Monday, November 16, 2009

Bunuh Bayi

Hasil dan akibat dari penyakit dan trauma pada umumnya sama untuk semua korban atau pasien, tetapi ada gambaran yang spesial untuk cedera pada bayi dan anak-anak yang perlu diperhatikan. Sangat penting diingat, bahwa bayi dan anak-anak bukan hanya orang dewasa kecil dan mereka mempunyai problem yang unik masing-masing, seperti stillbirth dan sudden infant death syndrome, dimana mempunyai aspek medikolegal yang penting. Mereka juga sangat tergantung dari orang lain dan mempunyai kecenderungan untuk mengalami kekerasan, baik fisik maupun seksual. (1)
Sampai tahun 1922, menghilangkan nyawa bayi yang baru lahir (dalam segala keadaan) adalah pembunuhan. Keadaan ini tidak mengijinkan fakta bahwa melahirkan dapat berefek yang secara sementara mengganggu keadaan jiwa ibu sehingga dia harus bertanggung jawab atas tindakan membunuh anaknya. Undang-undang Infantisida tahun 1922, yang mengatur tentang kejahatan infantisida membatasi kemungkinan terjadinya hal ini, namun tidak mendefinisikan keadaan “baru lahir” dan apakah benar adanya kemungkinan lanjut bahwa menyusui juga dapat menyebabkan ketidakseimbangan mental secara sementara. (2)
Undang-undang Infantisida tahun 1938 bagian 1 menyebutkan “Ketika wanita melakukan tindakan atau tidak melakukan tindakan yang dapat menyebabkan kematian anak kandungnya yang berusia di bawah 12 bulan, tetapi pada saat itu kegiatan melakukan tindakan atau tidak melakukan tindakan tersebut keadaan pikirannya terganggu dengan alasan belum pulih dari pengaruh melahirkan dan pengaruh menyusui setelah melahirkan, walaupun demikian keadaan demikian tetap berlaku sebagai pembunuhan...” dia dinyatakan bersalah telah melakukan infantisida secara kejam dan kemungkinan dapat diancam atau dihukum seperti dia telah membantai manusia. Pencegahan juga dibuat pada keadaan, jika dia didakwa melakukan pembunuhan, sebagai tuduhan alternatif dari pembantaian, bersalah namun gila atau menyembunyikan kelahiran tergantung keputusan juri. (2)

DEFINISI
Infantisida adalah tindakan pembunuhan terhadap bayi baru lahir atau bayi yang berusia dibawah 12 bulan (1 tahun). (3)
Neonaticide adalah tindakan pembunuhan terhadap anak berumur 24 jam setelah kelahirannya. Pelakunya biasanya adalah sang ibu. (4)
Pembunuhan bayi menurut hukum pidana Indonesia ialah pembunuhan terhadap bayi yang dilahirkan hidup yang dilakukan oleh wanita yang melahirkannya pada saat bayi tersebut dilahirkan atau tidak lama setelah dilahirkan. Pada saat dilahirkan diartikan sejak mulai terjadinya kelahiran bayi sampai dengan keluarnya plasenta secara tuntas. Sedangkan tidak lama setelah dilahirkan berarti sejak selesainya proses kelahiran sampai dengan selesainya perawatan post partus. (5)
Perkembangan janin di dalam kandungan dibagi menjadi 3 fase, yakni fase embrio murni, fase embrio lanjutan, dan fase foetus murni. Embrio murni adalah janin yang berusia 2-8 minggu post konsepsi yang bentuknya segumpal darah dan belum dapat disamakan dengan manusia walaupun telah hidup. Embrio lanjutan adalah peralihan embrio menjadi foetus yang berusia 9-16 minggu yang bentuknya telah menyerupai manusia tapi belum sempurna, belum dapat bergerak dan peredaran darahnya belum berjalan sebagaimana mestinya. Feotus murni adalah janin yang berusia 16-40 minggu yang bentuknya telah menyerupai manusia secara sempurna, organ-organ vital telah ada dan peredaran darah sudah berfungsi sebagaimana mestinya. (5)
Berdasarkan penjelasan diatas, pengertian pembunuhan bayi dapat diartikan membunuh feotus yang hidup dalam kandungan dan membunuh bayi yang hidup pada saat dilahirkan. (5)
Bunuh bayi adalah merupakan suatu bentuk kejahatan terhadap nyawa yang unik sifatnya. Unik dalam arti si pelaku pembunuhan haruslah ibu kandungnya sendiri, dan alasan atau motifasi untuk melakukannya kejahatan tersebut adalah karena si ibu takut ketahuan bahwa ia telah melahirkan anak, oleh karena anak tersebut adalah anak sebagai hasil hubungan gelap. Selain kedua hal tadi, keunikan lainnya adalah saat dilakukannya tindakan untuk menghilangkan nyawa si anak, yaitu pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian, yang dalam hal ini patokannya adalah sudah ada atau belum ada tanda-tanda perawatan, dibersihkan, dipotong tali pusatnya, atau diberi pakaian. Saat dilakukannya kejahatan tersebut dikaitkan dengan keadaan mental emosional dari si ibu, selain rasa malu, takut, benci, serta nyeri bercampur aduk menjadi satu, sehingga perbuatannya itu dianggap dilakukan tidak dalam keadaan mental yang tenang, sadar, serta dengan perhitungan matang. Inilah yang menjelaskan mengapa ancaman hukuman pada kasus pembunuhan bayi lebih ringan bila dibandingkan dengan kasus pembunuhan lainnya. (6)
Pada kasus pembunuhan bayi terdapat 3 unsur yang penting, yaitu :
1. Si pelaku haruslah ibu kandung korban
2. Alasan pembunuhan adalah karena takut ketahuan akan melahirkan anak
3. Pembunuhan segera dilakukan pada saat anak dilahirkan atau tidak berapa lama kemudian, yang dapat diketahui dari ada tidaknya tanda-tanda perawatan. (6)
Pada kasus bunuh bayi, jaksa harus membuktikan bahwa bayi dilahirkan dalam keadaan hidup dan kematian bayi itu adalah akibat tindakan criminal berupa kekerasan terhadap bayi tersebut. Telah lama sekali diketahui, bahwa seorang bayi yang bayi lahir mudah sekali menjadi korban tindakan criminal . Dalam hal ini, maka dokter harus memeriksa mayat bayi dan ibu (tersangka) untuk mencari bukti berupa tanda-tanda baru melahirkan. (3)
Untuk dapat dituntut sebagai pembunuhan bayi, harus memenuhi syarat sebagai berikut :
1. Adanya rasa takut akan ketahuan melahirkan anak.
Karena adanya rasa takut akan ketahuan melahirkan anak, si calon ibu jauh sebelumnya berusaha menyembunyikan kehamilannya. Meskipun ia dapat menyembunyikan kandungannya, tetapi ada beberapa orang dekat yang mengetahuinya. Pada waktu melahirkan anak, ia berusaha bersembunyi, supaya tidak ada orang yang menyaksikan ia telah melahirkan anak.
2. Pembunuhan dilakukan pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian.
Anak mulai dilahirkan, bila kontraksi rahim atau his sudah mulai teratur. Pada waktu ini belum nampak bagian anak. Bila kepala sudah keluar dan dapat dijangkau si ibu, ia dapat melakukan beberapa tindakan : mencekik, menusuk ubun-ubun, menutup lubang pernapasan dengan kain basah. (7)

