey, yang masuk ke tulang disebut korteks. Karena itu korteks sifatnya keras dan tebal sehingga disebut tulang kompak. Korteks tersusun solid dan sangat kuat yang disusun dalam unit struktural yang disebut Sistem Haversian. Tiap sistem terdiri atas kanal utama yang disebut Kanal Haversian. Lapisan melingkar dari matriks tulang disebut Lamellae, ruangan sempit antara lamellae disebut Lakunae (didalamnya terdapat osteosit) dan Kanalikuli. Tiap sistem kelihatan seperti lingkaran yang menyatu. Kanal Haversian terdapat sepanjang tulang panjang dan di dalamnya terdapat pembuluh darah dan saraf yang masuk ke tulang melalui Kanal Volkman. Pembuluh darah inilah yang mengangkut nutrisi untuk tulang dan membuang sisa metabolisme keluar tulang. Lapisan tengah tulang merupakan akhir dari sistem Haversian, yang didalamnya terdapat Trabekulae (batang) dari tulang.Trabekulae ini terlihat seperti spon tapi kuat sehingga disebut Tulang Spon yang didalam nya terdapat bone marrow yang membentuk sel-sel darah merah. Bone Marrow ini terdiri atas dua macam yaitu bone marrow merah yang memproduksi sel darah merah melalui proses hematopoiesis dan bone marrow kuning yang terdiri atas sel-sel lemak dimana jika dalam proses fraktur bisa menyebabkan Fat Embolism Syndrom (FES).
Tulang terdiri dari tiga sel yaitu osteoblast, osteosit, dan osteoklast. Osteoblast merupakan sel pembentuk tulang yang berada di bawah tulang baru. Osteosit adalah osteoblast yang ada pada matriks. Sedangkan osteoklast adalah sel penghancur tulang dengan menyerap kembali sel tulang yang rusak maupun yang tua. Sel tulang ini diikat oleh elemen-elemen ekstra seluler yang disebut matriks. Matriks ini dibentuk oleh benang kolagen, protein, karbohidrat, mineral, dan substansi dasar (gelatin) yang berfungsi sebagai media dalam difusi nutrisi, oksigen, dan sampah metabolisme antara tulang daengan pembuluh darah. Selain itu, didalamnya terkandung garam kalsium organik (kalsium dan fosfat) yang menyebabkan tulang keras.sedangkan aliran darah dalam tulang antara 200 – 400 ml/ menit melalui proses vaskularisasi tulang (Black,J.M,et al,1993 dan Ignatavicius, Donna. D,1995).
b Tulang Panjang
Adalah tulang yang panjang berbentuk silinder dimana ujungnya bundar dan sering menahan beban berat (Ignatavicius, Donna. D, 1995). Tulang panjang terdiriatas epifisis, tulang rawan, diafisis, periosteum, dan medula tulang. Epifisis (ujung tulang) merupakan tempat menempelnya tendon dan mempengaruhi kestabilan sendi. Tulang rawan menutupi seluruh sisi dari ujung tulang dan mempermudah pergerakan, karena tulang rawan sisinya halus dan licin. Diafisis adalah bagian utama dari tulang panjang yang memberikan struktural tulang. Metafisis merupakan bagian yang melebar dari tulang panjang antara epifisis dan diafisis. Metafisis ini merupakan daerah pertumbuhan tulang selama masa pertumbuhan. Periosteum merupakan penutup tulang sedang rongga medula (marrow) adalah pusat dari diafisis (Black, J.M, et al, 1993).

PATOFISIOLOGI
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk menahan tekanan (Apley, A. Graham, 1993). Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang (Carpnito, Lynda Juall, 1995). Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya (Black, J.M, et al, 1993).
Struktur tulang berubah sangat lambat terutama setelah periode tulang berakhir. Setelah fase ini perubahan tulang lebih banyak terjadi dalam bentuk perubahan mikroskopik akibat aktivitas fisiologis tulang sebagai suatu organ biokimia utama tulang.
Komposisi tulang terdiri atas :
Substansi organik : 35%
Substansi inorganik : 45%
Air : 20%
Substansi organik terdiri atas sel-sel tulang serta substansi organik intraseluler atau matriks kolagen dan merupakan bagian terbesar dari matriks (90%), sedangkan sisanya adalah asam hialuronat dan kondroitin asam sulfur. Substansi inorganic terutama terdiri atas kalsium dan fosfor dan sisanya adalah magnesium, sodium, hidroksil, karbonat dan flourida. Enzim tulang adalah alkali fosfatase yang diproduksi oleh osteoblas yang kemungkinan besar mempunyai peranan yang penting dalam produksi organ matriks sebelum terjadi kalsifikasi.

FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI FRAKTUR
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur :
1) Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.
2) Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas, kelelahan, dan kepadatan atau kekerasan tulang.
( Ignatavicius, Donna D, 1995 )
PENATALAKSANAAN
Terapi fraktur diperlukan konsep ”empat R” yaitu : rekognisi, reduksi/reposisi, terensi/fiksasi, dan rehabilitasi.
1. Rekognisi atau pengenalan adalah dengan melakukan berbagai diagnosa yang benar sehingga akan membantu dalam penanganan fraktur karena perencanaan terapinya dapat dipersiapkan lebih sempurna.
2. Reduksi atau reposisi adalah tindakan mengembailikan fragmen-fragmen fraktur semirip mungkin dengan keadaan atau kedudukan semula atau keadaan letak normal.
3. Retensi atau fiksasi atau imobilisasi adalah tindakan mempertahankan atau menahan fragmen fraktur tersebut selama penyembuhan.
4. Rehabilitasi adalah tindakan dengan maksud agar bagian yang menderita fraktur tersebut dapat kembali normal.
Menurut kumar (1997), prinsip dasar penanganan fraktur adalah aposisi dan immobilisasi serta perawatan setelah operasi yang baik. Pertimbangan-pertimbangan awal saat menangani kasus fraktur adalah menyelamatkan jiwa penderita yang kemungkinan disebabkan oleh banyaknya cairan tubuh yang keluar dan kejadian shock, kemudian baru menormalkan kembali fungsi jaringan yang mengalami kerusakan.
Kriteria penyembuhan fraktur dibagi menjadi 2 yaitu : 1) klinis, meliputi tidak ada pergerakan antar fragmen, tidak ada rasa sakit, ada konduksi yaitu ada kontinuitas tulang; 2) Radiology, meliputi terbentuknya kalus, trabekula tampak sudah menyeberangi garis patahan (Archibald, 1965).
Penyembuhan fraktur merupakan suatu proses biologis yang menakjubkan. Tidak seperti jaringan lainnya, tulang yang mengalami fraktur dapat sembuh tanpa jaringan parut. Proses penyembuhan pada fraktur mulai terjadi segera setelah tulang mengalami kerusakan apabila lingkungan untuk penyembuhan memadai sampai terjadi konsolidasi. Faktor mekanis yang penting seperti imobilisasi fragmen tulang secara fisik sangat penting dalam penyembuhan, selain faktor biologis yang juga merupakan suatu faktor yang sangat esensial dalam penyembuhan fraktur.
Secara rinci proses penyembuhan fraktur dapat dibagi dalam beberapa tahap sebagai berikut :
1. Fase hematoma
Pada mulanya terjadi hematoma dan disertai pembengkakan jaringan lunak, kemudian terjadi organisasi (proliferasi jaringan penyambung muda dalam daerah radang) dan hematoma akan mengempis. Tiap fraktur biasanya disertai putusnya pembuluh darah sehingga terdapat penimbunan darah di sekitar fraktur. Pada ujung tulang yang patah terjadi iskemia sampai beberapa milimeter dari garis patahan yang mengakibatkan matinya osteosit pada daerah fraktur tersebut.
2. Fase proliferatif
Proliferasi sel-sel periosteal dan endoosteal, yang menonjol adalah proliferasi sel-sel lapisan dalam periosteal dekat daerah fraktur. Hematoma terdesak oleh proliferasi ini dan diabsorbsi oleh tubuh. Bersamaan dengan aktivitas sel-sel sub periosteal maka terjadi aktifitas sel-sel dari kanalis medularis dari lapisan endosteum dan dari bone marrow masing-masing fragmen. Proses dari periosteum dan kanalis medularis dari masing-masing fragmen bertemu dalam satu preses yang sama, proses terus berlangsung kedalam dan keluar dari tulang tersebut sehingga menjembatani permukaan fraktur satu sama lain. Pada saat ini mungkin tampak di beberapa tempat pulau-pulau kartilago, yang mungkin banyak sekali,walaupun adanya kartilago ini tidak mutlak dalam penyembuhan tulang. Pada fase ini sudah terjadi pengendapan kalsium.
3. Fase pembentukan callus
Pada fase ini terbentuk fibrous callus dan disini tulang menjadi osteoporotik akibat resorbsi kalsium untuk penyembuhan. Sel-sel osteoblas mengeluarkan matriks intra selluler yang terdiri dari kolagen dan polisakarida, yang segera bersatu dengan garam-garam kalsium, membentuk tulang immature atau young callus, karena proses pembauran tersebut, maka pada akhir stadium ter dapat dua macam callus yaitu didalam disebut internal callus dan diluar disebut external callus.
4. Fase konsolidasi
Pada fase ini callus yang terbentuk mengalami maturisasi lebih lanjut oleh aktivitas osteoblas, callus menjadi tulang yang lebih dewasa (mature) dengan pembentukan lamela-lamela). Pada setadium ini sebenarnya proses penyembuhan sudah lengkap. Pada fase ini terjadi pergantian fibrous callus menjadi primary callus. Pada saat ini sudah mulai diletakkan sehingga sudah tampak jaringan yang radioopaque. Fase ini terjadi sesudah empat minggu, namun pada umur-umur lebih mudah lebih cepat. Secara berangsur-angsur primary bone callus diresorbsi dan diganti dengan second bone callus yang sudah mirip dengan jaringan tulang yang normal.
5. Fase remodeling
Pada fase ini secondary bone callus sudah ditimbuni dengan kalsium yang banyak dan tulang sudah terbentuk dengan baik, serta terjadi pembentukan kembali dari medula tulang. Apabila union sudah lengkap, tulang baru yang terbentuk pada umumnya berlebihan, mengelilingi daerah fraktur di luar maupun didalam kanal, sehingga dapat membentuk kanal medularis. Dengan mengikuti stress/tekanan dan tarik mekanis, misalnya gerakan, kontraksi otot dan sebagainya, maka callus yang sudah mature secara pelan-pelan terhisap kembali dengan kecepatan yang konstan sehingga terbentuk tulang yang sesuai dengan aslinya.

No comments:

Post a Comment