Monday, November 16, 2009

Epilepsi pada Anak dan Penangannya

Pendahuluan
Epilepsi merupakan gangguan susunan saraf pusat (SSP) yang dicirikan oleh terjadinya bangkitan (seizure, fit, attact, spell) yang bersifat spontan (unprovoked) dan berkala. Bangkitan dapat diartikan sebagai modifikasi fungsi otak yang bersifat mendadak dan sepintas, yang berasal dari sekolompok besar sel-sel otak, bersifat singkron dan berirama. Bangkitnya epilepsi terjadi apabila proses eksitasi didalam otak lebih dominan dari pada proses inhibisi. Perubahan-perubahan di dalam eksitasi aferen, disinhibisi, pergeseran konsentrasi ion ekstraselular, voltage-gated ion-channel opening, dan menguatkan sinkroni neuron sangat penting artinya dalam hal inisiasi dan perambatan aktivitas bangkitan epileptik. Aktivitas neuron diatur oleh konsentrasi ion didalam ruang ekstraselular dan intraselular, dan oleh gerakan keluar masuk ion-ion menerobos membran neuron.(1)
Setiap orang punya resiko satu di dalam 50 untuk mendapat epilepsi. Pengguna narkotik dan peminum alkohol punya resiko lebih tinggi. Pengguna narkotik mungkin mendapat seizure pertama karena menggunakan narkotik, tapi selanjutnya mungkin akan terus mendapat seizure walaupun sudah lepas dari narkotik.Di Inggris, satu orang diantara 131 orang menyindap epilepsi. Jadi setidaknya 456000 penyindap epilepsi di Inggris.(2)
Epilepsi dapat menyerang anak-anak, orang dewasa, para orang tua bahkan bayi yang baru lahir. Angka kejadian epilepsi pada pria lebih tinggi dibandingkan pada wanita, yaitu 1-3% penduduk akan menderita epilepsi seumur hidup. Di Amerika Serikat, satu di antara 100 populasi (1%) penduduk terserang epilepsi, dan kurang lebih 2,5 juta di antaranya telah menjalani pengobatan pada lima tahun terakhir. Menurut World Health Organization (WHO) sekira 50 juta penduduk di seluruh dunia mengidap epilepsi (2004 Epilepsy.com).(1)

Definisi
Epilepsi adalah suatu keadaan yang ditandai oleh bangkitan (seizure) berulang sebagai akibat dari adanya gangguan fungsi otak secara intermitten yang disebabkan oleh lepasnya muatan listrik abnormal dan berlebihan din euro-neuron secara paroksismal, didasari oleh berbagai faktor etiologi.
Bangkitan epilepsy adalah manifestasi klinik dari bangkitan serupa (stereotipik), berlangsung secara mendadak dan sementara dengan atau tanpa perubahan kesadaran, disebabkan oleh hiperaktivitas listrik sekelompok sel saraf di otak, bukan disebabkan oleh suatu penyakit otak akut.
Sindrom epilepsy adalah sekumpulan gejala dan tanda klinik epilepsy yang terjadi secara bersama-sama yang berhubungan dengan etiologi, umur, onset, jenis bangkitan, factor pencetus, dan kronisitas. Setelah masa neonatus, penyebab epilepsi mencakup berbagai keadaan yang didapat, kongenital atau bawaan, diantaranya ada yang khas pada anak-anak dan beberapa dapat timbul pertama kali pada berbagai usia. Sindroma epileptik yang spesifik pada anak-anak sangatlah ditentukan oleh umur. Epilepsi yang disebabkan kelainan metabolik herediter atau kelainan genetik biasanya dimulai pada masa kanak-kanak, epilepsi yang disebabkan trauma lahir kadang-kadang timbul pertama kali pada masa dewasa walaupun hal ini tidak biasa dan sebagian kecil kasus epilepsi umum primer dimulai pada usia dewasa. Tumor otak tertentu biasanya terdapat pada anak-anak (misalnya meduloblastoma), lainnya pada orang dewasa (meningioma) dan beberapa penyakit hanya terdapat pada usia lanjut (misalnya demensia presenilis dan penyakit serebrovaskuler). Berbagai keadaan lain terjadi pada anak-anak meupun orang dewasa (misalnya trauma infeksi otak).(3,4)