EPIDEMIOLOGI
Angka pembunuhan anak di Amerika Serikat setiap tahun relatif kecil bila dihubungkan dengan angka total kematian. Fakta ini sudah dipublikasikan oleh media, dimana dilaporkan seribu anak dibunuh setiap tahunnya. Data tahun 1999, menunjukkan angka pembunuhan anak berdasarkan umur, yaitu sebagai berikut : 205 pembunuhan untuk infant (dibawah 1 tahun), 280 pembunuhan untuk anak umur 1-4 tahun, 95 pembunuhan untuk anak umur 5-8 tahun, dan 79 pembunuhan untuk anak umur 9-12 tahun. (4)
Tahun 1999, di Amerika Serikat, kurang lebih 205 anak berumur kurang dari 1 tahun dilaporkan dibunuh. Senjata yang paling sering digunakan adalah senjata personal seperti tangan dan kaki sebanyak 105 kasus. Senjata atau kekerasan lainnya adalah pencekikan dan asfiksia sebanyak 29 kasus, objek tumpul 10 kasus, luka bakar 4 kasus, pisau dan alat potong lainnya 6 kasus, dan yang lainnya sebanyak 51 kasus. (4)

CARA INFANTISIDA(2)
Ketika ada kemungkinan bahwa bayi tersebut lahir hidup, adalah penting ketika dapat dilakukan, untuk memastikan sebab kematiannya. Untuk tujuan saat ini perbedaan kecil dalam diagnosis, yang dapat tergantung dari perubahan struktural yang kecil, hanya memiliki kepentingan kecil. Langkah pertama adalah menentukan apakah kematian terjadi akibat kekerasan, kemudian baru dibedakan apakah cedera terjadi karena persalinan, atau terjadi saat kehamilan, ataukah akibat tindak kriminal. Perhatian saat ini adalah untuk mempertimbangkan cara yang mungkin untuk infantisida atau membunuh dan untuk menunjukkan diperlukannya perhatian sebelum menyatakan temuan-temuan yang ada sebagai bukti tindak kriminal.

a) Penjeratan
Penjeratan adalah cara yang umum. Tindakan tersebut menghasilkan bekas jeratan, yang dapat terlihat di leher, yang harus dibuktikan apakah hal tersebut dilakukan sebelum kematian. Dapat dinyatakan, meskipun tanpa bukti, bahwa jeratan dapat dilakukan oleh ibu untuk membantu persalinan sendiri. Penjelasan lain yang mungkin adalah bahwa bayi terjerat secara tidak sengaja oleh tali pusat. Pemeriksaan tali pusat dapat menunjukkan bahwa tali pusat telah dipegang secara kasar yaitu hilangnya jelly Wharton, yang dapat menyingkirkan kemungkinan jeratan tak sengaja dan menunjukkan penggunaan tali pusat oleh ibunya (atau orang lain) sebagai alat jerat. Pada kejadian tersebut juga dapat ditemukan tanda kekerasan pada leher bayi.