Epidemiologi
Epilepsi dijumpai pada semua ras di dunia dengan insidensi dan prevalensi yang hampir sama, walaupun beberapa peneliti menemukan angka yang lebih tinggi di negara berkembang. Penderita laki-laki lebih banyak daripada penderita wanita, dan lebih sering dijumpai pada anak pertama(5)
Pada tinjauan lebih dari 30 kasus, rose dkk (1973) menentukan nilai bervariasi antara 150 per 1000 anak pada pulau tropis Guam hingga 1,5 per 1000 pada anak sekolah Jepang. Meskipun penduduk di Eropa dan Amerika Selatan, jumlahnya bervariasi antara 3,2 dan 7,2 per 1000 (Ross dan Pedham, 1983). (6)
Pada penelitian Cooper (1965) dari anak-anak berusia 11 tahun di Inggris, Skotlandia, dan Wales, ada prevalensi dari 7,1 per 1000 ketika epilepsi diartikan sebagai kejang selama setahun belakangan oleh ibu dari anak-anak yang berusia lebih dari 2 tahun dan dikonfirmasikan sebagai epilepsi pada pemeriksaan oleh petugas kesehatan. Di Isle of Wight, Rutter et al (1970) menemukan jumlah 7,2 per 1000 jika seorang anak telah mengalami kejang sejak mulai sekolah dan selama 12 bulan sebelumnya telah mengalami kejang sekali atau anak-anak telah mengkonsumsi antikonvulsan reguler. (6)
Angka kejadian epilepsi masih tinggi terutama di negara berkembang. Berdasarkan asumsi bahwa Indonesia termasuk negara yang sedang berkembang, maka kejadian epilepsi di Indonesia lebih tinggi daripada di negara maju/industri. Dari banyak studi menunjukkan bahwa rata-rata prevalensi aktif 8,2 per 1.000 penduduk, sedangkan angka insidensi epilepsi mencapai 50 per 100.000 penduduk. Bila jumlah penduduk Indonesia berkisar 220 juta, maka diperkirakan jumlah pasien epilepsi yang masih mengalami bangkitan atau membutuhkan pengobatan sekitar 1,8 juta. Berkaitan dengan umur, grafik prevalensi epilepsi menunjukkan pola bimodal. Prevalensi epilepsi pada bayi dan anak-anak cukup tinggi, menurun pada dewasa muda dan pertengahan, kemudian meningkat lagu pada kelompok usia lanjut. (7)

Klasifikasi
Klasifikasi ILAE 1981 untuk jenis bangkitan epilepsy:
1. Bangkitan Parsial
Bangkitan parsial sederhana
1.1.1. Motorik
1.1.2. Sensorik
1.1.3. Otonom
1.1.4. Psikis
Bangkitan parsial kompleks
1.2.1. Bangkitan parsial sederhana yang diikuti dengan gangguan kesadaran
1.2.2. Bangkitan parsial yang disertai gangguan kesadaran saat awal bangkitan
1.3 Bangkitan parsial yang menjadi umum sekunder
1.3.1. Parsial sederhana yang menjadi umum tonik klonik
1.3.2. Parsial kompleks menjadi umum tonik klonik
1.3.3. Parsial sederhana menjadi parsial kompleks kemudian menjadi umum
tonik klonik
2. Bangkitan umum
2.1. Lena (absence)
2.2. Mioklonik
2.3. Klonik
2.4. Tonik
2.5. Tonik-klonik
2.6. Atonik
3. Tak tergolongkan(7)

Etiologi
Etiologi epilepsi dapat dibagi atas 3 kelompok :
• Epilepsi idiopatik yang penyebabnya tidak diketahui meliputi ± 50% dari penderita epilepsi anak umumnya mempunyai predisposisi genetik, awitan biasanya pada usia > 3 tahun. Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan ditemukannya alat – alat diagnostik yang canggih kelompok ini makin kecil
• Epilepsi simptomatik disebabkan oleh kelainan/lesi pada susunan saraf pusat. Misalnya : post trauma kapitis, infeksi susunan saraf pusat (SSP), gangguan metabolik, malformasi otak kongenital, asphyxia neonatorum, lesi desak ruang, gangguan peredaran darah otak, toksik (alkohol,obat), kelainan neurodegeneratif.
• Epilepsi kriptogenik dianggap simtomatik tetapi penyebabnya belum diketahui, termasuk disini adalah sindrom West, sindron Lennox-Gastaut dan epilepsi mioklonik. Gambaran klinik sesuai dengan ensefalopati difus. (5,7,8)

Patofisiologi
Banyak penyelidikan yang telah dilakukan untuk menerangkan tentang masalah kelistrikan epilepsi antara lain oleh Herbert Jasper (Kanada), Lennox dan Gibbs (Amerika) antara tahun 1935 – 1945.Dari penyelidikan tersebut terungkap bahwa bangkitan epilepsi dicetuskan oleh suatu sumber gaya listrik saran di otak yang dinamakan fokus epileptogen, yang biasanya diketahui lokasinya tetapi tak selalu diketahui sifatnya(9)
Otak terdiri dari sekian biliun sel neuron yang satu dengan lainnya saling berhubungan. Pada umumnya hubungan antar neuron terjalin dengan pulsa listrik dan dengan bantuan zat kimia yang secara umum disebut neurotransmitter. Hasil akhir dari komunikasi antar neuron ini tergantung pada fungsi dasar dari neuron tersebut. Dalam keadaan normal lalu lintas pulsa antar neuron berlangsung dengan baik dan lancar. Namun demikian bisa juga terjadi bahwa sebagian dari neuron bereaksi secara abnormal. Hal ini misalnya terjadi apabila mekanisme yang mengatur lalu lintas pulsa antar neuron kacau bila braking system dari otak mengalami gangguan. Antara lain yang berperan dalam mekanisme pengaturan ini adalah neurotransmitter kelompok glutamat (yang mendorong ke arah aktivitas berlebihan : excitatory) dan kelompok GABA (= gamma-aminobutyric acid, yang bersifat menghambat : inhibitory) (8)
Kejang epileptik, apapun jenisnya, selalu disebabkan karena transmisi impuls yang berlebihan di dalam otak yang tidak mengikuti pola yang normal. Terjadi apa yang disebut sinkronisasi daripada impuls. Sinkronisasi bisa terjadi hanya pada sekelompok kecil neuron saja, atau kelompok yang lebih besar, atau malahan meliputi seluruh neuron di otak secara serentak. Lokasi yang berbeda dari kelompok neuron yang ikut dalam proses sinkronisasi ini menimbulkan manifestasi yang berbeda dari serangan epileptiknya : serangan epileptik yang ditimbulkan juga jadi sangat beragam. Bagaimana cara terjadinya sinkronisasi tidak diketahui secara tepat. (8)
Secara teoritis ada dua faktor yang dapat menyebabkan hal ini :
a. Keadaan dimana fungsi jaringan neuron penghambat kurang optimal hingga terjadi pelepasan impuls epileptik secara berlebihan
Fungsi neuron penghambat bisa kurang optimal antara lain bila konsentrasi GABA tidak normal. Otak pasien yang menderita epilepsi ternyata memang mengandung konsentrasi GABA yang rendah. Hambatan oleh GABA dalam bentuk inhibisi potensial postsinaptik (IPSIs = inhibitory post synaptic potentials) adalah lewat reseptor GABAA
Gamma amino butyric acid (GABA). Suatu hipotesa mengatakan bahwa aktivitas epileptik disebabkan oleh hilang atau berkurangnya inhibisi oleh GABA. Zat ini merupakan neurotransmitter inhibitorik utama di otak. Ternyata bahwa sistem GABA ini sama sekali tidak sesederhana seperti yang disangka semula. Riset membuktikan bahwa perubahan pada salah satu komponennya bisa menghasilkan inhibisi tak lengkap yang akan menambah rangsangan. Ada kesan bahwa peran GABA pada absence dan pada epilepsi konvulsif tidak sama. Kini belum ada kesepekatan tentang peran GABA pada epilepsi kronis.
b. Keadaan dimana fungsi jaringan neuron eksitatorik berlebihan hingga terjadi pelepasan impuls epileptik berlebihan juga.
Kemungkinan lain adalah bahwa fungsi jaringan neuron penghambat normal tapi sistim pencetus impuls (eksitatorik) yang terlalu kuat. Keadaan ini bisa ditimbulkan oleh meningkatnya konsentrasi glutamat di otak . sampau berapa jauh peran peningkatan glutamat ini pada orang yang menderita epilepsi belum diketahui secara pasti.
Glutamat sejak lama diakui sebagai zat yang berperan pada sinaps perangsang di korteks dan hipocampus. Hayashi pada tahun 1954 menemukan bahwa aplikasi glutamat topikal akan menimbulkan bangkitan paroksimal seperti pada epilepsi. Kini diketahui bahwa sistem glutamat ini juga terdiri dari beberapa subtip reseptor lagi.
Glycine diperlukan untuk fungsi glutamat sedangkan zinc memblokir pengaruhnya bila diberikan sebelum serangan dimulai. (8)