b) Pembekapan
Pembekapan adalah cara yang mudah dan nyaman dan dapat tanpa meninggalkan bekas, akan tetapi bila tenaga yang diberikan terlalu besar (dimana hal tersebut sering terjadi) maka akan meninggalkan bekas kekerasan.

c) Kekerasan tumpul pada kepala
Infantisida dengan menghantam kepala bayi ke dinding atau lantai jarang terjadi. Hal tersebut dapat menimbulkan fraktur kominutif dengan laserasi kulit kepala dan mungkin dapat ditemukan bekas yang menunjukkan bahwa bayi dipegangi saat kejadian.

Dapat pula dipikirkan bahwa fraktur terjadi sebagai akibat persalinan cepat saat ibu dalam keadaan berdiri. Akan tetapi persalinan tidak dapat menghasilkan ekspulsi yang kuat dan cepat dan panjang tali pusat normal yaitu sekitar 20 inci sangat mungkin akan mencegah bayi jatuh dengan keras, panjang tali pusat tentu saja berariasi yaitu di bawah 5-6 ini. Bahkan bila bayi jatuh ke tanah, tenaga yang diterima tidak akan cukup untuk menimbulkan fraktur. Bila ditemukan caput succedaneum dan molase yang jelas, persalinan tidak terjadi dengan cepat dan hal ini dapat menimbulkan keraguan terhadap cerita si ibu.

Fraktur tengkorak yang terjadi saat atau akibat persalinan memiliki karakteristik tertentu. Fraktur tersebut tidak menimbulkan laserasi pada kulit kepala. Fraktur biasanya terjadi pada tulang parietal dan berjalan ke bawah pada sudut tertentu ke arah sutura sagital sepanjang sekitar satu inci. Bentuknya daalah fraktur garis. Pada kejadian lebih jarang, fraktur dapat terjadi dari ubun-ubun depan ke eminensia frontalis. Fraktur akibat forceps dapat disertai laserasi kulit kepala, fraktur terjadi pada titik yang secara normal dipegang oleh forceps dan biasanya berupa fraktur beralur. Orang yang memasang forceps juga harus ada untuk memberi keterangan menganai cedera yang terjadi.

d) Penenggelaman
Penenggelaman dapat juga menjadi cara untuk membuang bayi lahir mati. Ibu dapat menaruh bayi di kloset dan menyatakan ia melahirkan saat menggunakannya atau bila ia memakai ember, ia mengaku bayi lahir ke dalam ember.

e) Pembakaran
Infantisida dengan membakar jarang terjadi meskipun, seperti penenggelaman, pembakaran sering merupakan cara untuk membuang korban infantisida atau bayi lahir mati. Radtke (1933) menemukan bahwa bahwa tes yang biasa pada kematian akibat pembakaran tidak dapat diterapkan seluruhnya, tapi ia menekankan pentingnya ditemukan benda asing, sesuatu yang lebih dari partikel karbon, di paru-paru bayi yang terbakar. Mungkin demonstrasi saturasi karbonmonoksida yang tinggi adalah bukti kematian karena pembakaran pada kasus ini. Sisa-sisa kalsifikasi dapat ditemukan di tempat pembakaran tapi hal tersebut jelas tidak mungkin membuktikan infantisida; tuduhan penyembunyian kelahiran mungkin dapat diberikan.


e) Menggorok leher
Infantisida dengan melukai seperti menggorok leher jarang ditemukan. Cara ini menunjukkan niat untuk membunuh. Jenis alat yang digunakan sangat penting karena , meskipun mungkin, kemungkinannya sangat kecil bahwa cedera akibat pisau cukur atau pisau lipat merupakan kecelakaan; hal yang mungkin bila alatnya adalah gunting. Pada kejadian manapun sangatlah penting untuk menentukan apakah cedera yang ditemukan mungkin akibat kecelakaan. Sebuah luka iris yang luas di leher hampir pasti menyingkirkan kecelakaan. Kemungkinan pelaku panik saat kejadian dapat membuat seorang wanita melakukan tindakan dimana ia tidak dapat bertangung jawab, akan tetapi tindakan tersebut tetap menunjukkan serangan yang diniatkan.

f) Penelantaran bayi
Infantisida dengan tidak memberi makan atau dengan penelantaran jarang terjadi. Pengalaman yang sering terjadi adalah ibu yang mengabaikan anaknya meninggalkan si anak terbungkus rapi dan meletakkannya di tempat dimana bayi tersebut dapat segera ditemukan dan dirawat oleh orang lain. Dapat pula terjadi bahwa si ibu menunggu di sekitar tempat si bayi ditinggalkan sampai ia tahu bahwa bayinya ada di tempat yang aman.