Gejala

Kejang parsial simplek, dimulai dengan muatan listrik di bagian otak tertentu dan muatan ini tetap terbatas di daerah tersebut. Penderita mengalami sensasi, gerakan atau kelainan psikis yang abnormal,tergantung kepada daerah otak yang terkena. Jika terjadi di bagian otak yang mengendalikan gerakan otot lengan kanan, maka lengan kanan akan bergoyang dan mengalami sentakan; jika terjadi pada lobus temporalis anterior sebelah dalam, maka penderita akan mencium bau yang sangat menyenangkan atau sangat tidak menyenangkan. Pada penderita yang mengalami kelainan psikis bisa mengalami dejavu (merasa pernah megalami perasaan seperti sekarang di masa yang lalu. (10)
Kejang Jacksonian gejalanya dimulai pada satu bagian tubuh tertentu (misalnya tangan atau kaki) dan kemudian menjalar ke anggota gerak, sejalan dengan penyebaran aktivitas listrik di otak. (10)
Kejang parsial (psikomotor) kompleks, dimulai dengan hilangnya kontak penderita dengan lingkungan sekitarnya selama 1-2 menit. Penderita menjadi goyah, menggerakkan lengan dan tungkainya dengan cara yang aneh dan tanpa tujuan, mengeluarkan suara-suara yang tak berarti, tidak mampu memahami apa yang orang lain katakan dan menolak bantuan.
Kebingungan berlangsung selama beberapa menit, dan diikuti dengan penyembuhan total. (10)

Kejang konvulsif (kejang tonik-klonik, grand mal) biasanya dimulai dengan kelainan muatan listrik pada daerah otak yang terbatas. Muatan listrik ini segera menyebar ke daerah otak lainnya dan menyebabkan seluruh daerah mengalami kelainan fungsi. (10)
Epilepsi primer generalisata ditandai dengan muatan listrik abnormal di daerah otak yang luas, yang sejak awal menyebabkan penyebaran kelainan fungsi. Pada kedua jenis epilepsi ini terjadi kejang sebagai reaksi tubuh terhadap muatan yang abnormal. Pada kejang konvulsif, terjadi penurunan kesadaran sementara, kejang otot yang hebat dan sentakan-sentakan di seluruh tubuh, kepala berpaling ke satu sisi, gigi dikatupkan kuat-kuat dan hilangnya pengendalian kandung kemih. Sesudahnya penderita bisa mengalami sakit kepala, linglung sementara dan merasa sangat lelah. Biasanya penderita tidak dapat mengingat apa yang terjadi selama kejang. (10)

Kejang petit mal, dimulai pada masa kanak-kanak, biasanya sebelum usia 5 tahun.
Tidak terjadi kejang dan gejala dramatis lainnya dari grandmal. Penderita hanya menatap, kelopak matanya bergetar atau otot wajahnya berkedut-kedut selama 10-30 detik.
Penderita tidak memberikan respon terhadap sekitarnya tetapi tidak terjatuh, pingsan maupun menyentak-nyentak. (10)