HAL-HAL YANG PERLU DITENTUKAN PADA AUTOPSI

Terdapat beberapa hal yang perlu ditentukan pada autopsi mayat bayi yang baru lahir seperti :
1. Apakah bayi baru dilahirkan sudah dirawat atau belum dirawat?
2. Apakah bayi sudah mampu hidup terus di luar kandungan ibu (viable) atau belum (non-viable)?
3. Umur bayi dalam kandungan, premature, matur, atau postmatur?
4. Sudah bernapas (lahir hidup) atau belum (lahir mati)?
5. Bila terbukti lahir hidup dan telah dirawat, berapa jam/hari umur bayi tersebut (umur setelah dilahirkan)?
6. Adakah tanda-tanda kekerasan?
7. Bila terbukti lahir hidup, apakah sebab matinya? (3,7)

Bayi baru lahir dan sudah dirawat
Anak yang baru dilahirkan tubuhnya diliputi suatu bahan seperti salep, verniks kaseosa. Anak masih berhubunggan dengan uri. Bila tali pusat sudah terputus, ujungnya perlu diperiksa untuk menentukan apakah tali pusat dipotong dengan benda tajam atau robek. Bila tali pusat sudah kering, terlebih dahulu direndam dalam air supaya tali pusat mengembang lagi dan diperiksa dibawah mikroskop. (7)

Bayi baru lahir dan belum dirawat
Keadaan baru lahir dan belum dirawat sebagai petunjuk dari tidak lama setelah dilahirkan, berarti tubuh bayi masih berlumuran darah dan verniks kaseosa serta tali pusat mungkin masih berhubungan dengan uri atau sudah terpisah, tetapi belum diikat (belum dirawat). Dalam hal bayi tercemplung atau dicemplungkan dalam air maka darah dan sebagian dari verniks kaseosa dapat tersingkirkan dari tubuhnya, namun masih bisa ditemukan pada lipat-lipat kulit dileher, belakang daun telinga,ketiak, lipat siku, lipat lutut, dan selangkangan. Menurut ponsold, bayi baru lahir adalah bayi yang baru dilahirkan dan belum dirawat, dan tali pusat yang belum diikat merupakan petunjuk terpenting dari keadaan belum dirawat. (7)

Bayi yang dapat hidup diluar kandungan ibu (viable)
Dapat hidup di luar kandungan berarti dapat hidup tanpa pertolongan inkubator, couveuse, tempat untuk memelihara bayi prematur dalam suatu lingkungan dengan suhu dan kelembapan yang stabil. Viability ini adalah sebagai berikut :
• 28 minggu atau lebih dalam kandungan
• Berat badan 1500 gram atau lebih
• panjang badan kepala-tumit 35 cm atau lebih
• lingkaran kepala oksipitofrontal 32 cm atau lebih
• tidak mengadung cacat bawaan yang tidak memungkinkannya untuk hidup terus (incompatible with life). (7)

Bayi yang tidak dapat hidup diluar kandungan ibu (non-viable)
Dalam kasus-kasus tertentu meskipun bayi yang dilahirkan itu telah cukup usia kandunganya, akan tetapi bayi tersebut mengalami kelainan pertumbuhan yang menyebabkan anak tidak dapat hidup di luar kandungan :
a) Ectopia kordis  anak lahir tanpa dinding dada sampai terlihat jantungnya
b) Rakiskisis  anak dilahirkan dengan tulang punggung terbuka tanpa ditutupi kulit
c) Atresia Esofagus  saluran kerongkongan tidak terbentuk
d) Fistula Tracheo oesophagus  batang tengkorok dan kerongkongan berubah menjadi satu
e) Anensefalus  anak dilahirkan tanpa otak besar (5,7)

Umur bayi cukup bulan (aterm/matur)
Pada bayi yang lahir genap bulan setelah dikandung selama 37 minggu atau lebih tetapi kurang dari 42 minggu penuh didapatkan (259 sampai 293 hari).
Ukuran Antopometrik:
• Berat badan ± 3000 gram (2500-4000).
• Panjang badan kepala-tumit 46-50 cm
• Panjang kepala tungging 30 cm atau lebih
• Lingkar kepala oksipito-frontal 33-34 cm
• Lingkar dada 30-33 cm
• Lingkar perut 28-30 cm


Ciri-Ciri Eksternal :
• Daun telinga pada bayi lahir cukup bulan, menunjukkan pembentukan tulang rawan yang sudah sempurna, pada helix teraba tulang rawan yang keras pada bagian dorsokrnialnya dan bila dilipat cepat kembali ke keadaan semula.
• Puting susu pada bayi yang matur, sudah berbatas tegas, areola menonjol diatas permukaan kulit dan diameter tonjolan susu 7 mm atau lebih.
• Kuku jari tangan sudah panjang, melampaui ujung jari, ujung distalnya tegas dan relative keras sehingga tersa bila digarukkan pada telapak tangan.
• Terdapat garis-garis pada seluruh telapak kaki, dari depan hingga tumit. Yang dinilai garis yang relative lebar dan dalam.
• Pada bayi laki-laki matur, testis sudah turun dengan sempurna, yakni sampai pada dasar skrotum dan rugae pada kulit skrotum sudah lengkap. Dan pada bayi perempuan yang matur, labia minor sudah tertutup dengan baik oleh labia mayor.
• Rambut kepala relative kasar, masing-masing helai terpisah satu sama laindan tampak mengkilat, batas rambut pada dahi jelas.
• Skin opacity cukup tebal sehingga pembuluh darah yang agak besar pada dinding perut tidak tampak atau tampak samara-samar.
• Processus xyphoideus membengkok kedorsal, sedangkan bayi premature membengkok keventral atau satu bidang dengan korpus manubrium sterni.
• Alis mata sudah lengkap, yakni bagian lateralnya sudah ada.
• Pada bayi cukup bulan terdapat pusat penulangan epifisial diujung distal femur dengan diameter 4-5 mm.dan adanya pusat penulangan pada tallus dan calcaneus. (3,7)


Umur bayi tidak cukup bulan (prematur)
Untuk menentukan umur anak dalam kandungan selain mengukur panjang badan menrut rumus Haase, perlu diperiksa initi penulangan, sentrum osifikasi.
• Calcaneus (24 minggu)
• Talus (28 minggu)
• Distal Femur (38 minggu)
• Proximal tibia (genap bulan)
Kesimpulan bila tidak ditemukan inti penulangan adalah anak belum sampai unur tersebut di atas atau mungkin pembentukan inti penulangan terlambat. (7)

Bayi dilahirkan dalam keadaan hidup dan bernapas
Untuk mengetahui apakah bayi yang dilahirkan benar-benar hidup, hal ini dapat diketahui melalui pemeriksaan terhadap tiga fungsi utama organ tubuh manusia yaitu respirasi, sirkulasi dan aktivitas otak.Terdapat beberapa pemeriksaan yang harus dilakaukan bagi menentukan bayi sudah bernapas atau tidak
• Rongga dada yang telah mengembang, pada pemeriksaan didapati diafragma yang letaknya rendah, setinggi iga ke-5 atau ke-6.
• Pada bayi yang telah bernapas, paru tampak mengembang dan telah mengisi sebagian besar rongga dada.
• Tertelannya udara (yang menyertai pernapasan) mangakibatkan telinga tengah dan saluran pencernaan mengandung udara.
• Gambaran makroskopis paru
Paru-paru bayi yang sudah bernapas (sudah teraerasikan) berwarna merah muda tidak homogen tetapi berupa bercak-bercak (mottled) dan menunjukkan gambaran mozaik berupa daerah-daerah poligonal yang berwarna lebih muda dan menimbul di atas permukaan berselang-seling dengan yang berwarna lebih tua dan kurang menimbul. Gambaran tersebut tampak jelas pada tepi lobus paru. Tepi-tepi paru tumpul.
Paru-paru bayi yang belum bernapas (belum teraerasikan) berwarna merah hitam seperti warna hati bayi, homogen, tidak menunjukkan gambaran mozaik dan tepi-tepinya tajam. Kadang-kadang tampak guratan-guratan yang membentuk pola daerah-daerah poligonal pada permukaan paru. Warna daerah-daerah yang poligonal itu tidak berbeda satu sama lain dan juga tidak berbeda dengan warna paru di bagian lainnya.
• Uji apung paru positif yang membuktikan telah terdapatnya udara dalam alveoli paru. Dengan cara mengeluarkan seluruh alat rongga dada kemudian dimasukkan dalam air, dan memperhatikan apakah kedua paru terapung. Kemudian dilanjutkan dengn mengapungkan paru kanan dan kiri secara tersendiri. Dan lobus paru dipisah dan diapungkan diair. Selanjutnya membuat 5 potongan kecil (± 5 mm x 10 mm x 10 mm) dari masing-masing lobus dan diapungkan kembali. Pada paru yang telah mengalami pembusukan, potongan kecil dari paru dapat mengapung sekalipun paru belum pernah bernapas. Hal ini disebabkan oleh pengumpulan gas pembusukan pada jaringan interstisial paru, yang dengan menekan potongan paru yang bersangkutan antara 2 karton, gas pembusukan dapat didesak keluar. Uji apung paru dinyatakan positif bila potongan paru yang telah ditekan antara dua karton sebagian besar masih tetap mengapung.
Penekanan tersebut bertujuan untuk menyingkirkan gas pembusukan dan tidal air, yang terdapat dalam jaringan intertisial paru-paru yang membusuk. Namun, bila paru tersebut sudah mebusuk sekali, alveoli sudah pecah atau menjadi pecah pada penekanan, maka residual air tersingkirkan sehingga jaringan paru akan tenggelam. Dengan demikian bayi yang telah bernapas dapat dinilai sebagai belum bernapas setelah dilahirkan. Hal ini merupakan salah satu alasan mengapa pada hasil uji apung paru yang negatif tidak dapat dibuat kesimpulan bahwa bayi pasti belum bernapas. Bila uji apung paru negatif, hanya dapat dibuat kesimpulan bayi mungkin belum bernapas. Kepastian bahwa bayi belum bernapas baru diperoleh setelah dipadu dengan tidak ditemukannya gambaran mozaik pada permukaan paru dan tidak ditemukannya gambaran histologik yang khas untuk paru-paru yang belum mengalami aerasi, yakni crumpled sac alveoli atau karusselalveolen.
• Pada pemeriksaan mikroskopik akan tampak jaringan paru dengan alveoli yang telah terbuka dengan dinding alveoli yang tipis.
Cara pengambilan jaringan untuk pemeriksaan mikrosopis, yaitu dengan memasukkan seluruh paru kanan ke dalam formalin netral 10%. Setelah kira-kira 12 jam dibuat beberapa irisan melintang pada paru untuk memungkinkan fiksatif meresap dengan baik ke dalamnya. Setelah difiksasi selama 48 jam diambil potongan-potongan melintang dari ketiga lobus dengan menggunakan scalpel yang tajam atau pisau silet. juga dari sisa paru kiri diambil beberapa potongan jaringan. Biasanya digunakan pewarnaan hematoksilin eosin, namun untuk paru yang sudah membusuk , Reh (34) menganjurkan pewarnaan cara Gomori, tatapi dapat pula dilakukan dengan pewarnaan cara Ladewig yang lebih murah.
Dengan pewarnaan cara Gomori, ruang kosong akibat gas pembusukan atau akibat aerasi dapat dibedakan, karena serabut-serabut retikulin yang terdapt pada septa alveoli relatif resisten terhadap pembusukan. Pada pembusukan, ruang kosong menunjukkan batas yang tidak rata karena tidak dibatasi oleh serabut retikulin yang tegang, sebaliknya pada ruang kosong akibat aerasi, menunujukkan batas yang rata dimanan tampak serabut yang tegang.
Di sini sukar untuk menentukan, apakah anak bernapas pada waktu sebelum atau sesudah dilahirkan. Ada kalanya anak masih dalam kandungan sudah bernapas dan menangis, vagitus uterinus/vaginalis. Dimana apabila selaput ketuban pecah dan air ketuban keluar, sehingga terjadi hubungan antara dunia luar dengan anak dalam kandungan. Pada saat yang singkat ini, udara terisap oleh anak, anak benapas kemudian menangis. Bila rahim berkontraksi kembali, vagitus uterinus tidak terjadi lagi. (3,5,7)