Status epileptikus, merupakan kejang yang paling serius, dimana kejang terjadi terus menerus, tidak berhenti. Kontraksi otot sangat kuat, tidak mampu bernafas sebagaimana mestinya dan muatan listrik didalam otaknya menyebar luas. Jika tidak segera ditangani, bisa terjadi kerusakan jantung dan otak yang menetap dan penderita biasa meninggal. (10)
Spame Infatil adalah serangan berupa fleksi atau ekstensi satu kelompok, akut atau lebih secara mendadak, biasanya terjadi berturutan dan sering disertai dengan teriakan. Satu dari 3.000 anak terkena serangan ini dan 90% diantaranya terjadi antara usia 3-12 bulan. West Syndrom bisa dibedakan menjadi dua jenis yaitu simptomatik dan cryptogenik. Jenis simptomatik disebabkan karena ada kelainan neurologis sebelumnya. Sedangkan jenis cryptogenic tidak diketahui penyebabnya.
Jenis spasmenya adalah berkelompok (kluster) dan dalam satu kluster bisa mencapai 125 spasme. Biasanya gejala timbul setelah bangun tidur. Pada saat terjadi spasme biasanya anak menangis dan spasme ini bisa terus berlangsung
Serangan mungkin dicetuskan oleh bunyi atau penanganan (“handling”) dan dapat terjadi banyak kali sehari. Sering terlihat gambaran EEG yang khas (“hypsarrhythmia”). Pengobatan infantile spasms sampai saat ini belum memuaskan. ACTH diyakini lebih efektif dibandingkan penggunaan kortikosteroid sehingga rekomendasi lini pertama adalah ACTH sedini mungkin. Namun efek samping ACTH harus diwaspadai. Sedangkan melalui penelitian, topiramate cukup efektif untuk monoterapi pada anak di atas 2 tahun. Mortalitas spasme infatil sekitar 25 %, yang 50% lagi diikuti dengan kemunduran atau keterlambatan perkembangan atau gejala sisa neurologis lain dan sekita 50% diantaranya berkembang menjadi epilepsi kronik. Bila kasus-kasus kriptogenik ditangani segera secara serius, prognosis akan lebih baik (4,11)
Sindrom Lennox-Gastaut, istilah ini digunakan untuk sindrom epileptik pada masa kanak-kanak dengan ciri keterbelakangan mental dan serangan kejang disertai corak EEG yang khas berupa gelombang lambat dan paku yang difus. Sindrom lennox-gastaut termasuk dalam bentuk epilepsi general yang simtomatik dengan prevalensi sekitar 2-3% dari seluruh kasus epilepsi. Puncak onset terjadi di usia 3-5 tahun. Secara umum sindrom ini berkaitan dengan tipe kejang yang multipel. Tetapi yang paling khas adalah adanya axial tonic seizure yang menyebabkan cedera. Sedangkan kejang atypical absence , atonic atau drop attack serta kejang mioklonik dan tonik klonik, juga bisa ditemui. Hasil EEG secara umum lambat (< 2 Hz). Biasanya penderita memiliki IQ rendah dan ada kemunduran mental. Serangan pertama kali biasanya terjadi antara usai 1-6 tahun, sering terdapat keterbelakangan mental yang kadang-kadang berat dan pasien hampir selalu mengalami serangan kejang yang parah berupa campuran serangan tonik, lena atipik, atonik dan klonik klasik, sering terjadi setiap hari. Serangan ini sukar diatasi dengan obat antikonvulsan, dan prognosis biasanya buruk. Sindom lennox-gastaut ini dapat terjadi tanpa sebab yang jelas atau dihubungkan dengan berbagai abnormalitas yang ada sebelumnya (mis : anomali perkembangan, kelainan metabolik, dan setelah infeksi otak). Prognosis sindrom ini juga sangat buruk, lebih dari 80% tidak bisa disembuhkan. Untuk mengatasi sindrom ini diperlukan politerapi yaitu kombinasi topiramate, lamotrigine dan valproate. (4,11)