Bayi dilahirkan dalam keadaan still born atau dead born
Still born adalah jika bayi dilahirkan setelah melewati usia kehamilan 28 minggu dan setelah dilahirkan tidak pernah menunjukkan adanya tanda kehidupan. Karena bayi berada dalam lingkungan steril maka proses pembusukan dimulai dari permukaan kulit menuju ke jaringan yang lebih dalam.
Dead born adalah bayi yang meninggal dalam uterus dan setelah dilahirkan menunjukkan :
• tanda-tanda rigor mortis saat dilahirkan
• tanda-tanda maserasi yaitu proses otolisis yang aseptic dimana bayi berada dalam uterus 3-4 hari setelah meninggal. Mayat menjadi lunak, kempis dan mengeluarkan bau busuk. Pada kulit terdapat lepuhan yang berisi cairan serosa dan kulit bewarna merah. Jaringan tubuh membengkak dan sutura pada tulang tengkorak terpisah. Tali pusat bewarna merah, lunak dan tebal.
• Mumifikasi akibat berkurangnya aliran darah ke jaringan terutama jika cairan amnion sudah sangat berkurang dan tidak ada udara yang masuk ke dalam uterus. Janin menjadi kering dan menyusut. (3)

Bayi yang dilahirkan hidup dan penentuan berapa lama bayi itu hidup
Terdapat beberapa pemeriksaan medis yang harus dilakukan melalui autopsi untuk menentukan berapa lama bayi tersebut telah hidup sebelum dibunuh seperti :
1. Perubahan pada kulit ( Kulit bayi baru lahir bewarna merah terang disertai lapisan verniks kaseosa yang terdapat pada lipat paha, ketiak, dan leher. Verniks kaseosa ini baru bisa hilang jika dibersihkan dalam waktu 2 hari. Warna kulit menjadi lebih gelap pada hari ke-2 dan ke-3 akhirnya berubah menjadi bewarna merah bata san sedikit kuning. Warna kulit normal akan tampak dalam waktu 1 minggu.
2. Perubahan pada kaput suksedaneum dimana pada proses persalinan jaringan kulit kepala bayi mengalami pembengkakan yang berisi cairan darah atau lebih sering berisi serum. Pembengkakan ini akan hilang setelah 1 hingga 3 hari.
3. Perubahan pada usus besar dan lambung dimana jika terdapat udara di dalam usus besar, berarti bayi telah hidup beberapa jam. Jika lambung berisi udara, berarti bayi telah hidup selama satu hari.
4. Perubaan pada mekonium, jika meckonium telah hilang sama sekali, berarti bayi sudah hidup selama 4 hari.
5. Perubahan pada cephal hematom yaitu bila menghilang, berarti bayi tersebut telah hidup selama 8-14 hari
6. Perubahan pada tali pusat
a. Bekuan darah pada bekas potongan : setelah 2 jam
b. Tali pusat mulai kering masih menempel pada bayi : 12-14 jam
c. Peradangan sekitar tali pusat bayi : 36-48 jam
d. Tali pusat terlepas dari bayi : 5-8 hari
e. Luka menyembuh atau pembentukan jaringan parut : 8-12 hari (3,5)