Diagnosis
Ada 3 langkah untuk menuju diagnosis epilepsy, yaitu :
1. Memastikan apakah kejadian yang bersifat paroksisimal menuju bangkitan epilepsi atau bukan epilepsy.
2. Apabila benar terdapat bangkitan epilepsi, maka tentukanlah bangkitan yang ada termasuk jenis bangkitan apa (klasifikasi)
3. Pastikan sindrom epilepsi apa yang ditunjukkan oleh bangkitan tadi, atau epilepsi apa yang diderita oleh pasien dan tentukan etiologinya. (7)
Diagnosis epilepsi ditegakkan atas dasar adanya gejala dan tanda klinik dalam bentuk bangkitan epilepsi berulang (minimum 2 kali) yang ditunjang oleh gambaran epileptiform pada EEG. Secara lengkap urutan pemeriksaan untuk menuju ke diagnosis adalah sbb :
1. Anamnesis
• Pola atau bentuk bangkitan
• Lama bangkitan
• Gejala sebelum, selama dan pasca bangkitan
• Frekuensi bangkitan
• Factor pencetus
• Ada atau tidak adanya penyakit lain yang diderita sekarang
• Usia pada saat terjadinya bangkitan pertama
• Riwayat pada saat dalam kandungan, persalinan dan perkembangan bayi atau anak
• Riwayat terapi epilepsi sebelumnya
• Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga(7)
2. Pemeriksaan fisis umum dan neurologis
Dilakukan pemeriksaan yang meliputi pemeriksaan secara pediatris dan neurologis. Bila perlu dikonsulkan ke bagian mata, THT, hematologi, endokrinologi dan sebagainya. Diperiksa keadaan umum, tanda-tanda vital, kepala, jantung, paru, perut, hati dan limpa, anggota gerak dan sebagainya. Hal yang perlu diperiksa antara lain adanya tanda-tanda dari gangguan yang berhubungan dengan epilepsi, misalnya trauma kepala, infeksi telinga atau sinusitis, gangguan congenital, gangguan neurologic fokal atau difus, kecanduan alcohol atau obat terlarang dan kanker. Pada pemeriksaan neurologis diperhatikan kesadaran, kecakapan, motoris dan mental, tingkah laku, berbagai gejala proses intrakranium, fundus okuli, penglihatan, pendengaran, saraf otak lain, sistem motorik (kelumpuhan, trofik, tonus, gerakan tidak terkendali, koordinasi, ataksia), sistem sensorik (parastesia, hipestesia, anastesia), refleks fisiologis dan patologis. (7,12)
3. Pemeriksaan penunjang:
• Pemeriksaan Elektroensefalografi (EEG)
Merupakan pemeriksaan yang mengukur arus listrik dalam otak. Rekaman EEG sebaiknya dilakukan pada saat bangun, tidur dengan stimulasi fotik, hiperventilasi, stimulasi tertentu sesuai pencetus bangkitan (pada epilepsi refleks).

• Pemeriksaan pencitraan otak
MRI merupakan prosedur pencitraan pilihan untuk epilepsi dengan sensitivitas tinggi dan lebih spesifik dibanding dengan CT Scan. MRI dapat mendeteksi sklerosis hipokampus, disgenesis kortikal, tumor dan hemangioma kavernosa. Pemeriksaan MRI diindikasikan untuk epilepsy yang sangat mungkin memerlukan terapi pembedahan.
• Pemeriksaan laboratorium
o Pemeriksaan darah, meliputi hemoglobin, leukosit, hematokrit, trombosit dan apusan darah tepi, elektrolit, kadar gula, fungsi hati, fungsi ginjal,.
o Pemeriksaan cairan serebrospinal, bila dicurigai adanya infeksi SSP. (7)

Penanganan
Langkah selanjutnya yang diambil setelah diagnosis epilepsi ditegakkan adalah membuat rancangan tatalaksana farmakoterapeutik dengan mempertimbangkan setiap konsekuensi dari masing-masing pilihan terapi. Pada prinsipnya, obat-obat anti epilepsi harus segera diberikan dengan senantiasa memperhatikan apakah pasien juga menderita penyakit yang masih aktif, misalnya tumor cerebri, hematoma subdural kronik, mengidentifikasi hal-hal lain yang harus dilakukan secara bersamaan misalnya operasi tumor otak, pemasangan ventriculo-peritoneal shunt dan sebagainya. Bila ditemukan, kelainan-kelaian ini harus segera diobati. Kadang-kadang dtemukan lesi aktif/progresif yang belum ada obatnya, misalnya penyakit degeneratif. Pada sebagian besar penderita epilepsi, sulit ditentukan adanya lesi (idopatik, kriptogenik) atau lesinya sudah inaktif (sekuele), misalnya sekuele karena trauma lahir dan meningioensefalitis. Dalam hal seperti ini, pengobatan ditujukan terhadap gejala epilepsinya.(5,12)
Penatalaksanaan primer pada penderita epilepsi bertujuan agar kualitas hidup optimal untuk pasien sesuai dengan perjalanan penyakit epilepsi dan disabilitas fisik maupun mental yang dimilikinya dapat tercapai. Tujuan tersebut hanya akan dicapai melalui beberapa upaya yang diolah serta diterapkan secara holistik antara lain adalah menghentikan bangkitan, mengurangi frekuensi bangkitan, mencegah timbulnya efek samping, menurunkan angka kesakitan dan kematian serta mencegah timbulnya efek samping obat anti epilepsi.(5,13)
Prinsip terapi farmakologik pasien epilepsi anak pada umumnya sama dengan prinsip terapi farmakologik pasien dewasa yaitu:
1) Obat-obat anti epilepsi mulai diberikan bila:
• Diagnosis epilepsi telah ditegakkan
• Pasien, terutama keluarga pasien (pada pasien anak) telah menerima penjelasan tentang tujuan pengobatan
• Pasien maupun keluarganya telah diberitahu tentang kemungkinan efek samping obat anti epilepsi yang akan timbul.
2) Terapi dimulai dengan monoterapi.
3) Pemberian obat dimulai dari dosis rendah dan dinaikkan bertahap sampai mencapai dosis efektif.
4) Bila dengan pemberian dosis maksimum obat pertama tidak dapat mengontrol bangkitan, maka perlu ditambahkan obat anti epilepsi kedua. Bila obat anti epilepsy telah mencapai kadar terapi maka obat anti epilepsi pertama diturunkan bertahan (tapering off), perlahan-lahan.
5) Penambahan obat ketiga baru dilakukan setelah terbukti bangkitan tidak dapat diatasi dengan penggunaan dosis maksimal kedua obat anti epilepsi pertama.
6) Pasien dengan bangkitan tunggal direkomendasikan untuk diberi terapi bila:
• Dijumpai fokus epilepsi yang luas pada EEG
• Pada pemeriksaan CT scan atau MRI dijumpai lesi yang berkorelasi dengan bangkitan, misalnya neoplasma otak, AVM, abses otak, ensefalitis herpes
• Pada pemeriksaan neurologik dijumpai kelainan yang mengarah pada adanya kerusakan otak
• Terdapatnya riwayat epilepsi pada saudara sekandung (bukan orang tua)
• Riwayat bangkitan simptomatik
• Riwayat trauma kepala terutama yang disertai penurunan kesadaran, stroke, infeksi SSP
• Bangkitan pertama berupa status epileptikus.
7) Efek samping obat-obat anti epilepsi perlu diperhatikan, demikian pula halnya dengan interaksi farmakokinetik antar obat anti epilepsi.(7)