Bayi yang lahir hidup dan penyebab yang meyebabkan kematian
i. Prematuritas yang disertai penyakit kongenital, malformasi, kelemahan bayi sendiri, perdarahan, penyakit plasenta dan eritroblastosis fetalis
ii. Akibat kecelakaan seperti persalinan yang lama, prolaps tali pusat, terbelit tali pusat, cedera pada bagian abdomen ibu, kematian ibu, sufokasi, proses persalinan terlalu cepat.
iii. Tindakan kriminal aktif atau pasif (3)

ASPEK MEDIKO-LEGAL
Dokter yang memeriksa sering mendapatkan pertanyaan berikut ini pada sidang pengadilan sehubungan dengan kasus pembunuhan bayi.
i. Apakah bayi tersebut lahir dalam keadaan hidup atau mati ?
ii. Jika bayi lahir hidup, berapa lama bayi tersebut bertahan ?
iii. Apa penyebab kematian bayi ?

PASAL-PASAL YANG BERKAITAN DENGAN PEMBUNUHAN BAYI
PEMBUNUHAN ANAK SENDIRI
 Pasal 341
Seorang ibu yang karena takut akan ketahuan melahirkan anak pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa anaknya, diancam karena membunuh anak sendiri, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun. (7)
 Pasal 342
Seorang ibu yang untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena takut akan ketahuan bahwa ia akan melahirkan anak pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian merampas nyawa anaknya, diancam karena melakukan pembunuhan anak sendiri dengan rencana, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun. (7)
 Pasal 343
Kejahatan yang diterangkan dalam pasal 341 dan 342 dipandang bagi orang lain yang turut serta melakukan, sebagai pembunuhan atau pembunuhan anak dengan rencana (7)
 Pasal 338
Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun (7)
 Pasal 340
Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana rnati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun. (7)

Pada tindak pidana Pembunuhan Anak Sendiri, terdapat tiga unsur yang khas, yaitu pelaku adalah ibu kandung dari bayi yang bersangkutan, pembunuhan dilakukan dalam tenggang waktu tertentu dan si ibu dalam keadaan kejiwaan takut akan ketahuan bahwa ia melahirkan anak.

Ibu kandung
Hanya seorang ibu kandung yang dapat dipidana karena melakukan pembunuhan anak sendiri (kinderdoodslag) ataupun pembunuhan anak sendiri yang direncanakan (kindermoord). Seorang ayah yang membunuh anaknya pada saat dilahirkan atau tidak lama kemudian, karena takut akan ketahuan bahwa karenanya telah lahir anak itu, akan dipidana karena melakukan pembunuhan (KUHP pasal 338) atau pembunuhan dengan rencana (KUHP pasal 340).
Tidak dipermasalahkan, apakah wanita terdakwa tersebut mempunyai suami atau tidak, dan apakah anak itu didapat didalam perkawinan atau diluar perkawinan.


Tenggang waktu
Apa yang dimaksud dengan perkataan pada saat atau tidak lama setelah dilahirkan, undang-undang tidak memberikan tafsiran otentik.Undang-undang menetapkan tenggang waktu pada saat dilahirkan hingga tidak lama kemudian. Dari uraian tersebut d atas, dapatlah disimpulkan bahwa pengertian pada saat bayi dilahirkan sebagaimana tercantum dalam KUHP adalah saat keluarnya bayi dari kandungan sampai dengan saat keluarnya placenta yang mana pada kelahiran normal proses ini berlangsung dalam waktu kurang lebih 15-20 menit. Namun, ukuran ini tidaklah mutlak. Dalam hal ibu kandung membunuh anaknya setelah batas waktu tidak lama kemudian, maka ia dapat dipidana karena melakukan pembunuhan atau pembunuhan dengan rencana. (5)
Undang-undang tidak dijelaskan apa yang dimaksud dengan tidak lama kemudian, tidak ditentukan berapa menit, jam, atau hari setelah kelahiran. Hendaknya “tidak lama kemudian” diartikan sebagai selama bayi baru lahir itu belum dirawat. Dengan perkataan lain selama bayi tersebut masih dalam keadaan seperti pada saat ia meninggalkan jalan lahir. Tubuh yang masih berlumuran darah serta tali pusat yang belum diikat dan dipisahkan dari uri menunjukkan bayi tersebut belum dirawat.(3)