PEMAKAIAN OBAT ANTI EPILEPSI PADA ANAK
Penderita epilepsi cenderung untuk mengalami serangan kejang secara spontan, tanpa faktor provokasi yang kuat atau yang nyata. Timbulnya bangkitan kejang yang tidak dapat diprediksi pada penderita epilepsi selain menyebabkan kerusakan pada otak, dapat pula menimbulkan cedera atau kecelakaan. Kenyataan inilah yang membuat pentingnya pemberian antikonvulsan pada pasien epilepsi. Antikonvulsi digunakan terutama untuk mencegah dan mengobati bangkitan epilepsi (epileptic seizure). Golongan obat ini lebih tepat dinamakan anti epilepsi sebab jarang digunakan untuk gejala konvulsi penyakit lain.(12,14)
Terdapat dua mekanisme anti epilepsi yang penting yaitu:
1) Mencegah timbulnya letupan depolarisasi eksesif pada neuron epileptik dalam fokus epileptik
2) Mencegah letupan depolarisasi pada neuron normal akibat pengaruh dari fokus epilepsi. Bagian terbesar antiepilepsi yang dikenal termasuk dalam golongan terakhir ini.(13)
Mekanisme kerja antiepilepsi hanya sedikit yang dipahami dengan baik. Berbagai obat antiepilepsi diketahui mempengaruhi berbagai fungsi neurofisiologik otak, terutama yang mempengaruhi sistem inhibisi yang melibatkan GABA dalam mekanisme kerja berbagai antiepilepsi.(14)
Obat antiepilepsi terbagi dalam delapan golongan. Empat golongan antiepilepsi mempunyai rumus dengan inti berbentuk cincin yang mirip satu sama lain yaitu golongan hidantoin, barbiturate, oksazolidindion dan suksinimid. Akhir-akhir ini karbamazepin dan asam valproat memegang peran penting dalam pengobatan epilepsi; karbamazepin untuk bangitan parsial sederhana maupun kompleks, sedangkan asam valproat terutama untuk bangkitan lena maupun bangkitan kombinasi lena dengan bangkitan tonik klonik.(14)


Efek samping obat anti epilepsi baru(7)
Obat Efek samping utama Efek samping yang lebih serius dan jarang
Levetiracetam Somnolen, astenia, sering muncul ataksia, penurunan ringan jumlah sel darah merah, kadar hemoglobin dan hemotokrit
Gabapentin Somnolen, kelelahan, ataksia, dizziness, gangguan saluran cerna
Lamotrigine Ruam, dizziness, tremor, ataksia, diplopia, nyeri kepala, gangguan saluran cerna Sindrom Stevens-Johnson
Clobazam Sedasi, dizziness, irritability, depresi, dysinhibition
Oxcarbazepine Dizziness, diplopia, ataksia, nyeri kepala, kelemahan, ruam, hiponatremia
Topiramate Gangguan kognitif, tremor, dizziness, ataksia, nyeri kepala, kelelahan, gangguan saluran cerna, batu ginjal

PENGHENTIAN OBAT ANTI EPILEPSI
Terdapat dua hal yang perlu diperhatikan dalam menghentikan terapi obat entiepilepsi yaitu :
1) Syarat umum untuk menghentikan pemberian obat antiepilepsi :
 Pasien menjalani terapi secara teratur dan telah bebas dari bangkitan selama minimal dua tahun
 Gambaran EEG normal
 Dilakukan secara bertahap, pada umumnya 25% dari dosis semula setiap bulan dalam jangka waktu 3-6 bulan
 Penghentian dimulai dari satu obat antiepilepsi yang bukan utama.
2) Kekambuhan setelah penghentian obat antiepilepsi. Kekambuhan setelah penghentian obat antiepilepsi akan lebih besar kemungkinannya pada keadaan sebagai berikut:
• Semakin tua usia
• Epilepsi simptomatik
• Gambaran EEG yang abnormal
• Semakin lama adanya bangkitan sebelum dapat dikendalikan
• Tergantung banyak sindrom epilepsi yang diderita; sangat jarang pada sindrom epilepsi benigna dengan gelombang tajam pada daerah sentro-temporal, 5-25% pada epilepsi lena masa kanak-kanak, 25-75% epilepsi parsial kriptogenik/simptomatik, 85-95% pada epilepsy mioklonik pada anak.
• Penggunaan lebih dari satu obat antiepilepsi
• Masih mendapatkan satu atau lebih bangitan setelah memulai terapi
• Mendapat terapi 10 tahun atau lebih.
Kemungkinan untuk kambuh lebih kecil pada pasien yang telah bebas dari bangkitan selama 3-5 tahun, atau lebih dari 5 tahun. Bila bangkitan timbul kembali maka gunakan dosis efektif terakhir (sebelum pengurangan dosis obat anti terapi), kemudian dievaluasi kembali.(7)

No comments:

Post a Comment