Keadaan kejiwaan si ibu
Keadaan kejiwaan takut akan ketahuan ia melahirkan anak, mendorong si ibu untuk melakukan pembunuhan terhadap anaknya pada saat dilahirkan atau tidak lama kemudian. Unsur kejiwaan inilah yang merupakan alasan yang mendasari ditentukannya hukuman yang lebih ringan (dibandingkan dengan pidana pembunuan biasa) pada tindak pidana Pembunuhan Anka Sendiri. Tidak dipersoalkan hal apa yang menyebabkan rasa takut ketahuan melahirkan anak itu, apakah karena melahirkan anak haram atau karena hal lain. Syarat takut ketahuan sudah terpenuhi bila si ibu mempunyai alasan untuk merahasiakan kelahiran anak tersebut.
Bila keputusan untuk membunuh anak telah diambil sebelum anak dilahirkan, maka si ibu diancam dengan pidana telah melakukan Pembunuhan Anak Sendiri dengan rencana (pasal 342 KUHP). Tidak dipermasalahkan jangka waktu antar saat pengambilan keputusan dengan saat pelaksanaan PAS itu. Sekalipun jangka waktu tersebut sangat pendek, pembunuhan anak itu tetap dianggap sebagai pembunuhan anak sendiri dengan rencana.
MENYEMBUNYIKAN KELAHIRAN DAN KEMATIAN ANAK
 Pasal 181
Barang siapa mengubur, menyembunyikan, membawa lari atau menghilangkan mayat dengan maksud menyembunyikan kematian atau kelahirannya, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lirna ratus rupiah.
Dalam hal terbukti bayi lahir mati atau tidak dapat dibuktikan (karena mayat sudah sangat busuk atau tidak terdapatnya alat bukti lain), atau terbukti bayi lahir hidup, tetapi tidak lama kemudian meninggal karena sebab yang wajar serta tidak terbukti bahwa si ibu dengan sengaja meninggalkan anaknya itu, maka pidana penjara atau denda karena menyembunyikan kelahiran dan kematian anaknya dapat dijatuhkan kepada yang bersangkutan. (7)
TINDAK PIDANA LAIN YANG MENYANGKUT ANAK YANG BARU DILAHIRKAN
 Pasal 308
Jika seorang ibu karena takut akan diketahui orang tentang kelahiran anaknya, tidak lama sesudah melahirkan, menempatkan anaknya untuk ditemukan atau meninggalkannya dengan maksud untuk melepaskan diri daripadanya, maka maksimum pidana tersebut dalam pasal 305 dan 306 dikurangi separuh. (7)
 Pasal 305
Barang siapa menempatkan anak yang umurnya belum tujuh tahun untuk ditemukan atau meninggalkan anak itu dengan maksud untuk melepaskan diri daripadanya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.(7)
 Pasal 306
(1) Jika salah satu perbuatan berdasarkan pasal 304 dan 305 mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancamdengan pidana penjara paling lama tujuh tahun enam bulan.
(2) Jika mengakibatkan kematian pidana penjara paling lama sembilan tahun.
Terdorong oleh rasa takut akan ketahuan bahwa ia telah melahirkan anak, seorang ibu mungkin tidak membunuh anaknya yang baru dilahirkannya, tetapi menempatkannya di suatu tempat untuk ditemukan oleh seseorang atau meninggalkannya dengan maksud untuk melepaskan diri daripadanya. Bila perbuatan si ibu tidak menimbulkan luka berat pada bayinya, maka ia diancam dengan pidana maksimal 2 tahun 9 bulan (separuh dari 5 tahun 6 bulan). Bila si bayi mengalami luka berat, ancaman pidana menjadi maksimal 3 tahun 9 bulan (separuh dari 9 tahun). (7)




DAFTAR PUSTAKA

1. Shepherd R. Deaths and injury in infancy. In : Simpson , s forensic medicine. Twelfth Edition. London : Arnold A Member Of The Hodder Headline Group; 2003.
2. Anonim. PAS dan pengguguran kandungan stop infanticide. [Online]. 2006. [cited 2008 September]. Available from : URL : http://www.freewebs.com/pas_pengguguran_kandungan_by_summervernith/carainfantisida.htm
3. Chadha PV. Infantisida. Dalam : Catatan kuliah ilmu forensik dan toksikologi. Edisi V. Jakarta : Widya Medika; 1995.
4. Dimaio VJ, Dimaio D. Neonaticide, infanticide, and child homicide. In : Forensic pathology. Second Edition.
5. Perdanakusuma M. Beberapa permasalahan mengenai kasus pembunuhan. Dalam : Bab-bab tentang kedokteran forensik. Jakarta : Ghalia Indonesia; 1984.
6. Idries AM. Pembunuhan anak. Dalam : Pedoman ilmu kedokteran forensik. Edisi I. Jakarta : Binarupa Aksara; 1997.
7. Hamdani N. Pembunuhan anak. Dalam : Ilmu kedokteran kehakiman. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. 1992.

No comments:

Post a Comment